Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Terbatas, Jakarta, 10 Maret 2011

 
bagikan berita ke :

Kamis, 10 Maret 2011
Di baca 834 kali

SAMBUTAN PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA

SIDANG KABINET TERBATAS MEMBAHAS

 RUU TENTANG KEAMANAN NASIONAL DAN

RUU TENTANG INTELIJEN NEGARA

DI KANTOR PRESIDEN, JAKARTA

TANGGAL 10 MARET  2011

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Para peserta Sidang Kabinet yang saya cintai.

 

Alhamdulillah, hari ini kita dapat kembali melaksanakan Sidang Kabinet untuk mengagendakan beberapa hal penting. Dalam catatan disini, sesungguhnya cukup banyak materi yang akan dibicarakan dalam Sidang Kabinet hari ini, antara lain, di bidang politik, hukum dan keamanan adalah pembahasan atau presentasi kepada saya tentang Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Nasional dan Rancangan Undang-Undang tentang Intelijen Negara. Dua Undang-undang yang penting tapi harus tetap, sehingga ketika dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan kemudian diundangkan, itu benar-benar menjawab berbagai persoalan di dalam kehidupan bernegara, sekaligus tetap menegakkan demokrasi di negeri tercinta ini.

 

Kemudian di bidang kesejahteraan rakyat, sebenarnya ada sejumlah masalah yaitu rencana pemulangan tenaga kerja Indonesia bermasalah dari Saudi Arabia, kemudian penjelasan, dan kemudian langkah-langkah yang kita lakukan menyangkut susu formula berbakteri dan satu  lagi adalah masih di bidang Kesra adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional. Saya terus mengikuti dan Menteri-menteri terkait juga sudah melapor kepada saya 3 (tiga) hal di bidang Kesra itu dan juga sudah saya berikan Directions. Tetapi saya berpesan tadi, karena Wapres masih berada di luar negeri, demikian jumlah menteri yang relevan dengan permasalahan di bidang Kesra ini, maka ini kita tunda beberapa hari mendatang akan lebih lengkap. Dengan catatan semua dapat dilaksanakan, dijalankan, sebagaimana yang telah saya berikan arahan beberapa saat yang lalu. Sehingga hari ini kita akan fokus kepada mendengarkan presentasi tentang 2 (dua) RUU yang penting, yaitu Keamanan Nasional, yang kedua adalah Intelijen Negara.

  

Saudara-saudara,

 

Sebelum kita masuk kepada agenda utama Sidang Kabinet hari ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan situasi politik akhir-akhir ini dan ini penjelasan saya yang resmi kepada jajaran Kabinet Indonesia Bersatu ke-II termasuk Dewan Pertimbangan Presiden dan semua jajaran yang berada dalam lingkup Kabinet. Dua hal, satu, menyangkut isu yang terus santer diangkat di berbagai media massa, dan bahkan juga mengisi ruang-ruang publik, utamanya di Jakarta, dan juga di beberapa kota atau daerah yang lain. Kemudian, setelah reshuffle, isu yang berkenaan dengan koalisi yang juga terus dibicarakan oleh masyarakat luas, saya memandang perlu untuk memberikan penjelasan kepada Saudara, karena meskipun saya menahan diri untuk tidak merespon apalagi reaksi terhadap isu-isu politik sehari-hari, tetapi dalam perkembangannya sering menyentuh para menteri yang menurut pendapat saya kalau tidak saya jelaskan bisa mengganggu konsentrasi tugas kita, tugas Saudara yang juga tiap hari terus dilakukan. Pertama, menyangkut isu reshuffle, ini sudah berminggu-minggu sebenarnya dan arahnya memang menurut saya ada yang kurang logis, karena pada saat itu Saudara-saudara, seolah-olah saya dipaksa, diharuskan, didikte, untuk segera melaksanakan reshuffle.

 

Dan kemudian apa yang saya dengarkan mengapa lambat, ini sesungguhnya ganjil, karena reshufflereshuffle itu boleh disebut sarana, reshuffle dilakukan manakala ada alasan dan urgency. Pada periode Kabinet Indonesia Bersatu yang pertama dulu, saya melaksanakan 3 (tiga) kali reshuffle, itupun dengan alasan dan ada urgency yang memang harus dilakukan reshuffle itu bukan tujuan, seperti itu.

 

Tetapi mengharuskan presiden harus reshuffle, harus cepat, bahkan dengan jadwal sendiri, tentu sesuatu yang kurang logis, apalagi kalau mengerti sistem pemerintahan Kabinet Presidential, semua tahu bahwa pengangkatan dan pemberhentian menteri atau anggota kabinet itu adalah Prerogatifreshuffle sekali lagi manakala ada alasan, ada urgency, dan memang diperlukan, agar kabinet itu tetap efektif, atau semakin efektif di dalam menjalankan tugas-tugasnya. presiden.  Presiden tentu dapat melakukan

 

Saudara,

 

Saya belum pernah, belum pernah mengatakan bahwa bulan depan akan ada reshuffle, minggu ini akan ada reshuffle, karena arahnya sekarang mengapa tidak segera, apa yang dipikirkan, kenapa lambat, dan seterusnya. Belum pernah. Meskipun saya juga pernah menyampaikan bahwa sangat bisa dilakukan reshuffle manakala sekali lagi, evaluasi yang saya lakukan dibantu oleh Wakil Presiden terhadap kinerja kabinet ini yang rujukannya adalah kontrak kinerja dan pakta integritas. Memang meniscayakan saya untuk melaksanakan reshuffle itu, tetapi sebelum saya mengatakan, yah, saya akan melaksanakan reshuffle, atau ini penataan ulang keanggotaan Kabinet Indonesia Bersatu II, maka tentu tidak bisa setiap jam, setiap acara, setiap talkshow terus menodong agar presiden melaksanakan reshuffle segera.

 

Saudara-saudara,

 

Masih berkaitan dengan reshuffle, sekarang banyak beredar di media massa sejumlah nama yang dikatakan ini nama-nama Menteri yang akan diganti dengan penjelasan mengapa si A diganti, mengapa si B diganti, mengapa si C diganti. Kemudian dimunculkan ya, ini yang layak-layak mengganti. Siapa yang background-nya begini, yang lain background-nya begitu, sehingga itu tepat untuk menjadi menteri ini, menteri itu, dan seterusnya.

 

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Menteri Sekretaris Negara, kemarin, bahwa nama-nama yang beredar itu, baik yang disebut-sebut akan diganti ataupun yang disebut-sebut sebagai calon pengganti, tidak berasal dari saya. Saya pun tidak tahu mereka darimana itu keluar, mengapa ini penting? Di waktu yang lalu hal ini juga terjadi, banyak beredar nama, ini calon Menteri x, ini calon menteri Z, ini calon menteri Y, dan sebagainya yang saya tidak tahu. Ketika beliau-beliau itu yang diramaikan, yang diunggulkan, katakanlah untuk menjadi Menteri-menteri itu, tidak menjadi menteri. Maka sangat tidak senang, bahkan ada yang mengirim sms kepada saya, mengapa mempermainkan saya, mengapa berbohong, mengapa ini dan itu, sesuatu yang sama sekali saya tidak tahu. Saya hanya menginginkan jangan sampai ada apa-apa karena beredarnya nama-nama itu karena memang saya sungguh tidak tahu dan yang jelas nama-nama itu tidak berasal dari saya. Saya meminta kepada masyarakat luas untuk sabar, jernih dan tetap logis, terutama bagi mereka yang terus menggoreng isu reshuffle ini dengan persepsinya sendiri-sendiri. Saya akan melakukan reshuffle manakala itu sungguh diperlukan, tidak perlu harus dipaksa-paksa, harus minggu ini, harus minggu depan, percayalah bahwa semua itu ada tujuan, ada alasan, dan ada aturannya, manakala reshuffle harus saya lakukan.

 

Saya juga mengingatkan kabinet ini bukan tempat giliran, bukan tempat untuk ganti berganti. Marilah kita mendidik diri kita masing-masing. Jadi manakala ada anggota kabinet yang karena satu dan lain hal tidak berlanjut, yaitu karena situasi, bukan karena harus giliran, ini sudah cukup, giliran yang lain, ini sudah saatnya, kita ambil yang lain, tidak begitu, tidak ada di dunia ini, tidak ada sistem pemerintahan yang kabinetnya dibikin semacam tempat giliran, ganti-berganti. Semuanya tentu ada alasan manakala mesti dilakukan pergantian dalam kabinet.

 

Oleh karena itu sebelum ada apapun menyangkut reshuffle ini atau bahasa terangnya sebelum saya misalnya harus melakukan reshuffle, maka saya himbau seluruh menteri tidak terpengaruh oleh isu apapun, jalankan tugas sebaik-baiknya, penuh dengan, berkonsentrasilah atas tugas Saudara-saudara semua.

 

Yang kedua, menyangkut koalisi, saya sedang bekerja untuk penataan kembali koalisi yang ada ini, tentu, pekerjaan yang menyangkut penataan kembali koalisi ini tanpa meninggalkan tugas dan kewajiban saya untuk menjalankan roda pemerintahan yang kita jalankan sekarang ini mengatasi masalah dan tugas-tugas lain.

 

Komunikasi politik telah dan sedang saya lakukan dengan para pimpinan partai-partai politik yang berkoalisi, ganti berganti termasuk pihak-pihak lain yang patut saya ajak berkomunikasi meskipun tidak menjadi bagian dari koalisi. Saya melakukan evaluasi selama satu setengah tahun ini tentang koalisi. Saya juga banyak sekali mendapatkan pandangan, usulan, dan rekomendasi dari berbagai kalangan. Dan saya berkesimpulan memang koalisi ini memang harus dibenahi, harus ditata kembali. Pembenahan dan penataan kembali sesungguhnya tidak luar biasa, kita kembalikan saja kepada apa sih hakekat kita berkoalisi. Ini bagi partai-partai politik yang berkoalisi.  

 

Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno yang menjadi Presiden I kita dalam pidato yang bersejarah yang kemudian dikenal dengan pidato 1 Juni, Pidato lahirnya Pancasila, beliau menyitir Ernest Renan ketika mendefinisikan What is the nation? Apakah bangsa itu? Dari banyak sekali definisi tentang bangsa, Bung Karno menyindir dan setelah itu mengatakan bangsa itu tiada lain adalah kehendak, mereka yang punya kehendak untuk berkoalisi, untuk bersama-sama. Kalau sejak awal punya kehendak, maka the spirit, sikapnya, jiwanya, perilakunya, yang mencerminkan memang berkoalisi. Sama saja ayo kita beroposisi, kehendakyapun oposisi, ya jiwanya, ya sikapnya, ya perilakunya, ya statementnya dan sebagainya memang beroposisi. Kita kembalikan kesitu, Itupun juga melihat apakah the spirit is still alive, bersama-sama berkoalisi, apakah semangat dan kehendak itu tetap ada dan tetap exist. Saya membawa copy dari kesepakatan partai-partai politik yang bergabung dalam koalisi dengan Presiden Republik Indonesia, sekali lagi sebagai Presiden Republik Indonesia tentang code of conduct atau Tata Etika Pemerintahan Republik Indonesia 2009 - 2014. Karena ini dalam kapasitas saya sebagai Presiden maka bersama ini juga tidak keliru kalau saya harus sampaikan juga dalam posisi saya sebagai presiden yang menandatangani kesepakatan koalisi ini.

 

Saya hanya akan membacakan alinea pertama saja, yang tentu sangat penting dan mendasari dari semua kesepakatan koalisi, mendasari apa yang dilakukan oleh jajaran koalisi. Bunyinya begini, pada hari ini Kamis, tanggal 15 Oktober 2009, kami pimpinan partai politik telah bersepakat untuk berkoalisi, bukan untuk masing-masing, bukan untuk beroposisi, dan mendukung penuh suksesnya pemerintahan SBY-Budiono 2009-2014, baik di bidang Eksekutif maupun dalam bidang Legislatif. Kemudian ada 11 butir, sehingga tugas saya sesungguhnya tidak sangat berat untuk melakukan pembenahan dan penataan kembali koalisi ini. Karena saya hanya ingin mengembalikan kepada, sekali lagi, kehendak dulu, semangatnya, komitmennya dan jiwanya, ya artinya tercermin dalam kebersamaan diantara koalisi, sekali lagi, dalam bidang eksekutif dan bidang legislatif untuk mendukung penuh suksesnya pemerintahan yang saya pimpin ini.

 

Saudara-saudara,

Apa yang saya kerjakan ini memang juga tidak ada keharusan rampung dalam satu minggu. Saya menerima banyak sekali apa namanya, desakan-desakan, segera, segera, segera. Ini beda, manakala ada krisis bencana alam, jam itupun kita melakukan sesuatu. Ada krisis yang berat misalnya, ada ancaman musuh, segera, ini kabinet masih ada. Politik masih berjalan, koq, kenapa harus dibikin satu hari selesai, dua hari selesai, bisa keliru malahan. Mari kita hormati dan kita pahami bahwa ini sesuatu yang tidak boleh serampangan, karena emosional, karena jengkel, karena itu tidak boleh. Boleh kita jengkel, boleh kita emosional, tapi jangan mengambil keputusan pada saat seperti itu. Setelah jernih, setelah tenang, baru kita melakukan segalanya.

 

Saya tadi punya catatan kecil, masuk kepada saya, kembali ke reshuffle. Dibanding-bandingkan dulu itu, bisa kok, menteri ganti sebulan, bulan depan ganti. Bisa sih bisa, tetapi saya memilih untuk tidak seperti itu. Ada yang mendengar talkshow, saya juga dengar kebetulan, yang mengatakan yaitu era dulu malah, presiden sepenuhnya yang menentukan menteri tidak perlu harus dari partai-partai, bisa semua profesional. Konteksnya berbeda,  sekarang ini Demokrat adalah multi partai, dengan meskipun sistem kabinet presidential tapi demokrasi multi partai. Beda dengan sistem kabinet presidential, barangkali ada mayoritas tunggal, di DPR barangkali lebih dari 70%, sebuah partai yang mendukung, yang mencalonkan sang presiden. Demikian juga di MPR, barangkali amat kuatnya, dengan demikian bisa saja, katakanlah, apa yang menjadi keinginan Presiden tentu situasinya berubah. Oleh karena itu tidak boleh kalau dulu begini, sekarang juga harus begini. Berbeda-beda, semua punya tujuan yang sama. Pemerintahan efektif, tuganya dapat dilaksanakan, politiknya lebih stabil, sehingga pembangunan bisa berjalan. Saya ingin memberikan pengertian kepada kita semua, agar realistis kalau memberikan kritik atau komentar atau pandangan-pandangan karena memang sekali lagi, situasinya berbeda, kondisinya berbeda, pertimbangan dan cara berpikir kita pun tentu berbeda-beda.

 

Saudara-saudara,

 

Itu yang ingin saya sampaikan dua hal. Satu, reshuffle, dan satu lagi, masalah koalisi. Saya tidak ingin memberikan penjelasan lagi kepada teman-teman wartawan, cukup ini saja, supaya saya bisa bekerja yang lain, bisa memikirkan yang lain, karena semua itu ada konteks dan ada prosesnya masing-masing.

 

Saudara-saudara,

 

Dua hal inilah yang ingin saya sampaikan sebelum kita memasuki Sidang Kabinet kita, setelah break, saya persilahkan kepada Menko Polhukam untuk memberikan pengantar, kemudian Menko Kesra, Pak Agung Laksono nanti kita tunda, barangkali Senin atau Selasa setelah nanti, setelah acara berikutnya lagi.    

 

Terima kasih.           

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI