Keberagaman Masyarakat Berdampak Positif pada Komunitas Global

 
bagikan berita ke :

Kamis, 01 Oktober 2009
Di baca 779 kali

Boston, AS: Benturan peradaban yang dikemukakan oleh Samuel Huntington merupakan hal yang kontraproduktif, karena semakin banyak orang mendengarnya, mereka akan menganggap hal tersebut sebagai realita. Hal itu dikemukakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya yang berjudul Menuju Harmoni dalam Peradaban, hari Selasa (29/9) malam waktu setempat atau Rabu (30/9) malam WIB, di John F. Kennedy School of Government, Harvard University.

Pada public lecture yang dihadiri antara lain dekan, mahasiswa JFK School of Government, dan undangan terbatas ini, Presiden SBY menyatakan, keragaman masyarakat dan kebebasan beragama berdampak positif pada komunitas global. “Adalah naïf untuk berharap dunia akan bebas dari konflik dan kebencian. Tapi saya percaya kita bisa mengubahnya secara fundamental dan mengembangkannya sejalan dengan bagaimana peradaban, agama, dan budaya berinteraksi,” ujar Presiden. “Ini bukan utopia. Ini adalah visi yang pragmatis. Saya melihatnya berhasil dilakukan di Indonesia, dan juga di banyak negara. Pertanyaannya adalah apakah kita bisa merealisasikannya pada tingkat dunia?” tambahnya. Presiden pun mengutip ucapan Robert F. Kennedy seperti yang diucapkan George Bernard Shaw, “Saya bermimpi tentang sesuatu yang tidak pernah ada, dan bertanya, kenapa tidak?”

Presiden SBY memaparkan 9 hal penting yang harus ada untuk mencapai harmoni dalam peradaban. “Pertama, abad 21 harus menjadi abad soft power Pengalaman mengajarkan saya bahwa soft power merupakan senjata efektif dalam mengatasi konflik. Tanyakan pada rakyat Aceh di Indonesia”, ujar Presiden.

Kemudian Presiden menjelaskan faktor lainnya yaitu mengintensifkan proses dialog dan menjangkau apa yang tengah berkembang di masyarakat, pentingnya mencari solusi untuk memusnahkan konflik sosial yang telah membawa kebencian terutama antara Barat dan Islam, memperkuat kemoderatan dalam masyarakat, multikulturalisme dan toleransi, menjadikan globalisasi berguna bagi semua, mereformasi pemerintahan global, pendidikan, dan adanya nurani dunia. Pada point terakhir, Presiden mencontohkan bagaimana saat terjadi tsunami di Aceh dan Nias tahun 2004 yang menelan ratusan ribu jiwa dalam hitungan menit. “Dunia bersatu dan memberikan uluran tangan tanpa melihat perbedaan yang ada,” jelasnya.

Di acara yang dihadiri sekitar 500 orang ini Presiden SBY mendapat standing ovation atas pidatonya yang berdurasi 30 menit. Di universitas peringkat satu dunia ini, duduk Kapten Agus Harimurti Yudhoyono sebagai salah satu mahasiswa. Putra sulung Presiden SBY ini mendapat beasiswa untuk program master of public administration di John F Kennedy School of Government.




Sumber:
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2009/09/30/4697.html

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0