Perjalanan Kewenangan Pembubaran Parpol di Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945

 
bagikan berita ke :

Kamis, 04 April 2024
Di baca 371 kali

Foto: www.antarafoto.com


Perjalanan pesta demokrasi dan kontestasi partai politik (Parpol) di Indonesia pasca kemerdekaan dimulai pada tahun 1955 dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) yang pertama kali dilaksanakan pada era Soekarno, dengan jumlah peserta pemilu sebanyak 39 parpol, 46 kelompok organisasi, 9 kelompok perorangan, dan 6 kelompok pemilih untuk pemilihan anggota parlemen. Sementara itu, pemilihan anggota konstituante tercatat sebanyak 91 parpol dengan 5 partai pemenang suara terbanyak, di antaranya Partai Nasionalis Indonesia, Majelis Sjura Muslimin Indonesia (Partai Masjumi), Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Sjarikat Islam Indonesia (Muksin, p. 779).

 


Foto: Contoh Surat Suara Pemilu Tahun 1955 (mobgenic.com)

 

Dalam sejarah pemilu, dinamika parpol terjadi pada tahun 1955 hingga 1966 di era Orde Lama, di mana Soekarno memberlakukan kebijakan Fusi Parpol yang pertama kalinya pada tahun 1959. Kebijakan ini diimplementasikan dengan diterbitkannya Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 7 Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian Dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-partai, di mana kala itu terdapat banyak ideologi parpol yang berpotensi membahayakan persatuan dan keselamatan negara, nusa dan bangsa serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Melalui kebijakan ini, jumlah parpol dikerucutkan menjadi 10 parpol. Dengan berbagai pro dan kontranya, kebijakan ini pun dilanjutkan pada era Soeharto sejak tahun 1973 melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 dan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1975 yang merampingkan kembali jumlah parpol menjadi tiga, yakni Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sebagai dasar menjalankan amanat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

 

Keberlangsungan Fusi Parpol di masa Orde Baru (Orba) berakhir sejak mundurnya Presiden Soeharto tertanggal 21 Mei 1998 dan ditandai dengan dilakukannya empat kali amandemen konstitusi dengan berbagai perubahan serta dinamika politik atas pemberlakuan UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik yang menjadikan parpol hadir sebagai bagian dari kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dan tulisan yang diakui serta dijamin oleh Negara sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu, pada Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan:

 

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.***)”.

 


Foto: www.rri.co.id

 

Faktanya, kewenangan itu nihil dan mati suri karena absennya parpol yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sejak didirikan. Sementara batu uji MK dalam memutus perkara hanya didasarkan UU dengan UUD NRI Tahun 1945 dan ketentuan pembubaran parpol berada pada hierarki di atas UU, berhakkah MK berpedoman pada Ketetapan MPRS/Ketetapan MPR sebagai landasan berpikir dan berargumentasi hukum.

 

Perjalanan kebijakan Fusi Parpol ataupun pembubaran parpol sejak pemilu diselenggarakan menjadi kewenangan pemerintah. Namun, letak pembedanya terdapat pada eksekutor, di mana sebelum adanya amandemen konstitusi pemerintah berwenang penuh dan absolut melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu demi keutuhan bangsa dan negara. Berbeda setelah dilakukan amandemen, kewenangan pembubaran parpol menjadi kewenangan MK sebagai lembaga negara yang baru di bidang yudikatif. Akan tetapi hingga saat ini masih menjadi perdebatan substantif dalam penerapannya untuk dilakukan pembubaran karena saling kontradiktif dengan persoalan HAM.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aswanto. (2022, September 22). Webinar Hukum Nasional 2022 "Kajian Kritis Terhadap Kewenangan Mahkamah Konstitusi". Jakarta. Diambil kembali dari https://www.youtube.com/live/dodXzBCiGEM?si=Hhi0PzDRUn63D_MH

 

Kompas.com. (2021, November 12). Fusi Partai Politik 1973. Jakarta: Kompas.com.

Diambil kembali dari https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/12/090000079/
fusi-partai-politik-
1973?page=all

 

mobgenic.com. (t.thn.). Foto-Foto Suasana Pemilihan Umum (Pemilu) Indonesia 1955. mobgenic.com. Diambil kembali dari https://www.mobgenic.com/foto-foto- suasana-pemilihan-umum-pemilu-indonesia-1955/

 

Muksin, A. (2018, Desember). PARTAI POLITIK DAN SISTIM DEMOKRASI DI INDONESIA. Populis: Jurnal Sosial dan Humaniora, 3(6), 779. doi:http://dx.doi.org/10.47313/pjsh.v3i2.476

 

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

 

Wikipedia.id. (t.thn.). Pemilihan Umum legislatif Indonesia 1997. Diambil kembali dari Wikipedia Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum
_legislatif_Indonesia_1997

 


 

Penulis          : Muhammad Isa Abdillah

Profesi           : -

Instansi         : Biro Hukum dan Pengaduan Masyarakat, Sekretariat Jenderal DPR RI

 

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
3           0           0           0           0