Bahas Forestry Eight di Tapaksiring

 
bagikan berita ke :

Jumat, 31 Agustus 2007
Di baca 963 kali

Menurut Dino, Forestry Eight adalah diplomasi global untuk menciptakan suatu kerjasama menanggulangi pemanasan global. "Negara yang memiliki hutan hujan tropis memiliki peranan sangat strategis, karena sekitar 25 persen dari emisi global berasal dari negara-negara yang memiliki hutan karena deforestrasi, illegal logging, kebakaran hutan dan sebagainya. Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan hujan tropis di dunia merasa terpanggil untuk melakukan suatu inisiatif, yaitu mengadakan suatu pertemuan antara negara-negara hutan hujan tropis pada bulan September di New York," kata Dino kepada wartawan usai pertemuan.

"Ini yang sedang kita jajaki. Karena kalau kita berhasil melakukannya, akan menjadi bagian penting dari upaya masyarakat internasional untuk mencapai konsensus mengeneai global warming yang nantinya kita harapkan dibahas di Bali bulan Desember.Tapi intinya, kita ingin negara-negara hutan hujan tropis mempunyai kepemilikan penuh terhadap masalah hutan di wilayah mereka sendiri. Dewasa ini kita melihat inisiatif-inisiatif mengenai hutan banyak datang dari negara non hutan tropis. Dari negara-negara maju yang tidak punya hutan. Ada sesuatu yang salah dari situasi ini, dan Presiden memutuskan membalik situasi ini, yaitu bahwa inisiatif mengenai reforestrasi dan konservasi hutan itu harus datang dari negara-negara hutan hujan tropis sendiri dan tidak dari luar, meskipun kita akan bekerjasama erat dengan negara-negara industri maju itu," jelas Dino.

"Negara-negara yang akan kita prioritaskan, yaitu negara-negara yang berada 10 derajat di utara Khatulistiwa dan 10 derajat di selatan Khatulistiwa. Ini secara fisik adalah negara-negara yang mempunyai hutan hujan tropis. Tentu kita masuk di dalamnya, dan kita bisa lihat di peta dunia, ada Malaysia, Papua Nugini, negara-negara Afrika seperti Kongo serta Brazil. Nanti akan diumumkan secara resmi nama-nama negara yang akan diundang dalam inisiatif ini,"lanjut Dino.

"Dubes kita di New York telah melakukan koordinasi dan konsultasi mengenai hal ini, dan Insya Allah ini akan menjadi salah satu inisiatif Indonesia yang orisinil dan mudah-mudahan bisa mendapat menyumbang bagi upaya bersama untuk mencapai konsensus bersama global warming," jelasnya.

Dikatakan Dino, masalah carbon credit juga penting, dimana negara-negara hujan hujan tropis kalau mereka melakukan reforestrasi dan konservasi dapat memanfaatkan dana carbon credit yang tersedia, terutama dari negara-negara industri maju agar ada keseimbangan antara konservasi lingkungan dan juga kepentingan pertumbuhan ekonomi dan industri negara-negara hutan hujan tropis termasuk Indonesia sendiri.

Protocol Kyoto, menurut Dino, kelemahannya mengenai konservasi hutan. Kebanyakan fokusnya adalah pada pengurangan emisi yang juga hanya 5 persen global dari industri. "Dalam pasca Kyoto, yang kita inginkan adalah suatu kerangka kerjasama internasional yang komprehensif yang mencakup pengaturan emisi dari industri, tapi juga dari hutan. Makanya negara-negara hutan hujan tropis bisa memainkan peranan penting," kata Dino Patti Djalal.

 

Sumber:
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/08/31/2195.html

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0