Indonesia Perlu Siapkan Kemandirian Bangsa Hadapi Era Global

 
bagikan berita ke :

Rabu, 03 Desember 2008
Di baca 9509 kali

Indonesia diharapkan tidak lagi hanya mengandalkan luas wilayah, kekayaan alam, dan jumlah penduduk, namun sekarang sudah mulai mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi tantangan era global. Hal ini diungkapkan oleh Staf Ahli Mensesneg H. Dadan Wildan dalam seminar nasional dalam rangka memperingati Seratus Tahun Kebangkitan Nasional di kompleks Kampus Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (20/10).
Seminar yang merupakan hasil kerjasama antara Sekretariat Negara dengan Universita Mulawarman ini menghadirkan tiga pembicara, yaitu Staf Ahli Mensesneg H. Dadan Wildan, Gubernur Terpilih Provinsi Kalimantan Timur H. Awan Farouk Ishak, dan Pengamat Politik Indria Samego. Bertindak sebagai moderator adalah Dosen Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Adri Patton.

Selain dihadiri oleh ratusan mahasiswa dan masyarakat, seminar ini juga dihadiri oleh sejumlah pejabat Sekretariat Negara, antara lain, para Staf Ahli Mensesneg, Kepala Biro Tata Usaha Sugiri, Kepala Biro Organisasi dan Humas Djadjuk Natsir.

Lebih lanjut, seminar ini juga mempertanyakan relevansi semangat kebangsaan dengan globalisasi, apakah patut dipertahankan atau sebaliknya. Menurut Dadan Wildan, esensi paham kebangsaan samasekali tidak berubah dalam menghadapi tantangan perubahan zaman. Esensinya tetap pada berjuang membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, menegakkan hukum, dan membangun ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu, negara-negara berkembang seperti Indonesia perlu untuk membangun strategi yang tepat dan kerjasama yang erat dengan negara-negara lainnya.

Indonesia juga akan dituntut memiliki kemandirian bangsa yang dapat bertahan dalam menghadapi kompetisi global. Kemandirian di sini tidak diartikan sebagai benar-benar mandiri dalam segala bidang karena tidak ada satu bangsa pun dapat melakukan hal itu. Kemandirian justru diartikan sebagai kemampuan memegang peran dominan dalam kondisi interdependensi dengan bangsa lain. Untuk mencapai kondisi seperti itu, Indonesia perlu memiliki daya saing yang tinggi dan mampu menumbuhkembangkan akses ke globalisasi.

Staf Ahli Mensesneg Dadan Wildan menegaskan bahwa bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu menempatkan dirinya sejajar dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Karenanya, kemajuan ekonomi dan kemampuan berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan dan kemandirian.

Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan misi pembangunan nasional dalam upaya memperkuat kemandirian bangsa lewat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Diharapkan dengan telah ditetapkannya misi pembangunan nasional tersebut, bangsa Indonesia dapat semakin memperkokoh nasionalisme di tengah-tengah era globalisasi.

Profesor Riset bidang Perbandingan Politik dan Pemikiran Pembangunan LIPI, Indria Samego, membidik peranan pemuda dalam membangun rasa nasionalisme. Indria Samego mengkhawatirkan adanya gejala generasi muda sekarang lebih mendewakan kebendaan (hedonistis materialistis) ketimbang memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak. Istilah “generasi MTV” sepertinya lebih melekat pada para pemuda sekarang ketimbang “generasi muda harapan bangsa”.

Indria Samego mengingatkan bahwa masyarakat tidak boleh memandang enteng gejala sebagian generasi muda Indonesia yang sudah terpengaruh nilai-nilai kosmopolitanisme. Namun juga sebaliknya, masyarakat tidak boleh terlalu menggeneralisasi bahwa semua kalangan muda tidak peduli dengan cita-cita para pendiri bangsa ini.

Kaum muda memiliki jiwa yang berbeda dengan generasi yang di atasnya yang lebih konservatif. Kaum muda cenderung untuk menentang kemapanan dan selalu melakukan pembaharuan. Melihat karakter tersebut, Indria Samego mengusulkan beberapa hal untuk meningkatkan profesionalitas kaum muda, antara lain, adanya teladan dari para pendahulu bagi kaum muda, peraturan perundang-undangan yang sungguh-sungguh dijadikan pegangan bagi semua pihak, pengembangan secara insentif dan disinsentif dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara pun diharapkan dapat memfasilitasi kaum muda dalam mengekspresikan kreasinya baik di dalam maupun luar negeri.

Indria Samego mengkritik pengaruh budaya popular yang saat ini tengah menghinggapi masyarakat Indonesia. Budaya itu menyebabkan prestasi di bidang yang tidak mendukung langsung manfaat ekonomis hanya dihargai ala kadarnya. Sebaliknya, prestasi yang mendukung manfaat ekonomis, seperti hiburan, dihargai berlebihan yang akhirnya memunculkan budaya serba instan.(REDAKSI)


Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
13           33           12           10           16