Pengarahan Presiden RI kepada Jajaran Ditjen Pajak dan Bea Cukai, 21 Juli 2010

 
bagikan berita ke :

Rabu, 21 Juli 2010
Di baca 784 kali

PENGARAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 KEPADA JAJARAN DITJEN PAJAK DAN DITJEN BEA DAN CUKAI,

 KEMENTERIAN KEUANGAN, PADA TANGGAL 21 JULI 2010

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati Saudara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan para Menteri serta Anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, para pimpinan dijajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, baik di pusat maupun  daerah.

 

Para hadirin yang saya hormati,

 

Marilah sekali lagi Saudara-saudara dalam acara yang penting ini, kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan ridho-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan tugas dan pengabdian bersama kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara.

 

Saya sesungguhnya telah mempersiapkan naskah sambutan yang cukup komprehensif untuk Saudara ketahui dan manakala itu menyangkut instruksi saya untuk Saudara jalankan. Saya berharap Sekretaris Kabinet bisa mendistribusikan arahan saya ini kepada para pimpinan dan petugas utama di jajaran kedua Direktorat Jenderal yang penting ini. Yang ingin saya sampaikan, melengkapi arahan yang saya tulis itu, adalah penekanan-penekanan saya terhadap hal-hal yang mengemuka dan penting. Sebenarnya dulu, ketika Menteri Keuangan masih dijabat oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati, Bu Ani sampaikan kepada saya ada baiknya kalau saya bisa bertemu dengan para pimpinan di jajaran Direktorat Jenderal Pajak, menyusul kejadian yang memprihatinkan yang terjadi di lingkungan Saudara. Jawaban saya waktu itu, "Bu Ani lebih baik dikonsolidasikan dulu, saya kurang tepat untuk ketemu, karena waktu itu saya masih sangat kecewa. Lebih baik nanti bertemu di suatu saat, ketika saya sudah bisa menata emosi saya dan kemudian sudah ada langkah-langkah yang baik, yang kongkrit, dan yang nyata, yang dilakukan oleh jajaran Direktorat Jenderal Pajak, dan tentu berlaku pula untuk jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

Oleh karena itu setelah cukup waktunya dan Menteri Keuangan yang baru, Sdr. Agus Martowardoyo menyampaikan lagi kepada saya untuk bisa bertemu. Saya sampaikan baik, kalau begitu, segera acarakan, pertemuan saya dengan para pimpinan dan petugas pajak yang tugasnya  sangat penting itu.  

 

Saudara-saudara,

 

Terus terang hari ini, hati dan perasaan saya bercabang. Di satu sisi saya senang, bersyukur, di sisi yang lain saya masih kecewa dan prihatin. Mengapa saya bersyukur dan senang?, karena tahun demi tahun penerimaan negara dari pajak dan bea cukai terus meningkat dengan jumlah yang sangat signifikan. Ini dicerminkan pula oleh besaran penerimaan negara sejak tahun 2005 sampai 2009. APBN 2004 misalnya, total ditambah defisit sekitar 1%, itu kurang dari 500 triliun. APBN kita pada tahun 2009 sudah melampaui angka 1.000 triliun, dua kali lipat lebih dan kita tahu bahwa sekitar 70% itu dikontribusikan oleh penerimaan negara dari pajak dan bea dan cukai. Itu fakta, itu contoh kongkrit yang tentu kita bersyukur dan senang. Saya juga senang dan berterimakasih karena reformasi perpajakan dan reformasi kepabeanan meskipun belum rampung, telah menunjukkan hasil yang nyata. Output-nya meningkat, kinerjanya meningkat. Dan melengkapi rasa senang saya sebagaimana Menteri Keuangan sampaikan tadi, tidak sedikit jumlahnya para pimpinan dan petugas pajak dan bea dan cukai yang memiliki prestasi yang baik.

 

Diam-diam, sering luput dari pengamatan ada pahlawan-pahlawan di dunia perpajakan dan kepabeanan. Namun saya juga harus dengan bahasa terang menyampaikan rasa kecewa saya, karena masih saja terjadi korupsi di lingkungan Saudara, yang dilakukan oleh oknum petugas pajak. Masih ada petugas pajak yang kejahatannya itu luar biasa, tidak pernah terbayangkan. Kreatif, tapi kreatifitas yang keliru. Jadi kalau ada yang mengatakan :" Pak Presiden, di lingkungan pajak sekarang terjadi demoralisasi, terjadi demotivasi, karena barangkali dihujat oleh masyarakat, diangkat terus oleh pers, oleh NGO, maka patutlah kita dan saudara berintrospeksi". Demoralisasi, demotivasi adalah sumbernya, biang keladinya, karena perilaku dari sejumlah oknum yang mencoreng nama baik Direktorat Jenderal Pajak dan dalam kasus-kasus tertentu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

 

Saudara masih ingat, semingggu setelah saya menjadi Presiden, pada bulan Oktober tahun 2004, hampir  6 (enam) tahun yang lalu, yang pertama-tama saya kunjungi ada 4 (empat) instansi. Satu, Direktorat Jenderal Pajak; kedua, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; ketiga, Kejaksaan Agung; dan keempat, Kepolisian Negara Republik Indonesia. Saya tahu, 4 (empat) institusi ini memegang peran dan tugas yang mulia dan penting untuk negara. Tapi saya juga tahu, wilayah-wilayah itu rawan godaan dan perilaku yang menyimpang, bukan lembaganya bukan core-nya, tetapi orang seorang.

 

Oleh karena itu, saya berpesan enam tahun yang lalu lakukan reformasi, tingkatkan kinerja, hentikan perilaku-perilaku yang buruk. Enam tahun berlalu, sebagian telah berubah, tapi sebagian tidak berubah, dan inilah yang tentu menjadi keprihatinan kita Saudara-saudara. Tadi Menteri Keuangan meminta agar saya memberikan kepercayaan kepada jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan juga saya diminta untuk memberikan dukungan terhadap Reformasi Tahap II yang sedang dilaksanakan. Jawaban saya, respon saya, kepercayaan saya akan cepat pulih jika seluruh jajaran kedua Direktorat Jenderal ini benar-benar menunjukkan integritas, kapasitas, dan kinerja yang baik. Makin cepat ditunjukkan itu, makin cepat pula kepercayaan saya, my trust on you, You itu semua, bukan hanya yang hadir di sini, itu pulih kembali. Terhadap reformasi, saya selalu mendukung, setiap upaya perbaikan dan peningkatan kinerja, setiap langkah reformasi. Jadi, kalau saja saudara-saudara telah memiliki agenda prioritas program aksi dalam Reformasi tahap II ini, jalankan dengan benar, dan kemudian lakukan evaluasi untuk melihat hasil konkretnya. 

 

Saudara-saudara,

 

Diberbagai kesempatan saya mengatakan betapa pentingnya pajak dan bea dan cukai ini. Saya ingin pada kesempatan yang baik ini menggarisbawahi kembali bahwa pajak dan bea dan cukai itu bisa dilihat dari perspektif atau sudut moral dan keadilan. Yang kedua, dari perspektif atau sudut penerimaan negara untuk pembiayaan pembangunan dan jalannya pemerintahan umum. Aspek moral dan keadilan, saya tidak perlu berpanjang lebar, setiap kali saya melakukan perjalanan di Jakarta, di kota-kota lain di seluruh tanah air,  karena  Presiden tentu harus sering bertemu rakyat, melakukan inspeksi, memastikan pembangunan di seluruh tanah air berjalan dengan baik, maka saya melihat apa yang ada di negeri kita ini. Banyak billboard besar bertuliskan "Orang Bijak Bayar Pajak", itu dari wajib pajaknya, berlaku pula tentunya bagi petugas pajak. Petugas pajak yang bijak, ya, petugas pajak yang mengelola urusan perpajakan dengan baik dan benar. That's morality. Ada yang mengatakan pajak itu menunjukkan peradaban, visualisation. Dalam negara demokrasi, dalam negara hukum, dalam negara keadilan, pajak berlangsung dengan baik. Namanya adil karena orang yang berlebih dan orang yang mampu mengeluarkan sebagian dari penghasilannya  diserahkan kepada negara, diserahkan kepada pemerintah yang dalam kelanjutannya oleh pemerintah dialirkan untuk membantu mereka yang tidak mampu, apakah dalam bentuk pendidikan, kesehatan, pengurangan kemiskinan, pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, menjaga keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum dan sebagainya. Ini kontrak keadilan, sebetulnya. Yang mencederai kontrak itu merusak keadilan. Harus kita lihat utuh : negara, masyarakat, yang kedua, petugas pajak dan wajib pajak sebagai derivasi. Mari kita renungkan dan camkan kembali makna dari sisi moral dan keadilan dari pajak ini.

 

Aspek atau perspektif yang kedua adalah dari segi penerimaan negara. Dalam negara modern dimanapun, pajak adalah sumber utama penerimaan negara. Jumlahnya rata-rata di seluruh dunia sekitar 70%, ada yang lebih, ada yang kurang. Penerimaan non pajak, sisanya. Untuk Indonesia sendiri Saudara-saudara, kita menyadari untuk membangun negeri ini, meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berjumlah 240 juta kurang lebih untuk terus mengurangi kemiskinan yang ada di negeri ini, untuk membangun infrastruktur dasar di seluruh tanah air diperlukan sumber pembiayaan yang makin besar, untuk pembelanjaan, untuk spending, untuk  expenditing. Dari aspek penerimaan negara juga, adalah menjadi tekad pemerintah, tekad saya sebagai Presiden, apa yang kita lakukan membikin APBN kita makin sehat, makin sustain, akan terus kita lanjutkan dan  tingkatkan. Apa yang saya maksudkan dengan APBN yang makin sehat. APBN makin sehat kalau kita bisa mengurangi dan suatu saat meniadakan defisit anggaran yang tidak diperlukan. Dalam keadaan krisis semua bangsa di dunia biasanya memberikan crytical stimulus. Oleh karena itu defisitnya meningkat. Tapi ketika cycle-nya sudah lewat, keadaan menjadi normal, maka yang paling baik, paling tidak menurut pengalaman Indonesia, kita menuju budget yang berimbang, balance budget. APBN yang sehat juga ditandai oleh komponen pinjaman yang makin rasional,  yang makin kecil rasional dibandingkan dengan GDP kita. Makin kecil dalam arti bunga pinjaman yang harus kita bayar tiap tahunnya, prosentasenya terus mengecil dari seluruh komponen APBN kita. Apa yang telah kita lakukan akan terus kita tingkatkan mengurangi komponen pinjaman luar negeri. Ini mendasar.  Semua itu bisa diwujudkan, defisit makin kecil, komponen hutang luar negeri makin kecil, dan tentu berlaku juga untuk hutang dalam negeri, makin rasional dan presentase pinjaman bunga, pinjaman juga makin kecil. Itu semua bisa dicapai kalau penerimaan negara meningkat. 

 

Disitu konteks utuh, pertama, penerimaan negara dari pajak dan bea dan cukai, itu menjadi back bone, menjadi pilar utama dalam pembiayaan pembangunan dan jalannya pemerintahan umum. Maka saya katakan pahlawan. Oleh karena itu bagi yang lalai, melakukan kejahatan, dari area pahlawan menjadi penjahat, menjadi pengkhianat, cepat sekali berubah. 

 

Saudara-saudara,

 

Saya ingin menggunakan kesempatan yang baik ini pula APBN kita yang meskipun sekarang jumlahnya sudah berlipat dua kali dibandingkan lima tahun yang lalu, Tetapi itu harus kita alokasikan, kita distribusikan secara tepat dan adil. Yang miskin harus makin berkurang, yang sejahtera harus makin meningkat, taraf hidup, kualitas hidup memerlukan pembiayaan. Pemerintah memberikan bantuan langsung selama ini, jumlahnya 70-80 triliun pertahun. Kita perlu sumber pembiayaan untuk itu. Pendidikan dan kesehatan, dengan Skill yang membebaskan orang miskin dari pembiayaan itu, meringankan beban bagi yang lain, memerlukan sumber pembiayaan. Untuk membangun infrastruktur dasar, air bersih, jalan, jembatan, semua memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Membiayai pemerintahan umum supaya aman, supaya kedaulatan kita tegak, militer dan kepolisian perlu biaya. Untuk menegakkan hukum agar keadilan tegak, diperlukan biaya, dan banyak sekali, kegiatan kenegaraan dan pemerintahan yang memerlukan pembiayaan. Kami terus melakukan optimasi, tetapi tetap yang paling penting sumber penerimaan harus makin kokoh dan kuat. Penerimaan yang baik, pajak optimal, adalah penerimaan sesuai dengan potensinya. Pajak yang menguras habis-habisan sumber-sumber yang ada itu bisa kontraproduktif dalam ekonomi bisa muncul, kami sebut dengan gejala crowding out, dan itu tidak kita pilih. Tapi yang memang punya potensi, punya kemampuan dan adilnya bayar pajak, ya, bayar pajak. 

 

Itulah garis, strategi dan kebijakan kita dalam perpajakan. Kita sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2008 tentang Sunset Policy bersama-sama dengan DPR-RI. Alhamdulillah, NPWP orang pribadi sebelum dikeluarkan sunset policy. Itu jumlahnya  8,8 juta, setelah itu meningkat menjadi16,1 juta. Tinggal bagaimana dengan itu semua, penerimaan menjadi makin optimal. Usaha mikro dan kecil kita beri keringanan, pantas dong, usaha mikro dan kecil. Nggak usah besar, dengan policy yang tepat tidak sangat membebani, bayar pajaknya. Jadi jangan kita mencari loop holes dalam undang-undang dan aturan yang ada. Wajib pajak atau petugas pajak, atau kongkalikong diantara dua-duanya mencari  loop holes, mencari celah-celah dari undang-undang peraturan yang berlaku. Itu melukai kita semua, melukai yang sungguh ingin membangun negeri ini, sungguh ingin menghadirkan good governance, sungguh ingin mendapatkan penerimaan negara yang makin besar untuk rakyat kita.

 

Cerita saya ini Saudara-saudara, maka sebagaimana tadi yang diperkenalkan oleh Menteri Keuangan dan banyak lagi petugas-petugas yang memiliki prestasi, dedikasi dan kinerja yang baik, dan saya memberikan hormat kepada beliau-beliau itu, para pimpinan dan petugas pajak. Kalau harus disebutkan, mereka itu adalah pahlawan, maka ya pahlawan moral, pahlawan keadilan, pahlawan ekonomi, pahlawan APBN, luar biasa. Tetapi kalau mereka melakukan kejahatan, yang menjadi penjahat moral, penjahat keadilan, penjahat ekonomi dan penjahat APBN, sekaligus. Saya mengerti Saudara-saudara bahwa tidak ada sesuatu yang ringan di dalam mengemban tugas kita ini. Membangun negara tidak seperti membalik telapak tangan. Mengambil keputusan, menetapkan kebijakan, untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang rumit dan kompleks, dan untuk kepentingan yang lebih besar, kepentingan bersama meskipun tidak semua happy, tidak semua dapat dipuaskan. Persoalan yang kita hadapi sering kompleks, kait-mengait, menabrak undang-undang, carry overthere is no magic formula, tidak ada jalan pintas. Saya tahu, karena saya merasakan, yang tidak menjalankan tidak merasakan, mungkin seperti penonton sepak bola. Mudah sekali menyalahkan, tetapi tidak apa-apa, yang penting kita ambil tanggung jawab secara penuh, kita jalankan, pedomani konstitusi, pedomani undang-undang, bersih hati kita, go on, move on. persoalan masa lalu, permasalahan baru, desentralisasi, dan sebagainya. Tidak ada resep ajaib,

 

Dengan itu semua, saya masih mengingatkan kembali, lingkungan tugas Saudara memang rawan godaan, rawan kejahatan. Godaannya ya, korupsi, yang dilakukan oleh petugas pajak, sebagaimana yang kemarin kebongkar dan ketahuan. Ada juga kejahatan wajib pajak,   secara illegal dengan berbagai akal. Itu juga wilayah tugas Saudara. Nah, kejahatan yang ketiga adalah kejahatan bersama, kongkalikong, bagi untung dari hasil kejahatan. Saya ingatkan rawan. Pilihlah jadi pahlawan, jangan yang sebaliknya. Instruksi saya ada tiga, saya  minta dicatat, oleh Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan, satu, hentikan segala bentuk kejahatan dan penyimpangan sekarang juga. Tidak perlu menunggu sampai reformasi selesai. Sekarang juga. Saya ingin melihat nanti. Yang kedua, terus lakukan reformasi agar kinerja dan capaian Saudara terus meningkat. Yang sudah baik  jaga, dan bahkan tingkatkan lagi.

 

Pelayanan yang cepat, mudah, murah, yang sudah banyak ditunjukkan, jaga dan tingkatkan lagi. Saudara bisa mengubah sejarah mulai sekarang. Yang ketiga untuk Menteri Keuangan, saya berharap Saudara mendukung penuh, membantu penuh, memfasilitasi penuh semua upaya untuk meningkatkan kinerja dari kedua Direktorat Jenderal ini untuk menjalankan reformasi tahap kedua, seraya memberikan pengawasan yang efektif. Tiga itu saja, jalankan dengan baik dan saya akan memantau dari dekat. Kepala UKP4 bantu saya untuk melakukan pemantauan terhadap 3 instruksi ini, ini kontrak kerja Saudara dengan saya, ini pakta integritas antara saudara dengan saya.

 

Akhirnya, bagi yang berprestasi, terimalah terimakasih dan penghargaan saya setinggi-tingginya. Bagi yang masih ingin melakukan penyimpangan untuk memperkaya diri, tinggalkan niat itu. Dan bagi oknum petugas pajak yang terbukti secara hukum melakukan kejahatan tentu harus menjalani sanksi hukum. Inilah keadilan yang harus kita tegakkan. Demikian Saudara-saudara, selamat bertugas, saya mendoakan dan saya akan membantu Saudara agar tetap hasil dalam mengemban tugas-tugas bangsa dan negara. Sampaikan salam saya kepada seluruh petugas pajak dan bea & cukai di seluruh tanah air.

 

Sekian,

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.