Jaring Aspirasi Serikat Pekerja di Batam, Satgas Percepatan Sosialisasi UU CK Gelar FGD untuk Penyempurnaan Omnibus Law

 
bagikan berita ke :

Sabtu, 17 September 2022
Di baca 1170 kali

Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja menyelenggarakan Forum Grup Discussion (FGD) dengan sejumlah stakeholders dalam rangka penyempurnaan dan monitoring implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) beserta aturan turunannya. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk mengakselerasi penerapan UU Cipta Kerja, serta menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU/U-XVIII/2020, guna mewujudkan partisipasi masyarakat yang lebih bermakna (meaningful participation).

Dalam kegiatan FGD yang digelar di Hotel Best Western Premier Panbil, Batam, Kepulauan Riau pada Jumat (16/9), Satgas Percepatan Sosialisasi UU CK mengajak sejumlah stakeholders, utamanya dari kalangan buruh dan pekerja untuk turut memberikan saran dan masukan yang bermanfaat demi perbaikan aturan UU CK, khususnya pada klaster ketenagakerjaan.

Saat membuka forum, Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU CK, Arif Budimanta yang hadir secara daring mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan upaya untuk membangun kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah serta seluruh stakeholders untuk dapat mendengarkan pemikiran-pemikiran yang berkembang terkait UU Cipta Kerja dari para perwakilan pekerja yang hadir.

"Di forum ini, kita harapkan bisa bertukar informasi, bertukar pikiran, kalau memang ada problematika silakan disampaikan. Kami terbuka dengan berbagai kontribusi pemikiran, kritik dan alternatif solusi dalam forum ini demi perbaikan implementasi UU CK," kata Arif

Kepala Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul memaparkan sesuai amar Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan secara formil bahwa UU CK inkonstitusional, maka Pemerintah dan DPR harus melakukan langkah perbaikan. Hal ini telah dimulai dengan merevisi terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) yang telah diubah menjadi UU Nomor 13 Tahun 2022 sebagaimana diamanatkan dalam pertimbangan Hakim MK pada Putusan MK.


Lebih lanjut, Inosentius menjelaskan bahwa, MK memberikan waktu dua tahun kepada Pemerintah untuk memperbaiki UU CK ini agar tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Setelah metode omnibus diadopsi dalam revisi UU PPP, kemudian yang harus dilakukan ialah mendengarkan masukan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR,” lanjutnya.

Inosentius mengatakan bahwa dalam Putusan MK ada hal yang penting yang perlu digarisbawahi, yakni berkaitan dengan meaningful participation. Artinya, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu melibatkan masyarakat. Hal ini berlaku kepada semua pembentukan peraturan perundang-undangan hingga ke level daerah.

“Dalam proses membahas itu Pemerintah dan DPR perlu mendengarkan masukan dari berbagai pihak. Baik masukan yg bersifat pro maupun kontra. Karena ada mekanisme demokrasi dalam menentukan kebijakan,” tutur Inosentius.

Senada, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Koordinasi Data dan Informasi Satgas UUCK, I Ktut Hadi Priatna mengatakan pemerintah membuka pintu yang lebar dalam melakukan konsultasi publik untuk memperbaiki UU CK yang diharapkan menjadi sebuah tonggak reformasi dan terobosan yang akan bermanfaat bagi anak cucu kita ke depannya.

Ia menambahkan bahwa UU CK ini hadir untuk melakukan perubahan aturan-aturan yang tumpang tindih, terutama yang menjadi penghambat pertumbuhan sektor ekonomi, baik secara nasional, maupun di Batam yang menjadi pintu Indonesia dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

“Tentunya kami dengan senang hati mendengar masukan Bapak dan Ibu yang hadir di sini, sebagaimana arahan Bapak Presiden yang mengamanatkan untuk selalu mendengarkan masukan dari publik,” kata Ktut.

Sementara itu, Kabag Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Agatha Widianawati menerangkan dalam UU CK klaster ketenagakerjaan ada beberapa aspek yang diatur dan menjadi target Pemerintah dan DPR. Di antaranya mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya, pengupahan, dan PHK. Selain itu, dibahas juga waktu kerja dan waktu istirahat, tenaga kerja asing dan jaminan sosial.

“Teman-teman serikat pekerja, dalam UU CK ini ruang dialog tidak diubah. Ruang ini dibangun untuk teman-teman pekerja dapat berdialog dengan pengusaha atau perusahaan dan organisasi pekerja,” sambung Agatha.

Sekitar 50 orang turut hadir dalam diskusi tersebut di antaranya perwakilan dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batam, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Batam, Gerakan Ekonomi Kreatif Kota Batam, Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Batam, GKDO (Gabungan Komunitas Driver Online) Batam, Dewan Pengupahan Provinsi Kepulauan Riau, serta kalangan akademisi dari Universitas Batam dan Universitas Batam dan Universitas Internasional Batam.

Kegiatan berjalan dengan interaktif, hal ini terlihat dari banyaknya aspirasi yang disampaikan oleh peserta FGD kepada para narasumber mengenai klaster ketenagakerjaan dalam UU CK.

Salah satu masukan yang muncul adalah dorongan kepada Pemerintah agar memasukkan klausul tentang pekerja yang bergerak di bidang transportasi daring sebagai driver ojek online (ojol) dalam kerangka UU CK. Hal ini disampaikan oleh Agusril, selaku Ketua Gabungan Komite Driver Online Kota Batam.


"Kepentingan driver ojol ini belum diatur khusus dalam UU CK. Padahal, kami melihat ada setidaknya empat aturan terkait sektor perhubungan yang dimasukkan dalam omnibus law UU CK. Padahal ruang pekerja transportasi online ada di perhubungan namun belum diatur secara spesifik dalam UUCK," kata Agusril.

Selain itu, isu pekerja disabilitas juga turut mengemuka dalam forum. Fahrizal, Sekretaris Perkumpulan Disabilitas Nasional Provinsi Kepulauan Riau mengatakan kaum disabilitas juga memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk bekerja dan beraktivitas.

"Saya berharap melalui UU CK ini kaum disabilitas dapat difasilitasi oleh Pemerintah baik dari segi akses pekerjaan maupun pengembangan SDM sehingga mereka dapat menjadi kaum yang mandiri, profesional dan menjadi tenaga kerja yang baik demi Indonesua yang lebih baik," ujarnya.

Menanggapi aspirasi dari para peserta, Tim Satgas Percepatan Sosialisasi UU CK menyampaikan apresiasi terhadap aspirasi dan kontribusi yang telah diberikan oleh para peserta. Semangat partisipasi bermakna inilah yang diharapkan Pemerintah dapat menjadi perbaikan aturan UU CK dan turunannya. Aspirasi akan dicatat untuk menjadi bahan tindak lanjut dan dicarikan solusi yang konkret. (DAF/REF-Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
1           0           2           1           1