Sambutan Presiden RI - Muktamar ke-9 Pengurus Besar Al-Khairiyah, Cilegon, 12 Oktober 2016

 
bagikan berita ke :

Sabtu, 22 Oktober 2016
Di baca 1405 kali

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MUKTAMAR KE-9 PENGURUS BESAR AL-KHAIRIYAH

CILEGON, BANTEN

22 OKTOBER 2016




Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,


Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil’alamin. Washsholaatu wassalaamu' alaa asyrofil anbiyaai wal mursalin, sayyidina wa habibina wa syafi’ina wa maulana Muhammadin, wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in, Amma ba’du.


Yang saya hormati para Ulama se-Provinsi Banten,

Yang saya hormati Ketua Umum dan Ketua Majelis Syuro, dan seluruh Dewan Pengurus Al-Khairiyah, para Santri yang pada sore ini hadir,

Yang saya hormati Pak Menteri, Pak Gubernur, Pak Wali, Pak Bupati, seluruh peserta Muktamar, Muktamirin,


Alhamdulillah, pada sore hari ini, kita bisa bertemu, bersilaturahmi dalam Muktamar Al-Khairiyah yang kesembilan.


Sejak awal didirikan hingga sekarang, Alkhairiyah selalu dekat dengan misi awal KH Syam’un, yaitu memajukan umat Islam. Mulai dari bentuk pesantren, lalu madrasah, sampai menjadi perguruan tinggi Islam, Alkhairiyah terus berjuang untuk mengembangkan pendidikan Islam, melahirkan putra-putri Indonesia yang cerdas dan berdaya saing, melahirkan putra-putri Indonesia yang mempunyai karakter dan mental yang kuat dan yang Islami.


Saya ingin menekankan pada pembangunan sumber daya manusia, pembangunan SDM. Kalau kita lihat tantangan-tantangan yang kita hadapi di masa-masa yang akan datang, bukan hanya masalah kepandaian, bukan hanya masalah kepintaran, tetapi adalah masalah karakter, masalah integritas, masalah kejujuran, masalah akhlak. Yang kita berikan adalah yang berakhlakul karimah.


Banyak yang pinter-pinter, tapi senengnya mungli. Ini yang menjadi penyakit bangsa kita. Coba kita lihat. Saya hanya ingin menunjukkan di layar nomor berapa kita di masalah kemudahan berusaha di Indonesia. Orang, kalau mau berusaha di Indonesia, sulit atau tidak sulit.


Nomornya berapa? Dari survei negara-negara, sudah dihasilkan bahwa nomor Indonesia adalah nomor 109, coba. Singapore nomor satu. Malaysia nomor 18. Thailand nomor 49. Indonesia 109.


Jangan ditepuki. Ada yang mau tepuk tangan.


Inilah persoalan besar kita. Ini persoalan besar kita. Pasti ada persoalan di sini. Mau izin, berbelit-belit. Mau mengajukan usaha kecil-kecil sulit, dipungli. Diminta yang sebetulnya bukan aturannya, bukan itu.


Misalnya, harusnya hanya bayar Rp 10.000, diminta 50.000. Benar? Ada di Banten? Tuh nanti tugasnya Pak Gubernur.


Inilah penyakit kita yang harus kita selesaikan. Bagaimana orang mau memulai usaha? Mengajukan izin saja dipersulit.


Saya mengalami. Saya mengalami. Tahun ’87-’88 mau mengurus izin, berbelit-belit dan diminta ini, diminta itu setiap meja. Pasti diminta rupiah tertentu.


Inilah yang harus kita selesaikan kalo kita ingin peringkat kita naik. Oleh sebab itu, dibutuhkan SDM-SDM yang punya integritas, dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kejujuran untuk mengelola negara ini, untuk mengelola provinsi, untuk mengelola kabupaten, untuk mengelola di lingkup kota sampai di tingkat kelurahan.


Urusan kecil-kecil: ngurus KTP, diminta; ngurus sertifikat, diminta. Bener enggak? Kalo suaranya “Bener”, banyak, berarti betul. Di mana-di mana.


Kita enggak usah menutup itu. Kita ini blak-blakan saja sekarang. Ada persoalan, tapi bagaimana ini diselesaikan.


Era kita ini sekarang sudah masuk ke era persaingan, era kompetisi antarnegara. Begitu ini kita terus-teruskan, tahu-tahu kita ditinggal. Di ASEAN saja kita, tidak usah di dunia, di ASEAN saja kita tadi sudah ditinggal untuk urusan kemudahan berusaha.


Setiap kita bertemu dengan pemimpin-pemimpin ASEAN, selalu bergandeng-gandengan seperti ini. Kelihatannya rukun gitu.


Saya mbatin saja, “Ini pesaing kita. Ini pesaing kita. Kita bersaing sebetulnya.”


Oleh sebab itu, dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia, pemerintah sangat berterima kasih kepada Al-Khairiyah yang juga ikut melahirkan putra-putri terbaik lewat madrasahnya, lewat perguruan tingginya, melahirkan insan-insan yang islami, insan-insan yang cerdas, insan-insan yang mempunyai integritas, mempunyai kejujuran. Kunci kita ada di situ, pada integritas, pada kejujuran.


Coba Indeks Daya Saing kita dilihat. Kita pada nomor berapa? Posisi kita pada posisi 41 secara global. Nilainya 4,52. Singapura 5,72, di atas kita semua. Malaysia 5,16. Di atas kita, Thailand 4,64.


Ini kenyataan yang harus kita hadapi. Dan tantangan-tantangan yang masih kita hadapi: hal yang berkaitan dengan kemiskinan, hal yang berkaitan dengan pengangguran, hal yang berkaitan dengan ketimpangan harga.


Angka-angka ini sekarang kita buka. Ga usahlah ditutup-tutupi. Angka-angka ini ada. Dan, kalau kita ke lapangan, juga ada. Yang paling penting, bagaimana ini diselesaikan.


Tapi memang, kalau kita lihat, karakter bangsa ini: bangsa ini bergerak kalau diberi pesaing, bergerak kalau diberi pesaing. Kalau tidak diberi pesaing, malah enak-enakan, malas-malasan. Tapi, begitu diberi pesaing, malah bangkit.


Contoh, dulu masalah batik. Begitu ada negara lain mengakui, “Ini batik,” wah rame semuanya, pake batik semuanya.


Coba lihat, ingat. Tahun-tahun ’75, tahun ’80, bank kita, bank BUMN—dulu bank kan hanya bank pemerintah—Bank BRI, BNI dulu—saya ingat—jam 13.00, jam 13.30 sudah tutup. Loketnya seperti yang ada di gambar. Kantornya juga seperti itu. Karena apa? Mereka ga ada pesaing, ga ada swasta.


Tapi begitu ada pesaing, langsung menjadi 170-an bank. Langsung semuanya berbenah-benah. Kantornya diperbaiki. Pelayanan diperbaiki. ATM di mana-mana. Coba, kalau dulu ga diberi pesaing, ya masih seperti itu terus.


Pompa bensin—kita lihat—tahun-tahun ‘75, ‘80 juga. SPBU kita kumuh, ga pernah dicat. Coba gambarnya untuk mengingatkan kita saja. Nah ini pompa bensin kita dulu, petugasnya ada yang pakai seragam, ada yang tidak.


Tapi begitu diberi pesaing—pesaingnya langsung dari luar—nah. Semua orang takut, “Wah, nanti kalah bersaing, nanti kalah bersaing.” Tidak. Ternyata, sekarang mereka lebih baik dari yang dari luar. Kalah Total, kalah Shell. Semuanya kalah. Kita perbaiki seperti yang ada di gambar itu. Yang dari luar malah sudah tutup, balik lagi ke negaranya.


Tapi kita ini kadang-kadang, kalau mendatangkan pesaing, itu sudah ramai duluan, “Nanti dicaplok, nanti di.” Tidak, kita ini bangsa besar. Tidak perlu takut dengan persaingan. Kita ini bangsa besar, tidak perlu khawatir dengan kompetisi, ndak.


Kita sudah terbiasa menderita, terbiasa. Kalau tarung, itu pasti lebih berani gitu loh. Tapi, kalau sudah enak-enak, “Tarung? Waduh, sudah enak.”


Kita ini punya karakter seperti itu. Inilah hal-hal yang kita pakai untuk mengingatkan bahwa kita ini selalu memenangkan persaingan apabila diberi pesaing. Tapi, kalau tidak, justru malah malas-malasan.


Oleh sebab itu, sekarang ini kita mempersiapkan, dalam rangka persaingan, mempersiapkan hal yang sangat fundamental, yaitu infrastruktur dibangun, dibangun. Karena apa? Tanpa itu, sulit kita bisa bersaing.


Dan juga tidak hanya di Jawa, tetapi sekarang kita lebih banyak konsentrasi di luar Jawa. Meskipun juga di Banten ini sebentar lagi akan dibangun tol Serang—Patimbang. Patimbang? Panimbang.


Salah dikit kan ga apa-apa. Yang penting Bapak, Ibu semuanya tahu gitu loh.


Tiap hari saya ke daerah-daerah. Kemarin saya ke Papua, ke Yahukimo. Saya ngomongnya juga keliru, “Yakuhimo.” Semua, “Pak, salah.”


Ya ngertilah. Masak Presiden ga boleh salah. Presiden kan hanya manusia biasa yang juga banyak salahnya. Teriak-teriak, “Pak, bukan Yakuhimo, melainkan Yahukimo.” “Ya udah, saya betulkan.”


Jadi, pembangunan sekarang memang kita bukan Jawa-sentris, tetapi Indonesia-sentris, seperti pembangunan jalan tol. Ini penting karena, tanpa jalan-jalan yang kita bangun ini, ini ongkos transportasi akan mahal, ongkos untuk logistics, sembako dari satu kota ke kota lain, dari provinsi ke provinsi lain akan mahal.


Inilah yang sedang kita kejar, kita bangun agar kita bisa memenangkan persaingan dengan negara yang lain. Tol Trans-Sumatera, Manado—Bitung, Balikpapan—Samarinda.


Kemudian, juga pelabuhan-pelabuhan, tapi masih proses semuanya. Pelabuhan di Kuala Tanjung, di Sumatera Utara sudah rampung kira-kira 71%. Dan Makassar New Port juga. Ini pelabuhan-pelabuhan besar dalam rangka persaingan kita dengan negara-negara di sekitar kita.


Kemudian, jalur kereta api yang kita mulai memang ini dari nol di Sulawesi, untuk kita tarik dari Makassar—Parepare. Langsung naik lagi nanti ke utara, sampai ke Menado.


Dengan infrastruktur inilah, nantinya kita akan bisa memenangkan persaingan itu.


Kemudian, yang berkaitan dengan pangan, irigasi. Irigasi moga-moga juga, terutama yang di daerah, yang di desa. Ini merasakan bahwa sekarang ini pembangunan irigasi terutama, ini betul-betul kita kerjakan habis-habisan karena memang ada kerusakan 52% irigasi kita, sehingga tidak bisa sampai ke sawah-sawah.


Inilah, dalam jangka menengah, jangka panjang, kita ingin swasembada pangan, karena apa pun negara kita adalah negara yang subur. Tetapi, kalau ini tidak dikelola airnya, ini juga akan hilang percuma.


Hal-hal yang berkaitan dengan infrastruktur kecil-kecil di desa juga terus kita lakukan agar mobilisasi, mobilitas barang dari desa ke kota itu bisa lebih mudah.


Tetapi, Bapak, Ibu sekalian yang saya hormati, para Muktamirin, memang kuncinya, sekali lagi kuncinya ada di sumber daya manusia. Fisik ini sebetulnya hanya sebuah alat untuk menuju ke sana.


Tapi, kuncinya ada di sumber daya manusia. Kalau persiapan SDM ini betul-betul bisa kita lakukan dengan baik, saya meyakini Insya Allah bahwa ranking yang tadi saya sampaikan di depan itu akan berubah drastis. Dan ini menjadi tanggung jawab kita semuanya.


Saya kira itu sedikit yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

*****

Biro Pers, Media dan Informasi

Sekretariat Presiden