Pemutusan Kontrak Newmont Tunggu Sidang Kabinet

 
bagikan berita ke :

Kamis, 21 Februari 2008
Di baca 902 kali

Sebelumnya, pemerintah memastikan menjatuhkan status default kepada Newmont karena dinilai gagal memenuhi kewajiban divestasi saham sebesar 10 persen kepada pemerintah dan pihak yang ditunjuk pemerintah. Jika sampai 22 Februari kesepakatan belum diselesaikan, kata Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Simon Sembiring, kontrak karya Newmont akan diputus.

Newmont diwajibkan melakukan divestasi sebesar tiga persen pada 2006 dan tujuh persen pada 2007. Pemerintah Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat dan Sumbawa telah menyatakan bersedia membeli saham perusahaan tambang itu. Namun, hingga proses divestasi saham belum terlaksana.

Purnomo menjelaskan, sidang kabinet tersebut akan mengkaji seperti apa masalah riil yang terjadi di lapangan sehingga proses divestasi molor dari batas waktu. Sidang kabinet juga akan mengkaji bagaimana kemungkinan dampak sosial dan politik yang akan timbul dari sejumlah opsi keputusan yang tersedia.

Hasil verifikasi yang didapat Tim Pencari Fakta, kata dia, pekan ini diharapkan dapat memberi masukan kepada sidang kabinet. "Tim ini untuk cari tahu masalah divestasi dimana, pada pemerintah daerah atau Newmont,” katanya.

Purnomo mengungkapkan, batas waktu penyelesaian divestasi Newmont ini seperti yang tertulis dalam kontrak karya tetap 180 hari, yakni 22 Februari. "Tanggal 22 sebagai batas lalai," katanya.

Menurut dia, masa peringatan dengan batas waktu maksimal 180 hari itu tidak otomatis tewujud dalam terminasi yang diputuskan menteri.

Anggota Komisi Energi Ade Daud Nasution menyangsikan apakah pemerintah berani menyatakan default pada Newmont. "Apakah pemerintah bisa berani, paling banter hanya seperti pada kasus ExxonMobil," katanya.

Anggota komisi lainnya, Effendi Simbolon malah mendorong Purnomo berani memutuskan default terhadap Newmont. "Ini kan keputusan Menteri Energi tidak perlu cengeng minta sidang kabinet memutuskan," ucapnya.

Effendi juga mempertanyakan serumit apa masalah ini sehingga butuh keputusan Presiden. "Tandatangan presiden dan wakil presiden tidak akan mengubah apa-apa. Toh di kontrak karya tidak menyebutkan keputusan harus lewat sidang kabinet," katanya.

Sedangkan Tjatur Sapto Edy menilai pemerintah tidak perlu takut dalam melakukan terminasi. "Kita tidak usah takut. Beda dengan Nike yang mau hengkang, tapi ini kasus dimana sumber daya mineralnya ada di Indonesia," tuturnya.

 

Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/02/21/brk,20080221-117873,id.html

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0