Jaring Aspirasi Akademisi, Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja Gelar FGD untuk Penyempurnaan UU Cipta Kerja

 
bagikan berita ke :

Kamis, 30 Juni 2022
Di baca 1005 kali

Komitmen Pemerintah dalam melakukan penyederhanaan izin usaha demi peningkatan investasi di Tanah Air telah diwujudkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

 

Regulasi yang dibentuk dengan metode omnibus law ini tidak hanya bertujuan untuk menyederhanakan aturan terkait perizinan berusaha, namun juga demi menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan pelayanan perijinan, perlindungan dan pemberdayaan terhadap UMKM dan industri nasional, serta meningkatkan investasi yang berkualitas.

 

Sebagai upaya untuk mengakselerasi penerapan UU Cipta Kerja, serta menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU/U-XVIII/2020, Pemerintah melalui Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja terus membuka ruang diskusi dengan seluruh pihak, guna mewujudkan partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation).

 

Kegiatan sosialisasi dan serap aspirasi juga dilakukan dengan melibatkan akademisi melalui Focus Group Discussion (FGD), seperti yang diadakan pada Rabu (29/6), di DoubleTree Hotel by Hilton, Surabaya.

 

Kegiatan yang dilakukan secara hybrid (luring dan daring) ini, dihadiri oleh lebih dari 50 peserta yang merupakan dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari sejumlah kampus di Surabaya, yakni Universitas Airlangga, Universitas Surabaya, Universitas Bhayangkara, dan Universitas Narotama.

 

Saat membuka kegiatan FGD, Arif Budimanta, Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, menyampaikan bahwa melalui kegiatan ini, Pemerintah ingin mendengarkan pemikiran-pemikiran yang berkembang terkait UU Cipta Kerja dari para dosen dan mahasiswa yang hadir. Ia mengakui bahwa dukungan dan aspirasi dari kalangan akademisi ini sangat diperlukan dalam proses perbaikan pembentukan regulasi.

 

 

"UU Cipta Kerja adalah upaya reformasi yang sangat serius dalam urusan administrasi pemerintahan, misalnya dalam proses perizinan berusaha yang sekarang diarahkan pada perizinan usaha yang berbasis risiko. Hal ini membutuhkan integrasi sistem dan koherensi aturan dari pusat sampai daerah," ujar Arif.

 

Dalam kesempatan tersebut, turut hadir secara virtual Kepala Biro Hukum Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, I Ketut Hadi Priatna yang juga merupakan Ketua Pokja Data dan Informasi Satgas Sosialisasi UU Cipta Kerja. Dalam penjelasan mengenai perkembangan terkini tentang implementasi UU Cipta Kerja, pasca terbitnya putusan MK, Hadi menjelaskan bahwa Pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) pada 16 Juni 2022 lalu.

 

Selain memuat metode omnibus dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, perubahan UU PPP juga memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna.

 

Terkait dengan penyiapan perbaikan UUCK yang diupayakan selesai pada tahun ini, Pemerintah terus mendorong jaring aspirasi, kajian-kajian dan perbaikan teknis pembentukan UUCK.

 

“Semua itu, agar tumpang tindih regulasi perizinan usaha dapat terselesaikan. Jangan biarkan hambatan regulasi ini menjadi bom waktu yang membebani generasi berikutnya yang membuat Indonesia tidak semakin tertinggal bahkan dengan negara-negara di Kawasan Asia,” ujar Hadi.

 

Kegiatan FGD berlangsung dengan interaktif dan intens dari para peserta yang secara langsung dapat mengutarakan saran serta masukan terkait implementasi UU Cipta Kerja dan aturan turunannya kepada Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja.

 

Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Dr. Mohammad Syaiful Aris mengatakan UU Cipta Kerja merupakan solusi untuk mengatasi obesitas regulasi dan tumpang tindih kewenangan yang dapat menghambat tujuan pembangunan hukum. Namun, metode omnibus law yang digunakan juga memunculkan tantangan.

 

 

“Selain dari sisi kualitas substansi aturannya yang harus mampu menerjemahkan bahasa teks dengan konteks pelaksanaan, mekanisme omnibus law yang baru pertama kali dilakukan ini juga harus membuka ruang partisipasi publik yang luas. Terutama bagi mereka yang terdampak, itu harus diberikan kesempatan, agar peraturannya semakin baik," tambah Aris.

 

 

Selain itu, para peserta lain juga menyampaikan berbagai perspektif dan saran dalam forum tersebut. Beberapa isu strategis lain yang mencuat dalam kegiatan FGD dengan akademisi kali ini di antaranya adalah perlunya integrasi Perizinan Daring Terpadu dengan Pendekatan Perizinan Berbasis Risiko (OSS-RBA) dengan sistem informasi terkait lainnya seperti Sistem Informasi Geospasial Tataruang (Gistaru), Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) Amdal Net, dan lain sebagainya.

 

Kemudian juga pemerintah dinilai perlu untuk menyusun kerangka kerja RIA (Regulated Impact Analyis) agar publik dapat mengetahui sejauh mana dampak–dampak positif yang dirasakan sepanjang penerapan UU Cipta Kerja.

 

Lalu terkait ketenagakerjaan, diperlukan adanya satu formula penetapan upah yang lebih berkeadilan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi di masing-masing daerah, serta penyederhanaan administrasi dalam melakukan klaim Jamian Kehilangan Pekerjaan (JKP).

 

Terakhir, isu yang mencuat adalah perlu adanya dukungan sosial bagi pekerja perempuan, khususnya terkait pembinaan karir bagi pekerja perempuan di sektor formal, serta perlindungan melalui jaminan sosial ketenagakerjaan yang kuat bagi pekerja perempuan di sektor informal. (DAF/FFA - Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
1           0           1           0           0