Sambutan Presiden Joko Widodo pada Kompas 100 CEO Forum

 
bagikan berita ke :

Kamis, 02 November 2023
Di baca 866 kali

 

di Kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kabupaten Penajam Paser Utama, Provinsi Kalimantan Timur


 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang,

Salam sejahtera bagi kita semua,
Shalom,
Om swastiastu,

Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

 

Yang saya hormati para menteri, Direktur Utama PLN, CEO Kompas, Pak Lilik Oetama, Kepala Otorita IKN, Gubernur Kalimantan Timur, Bupati PPU, Bapak-Ibu sekalian para CEO yang hadir pada siang hari ini.

 

Kalau kita datang ke Kalimantan biasanya sebelum sambutan itu ada pantun. Saya enggak tahu sudah bolak-balik ke IKN ini selalu diberi pantun dan saya belum pernah berpantun. Oleh sebab itu, dalam kesempatan yang baik ini, saya mau berpantun dulu, boleh ya.

 

Ikan Lou han, Ikan Gabus
Direndam dulu baru direbus
Supaya pembangunan maju terus
Pinjam dulu seratus

 

Yang saya maksud itu 100 CEO Kompas yang hari ini hadir, bukan uang. Dikit-dikit uang dikit-dikit duit, dan memang ya benar juga duit itu perlu untuk membangun negara ini.

 

Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Sudah bolak-balik saya sampaikan, sudah sering kali saya sampaikan bahwa Indonesia ini negara besar. Sering kita lupa negara ini adalah negara besar, negara yang sangat besar. Banyak yang belum tahu, saya sering berbicara dengan kepala negara, kepala pemerintahan bahwa kita memiliki 17 ribu pulau, belum tahu, bahwa penduduk kita ini sudah hampir 280 juta, juga banyak yang belum tahu. Inilah yang sering saya ulang-ulang kalau dalam pertemuan supaya, dan sekarang hampir semuanya, tahu bahwa Indonesia memiliki 17 ribu, memiliki penduduk nomor 4 terbesar di dunia.

 

Sebagai negara besar, mungkin Bapak-Ibu belum pernah mencoba, tapi kan punya banyak, punya jet pribadi, coba terbang dari Aceh, Banda Aceh langsung ke Jayapura atau ke Wamena, baru tahu berapa luas negara ini. Saya pernah mencoba sekali, 9 jam 15 menit Banda Aceh. Nanti nyoba lah satu-satu dari Banda Aceh ke Jayapura, akan terasa betapa negara ini sangat negara, kita baru kerasa negara ini negara besar. Itu kalau dari London mungkin sampai kalau ke sini mungkin sampai mana, Istanbul, melewati enam atau tujuh negara. Ya, inilah negara kita.

 

Dan kita juga memiliki potensi yang sangat besar, juga bolak-balik saya sampaikan, potensi mineral melimpah, potensi perikanan melimpah, potensi produk agri melimpah, potensi energi hijau juga melimpah. Kita memiliki sungai saja memiliki 4.400 sungai, yang 128 itu sungai besar, dan paling besar itu kalau mau energi hijau Sungai Mamberamo itu punya potensi 23.000 megawatt. Kedua, Sungai Kayan di Kalimantan, 11.000 megawatt, itu yang hydropower, belum yang geotermal. Geotermal kita memiliki 29.000 megawatt, baru dipakai kira-kira 2.000-an megawatt, potensinya masih besar sekali. Dan, inilah yang akan menjadi daya tarik negara kita karena ke depan ekonomi hijau, energi hijau itu menjadi sebuah kekuatan.

 

Tapi yang paling sulit adalah bagaimana mengintegrasikan potensi ini agar menjadi sebuah kekuatan besar bangsa kita, ketergantungan negara lain kepada bangsa kita. Sehingga, saya pengin sekali ada satu produk besar kita yang bisa masuk ke global supply chains. Inilah yang sedang dalam proses kita rancang, yaitu ekosistem EV battery dan ekosistem EV (Electric Vehicle). Tapi mengintegrasikan ini juga bukan barang yang mudah, bagaimana mengintegrasikan nikel yang banyak di Sulawesi dengan bauksit yang banyak di barat, di Bintan, di Kalbar, integrasikan lagi dengan tembaga yang ada di Papua, di NTB, yang paling efisien itu diletakkan di mana kalau kita ingin membuat pabriknya. Seperti dulu memutuskan Freeport membangun smelter itu di Gresik atau di Papua, saya minta di Papua saat itu. Tapi dihitung-hitung, Pak ini berat di sini, berat di sini, listriknya dari mana, akhirnya diputuskan di Gresik. Inilah karena negara seluas ini mengintegrasikan itulah barang yang sulit, mengonsolidasikan itu juga barang yang sulit.

 

Tapi kembali, untuk membangunnya pemerintah tidak bisa sendiri, butuh peran semua dari kita, butuh kontribusi semua dari kita, termasuk utamanya para pengusaha, para investor para CEO, dan Bapak-Ibu semuanya yang hadir di sini. Saya membayangkan bahwa kalau kita bisa mengintegrasikan tadi, lompatan itu akan terjadi, dari negara yang kategorinya negara berkembang masuk ke negara maju.

 

Dan kesempatan itu juga bolak-balik saya sampaikan, kesempatan itu ada dalam tiga kepemimpinan nasional ke depan, tiga kali kepemimpinan nasional ke depan. Dan itu juga yang disampaikan, sering disampaikan oleh Bank Dunia, oleh IMF, oleh OECD, oleh McKinsey, saya suruh ngitung lagi oleh Bappenas, kesempatan itu ada, peluang itu ada, opportunity itu ada, tapi tantangannya juga tidak gampang, tantangannya juga tidak ringan, butuh konsistensi, butuh keberlanjutan. Karena dari yang saya pelajari, dari kepemimpinan-kepemimpinan kita itu selalu sudah sampai SMP, ganti pemimpin, balik lagi ke TK lagi, balik lagi ke SD lagi, selalu dimulai, sehingga selalu dimulai dari nol. Kayak kita beli bensin di pompa bensin, “Pak dari nol, Pak. Pak sudah nol, Pak.” Ya, apa kita mau seperti itu terus? Enggak bisa. Kalau sudah SMP mestinya bisa masuk ke SMA, bisa masuk S1 S2, S3, S4, S5, S6, mestinya seperti itu. Konsistensi itu yang sekali lagi dibutuhkan.

 

Saya belajar dari negara-negara Amerika Latin, tahun 50-an, tahun 60-an, tahun 70-an mereka sudah menjadi negara berkembang, tapi sampai saat ini kebanyakan dari mereka juga masih tetap menjadi negara berkembang, bahkan  ada yang jatuh menjadi negara miskin. Tetapi ada salah satu contoh negara yang menurut saya ini karena manajemennya, karena tata kelolanya baik, lompatan itu terjadi dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat-sangat fantastis, yaitu Guyana. Guyana dulu adalah salah satu negara termiskin di Amerika Selatan. Kemudian ditemukan potensi minyak, digarap oleh swasta, bukan oleh BUMN, maaf Pak Erick. Digarap oleh swasta, bukan oleh BUMN, tapi difasilitasi, diatur oleh pemerintah, itu yang benar. Jangan sampai, di sini itu juga kadang-kadang swasta pengin mengatur, yang tertawa itu pasti sudah pernah mengatur. Enggak, yang benar itu silakan garap swasta, tapi pemerintah memfasilitasi dan mengatur. Dan, kini Guyana menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat. Tahun 2022 pertumbuhan ekonominya sampai mencapai 22 persen, eh 62 persen, bukan 22, 62 persen tahun yang lalu karena swasta dan pemerintah bergandengan. Kita juga ingin seperti itu.

 

Kembali lagi ke Freeport. Ada swasta, ada BUMN, pemerintah dapat. Dapat PPh Badan, dapat PPh Karyawan, dapat bea ekspor, dapat royalti, dapat PNBP, dan plus karena kita pemilik saham, dapat dividen yang tidak kecil kita dapat dari Freeport sekarang, kerja bareng-bareng. Karena saya sering ditanya oleh masyarakat, “Pak, ekspor nikel dihentikan, terus yang mengerjakan swasta, yang untung dia dong, rakyat dapat apa?” Saya sampaikan, negara ini enggak bisa bekerja kayak swasta. Income, penerimaan negara dari pajak, dari bea ekspor, dari penerimaan negara bukan pajak. Saya sampaikan, negara memang tidak mendapatkan keuntungan dari sana, tetapi negara mendapatkan penerimaan dari PPh Badan, PPh Karyawan, dari royalti, dari penerimaan negara bukan pajak, dari dividen, dapat banyak. Dari situlah bisa dipakai oleh APBN untuk apa? Untuk dana desa, untuk bantuan sosial untuk membangun infrastruktur, memang harus dijelaskan seperti itu supaya clear. Dipikir kita enggak dapat apa-apa, dapat. Jadi sekali lagi, kerja sama, kolaborasi, itu sekarang menjadi kunci.

 

Saya beri contoh yang kedua, pembangunan IKN. Ini juga tidak bisa dan tidak mungkin dikerjakan oleh pemerintah sendiri, 33 billion US Dollar, enggak mungkin. Oleh sebab itu, kemarin kita rancang 20 persen itu dari anggaran APBN, yang 80 persen itu PPP atau dari private sector. Dan, yang saya senang setelah pemerintah memulai dua tahun yang lalu, pertengahan tahun ini sudah mulai swasta masuk, swasta masuk, swasta masuk, peletakan batu pertama, groundbreaking, groundbreaking, selalu terus. Dan, saat ini memang masih kita rem, yang diprioritaskan adalah dari dalam negeri terlebih dahulu, meskipun dari luar juga sudah nengok beberapa kali, misalnya dari Singapura kemarin 130 investor datang melihat Nusantara dan banyak yang berminat. Yang sudah letter of interest berapa, Pak, total? [Sebanyak] 320, banyak, tapi kita berikan terlebih dahulu kepada investor-investor dalam negeri. Nanti kalau ndak, nanti sudah suaranya ya.

 

Ini kok serius sekali. Saya pengin ini saja lah, ini Bapak-Ibu semuanya kan sudah melihat ibu kota negara baru Nusantara. Saya pengin satu orang komentar dulu. Ibu-ibu siapa? Silakan. Tahu, tekstil garmen, furnitur juga.

 

Perwakilan CEO
Ini gara-gara undangan Bapak waktu acara Asmindo IFFINA, kami ke sini bersama dengan Pak Lilik dan teman-teman yang lain. Saya mau ngomong alon-alon asal kelakon, tapi Bapak kan Bapak langsung proceed, langsung eksekusi, sat-set. Tapi melihat IKN ini, Pak, termasuk cita-citanya kita menuju Indonesia Emas 2045 dan kita praktisi lapangan, di luar infrastruktur Pak, kami merasa bahwa yang perlu tadi Bapak sudah sampaikan edukasi, Pak. Karena menuju Indonesia emas ini saya merasa bahwa selain SDA kita juga perlu dan infrastruktur, kita perlu SDM, SDM emas.

 

Nah, mohon Pak nanti petunjuk dari Bapak, arahan tadi juga Bapak sudah sampaikan mengarah kepada Indonesia Emas, mengenai SDM, Pak. Dan nuwun sewu, Pak, juga penegakan hukum, kepastian hukum, reformasi hukum. Karena semua yang kita build ini perlu kepastian hukum terutama kalau nanti ada PPP, Pak. Karena jangan sampai nanti di masa kabinet berikutnya, kabinet berikutnya, kami-kami yang ikut membangun, yang tadi Bapak di pantun sampaikan seratus CEO atau nanti seribu, sejuta CEO sama-sama membangun bersama Indonesia, kita juga kena masalah sama-sama. Nuwun sewu, Pak, kalau saya terbuka. Terima kasih.

 

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ini komentarnya mengenai IKN belum. Belum tadi, baru yang saya dengar keluhan ini.

 

Perwakilan CEO
Bukan keluhan Pak, tapi kalau saya boleh ngomong all out, kalau itu kepastian.

 

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
IKN, mengenai IKN.

 

Perwakilan CEO
Ya kalau kepastian hukum dan reformasi hukum ada kita siap, Pak untuk support IKN bersama Bapak. Karena itu yang kita perlukan dari teman-teman di sini karena kita ini private sector, Pak. Jangan sampai kita support, tapi kita enggak jelas, nantinya ujung-ujungnya ya Bapak tahu deh.

 

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kok enggak jelas? Yang enggak jelas apanya sih?

 

Perwakilan CEO
Ujung-ujungnya kita yang diperiksa. kita yang ini, ini Pak.

 

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kok diperiksa, itu kenapa? Membangun IKN kok diperiksa, itu diperiksa.

 

Perwakilan CEO
Iya Pak. Ya itu, itu dari kami. Tadi saya sama teman-teman foto-foto di Istana Negara, kita ngomong ini untuk anak-anak kita. Kita yang bangun tapi nanti yang menikmati anak dan cucu. Dan izin, Pak, memang saya tahu bahwa 2024 Bapak ingin kita upacara di sini. Tapi nuwun sewu Pak, kita siap tapi kita set-set, tapi juga ada alon-alon asal kelakon-nya, Pak, mengingat edukasi dan juga penegakan hukum juga sama pentingnya dengan IKN. Terima kasih banyak, Pak.

 

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Tahun depan itu banyak yang berpikir tahun depan IKN jadi, siapa yang ngomong? Tahun depan itu kita mau upacara di IKN, lapangannya, rumputnya sudah ditanam, pasti rampung. Kalau yang lain-lain itu bisa sampai 15 tahun, supaya tahu, supaya enggak terjadi missedNdak, 15 tahun kurang lebih, tapi mungkin bisa maju kalau swastanya ngebut. Seperti sekarang ini kalau tiap bulan groundbreaking 10, 10, 15, 10, 20, itu baru akan cepat.

 

Ini saya mengajak Bapak-Ibu semuanya mumpung harga tanahnya masih murah. Karena kalau Bapak-Ibu beli sekarang di SCBD itu mungkin harga tanah per meter sudah berapa, Rp200 juta mungkin, di Menteng mungkin sudah Rp150 juta, di Balikpapan itu pun sudah Rp10-15 juta, di sini masih di bawah Rp1 juta. Tapi, mungkin minggu depan sudah naik. Enggak, benar, benar bulan depan sudah naik karena memang harganya bergerak terus. Kalau peminat banyak masa dijual murah, ya ndak lah. Otorita pintar.

 

Jadi kembali, IKN ini adalah investasi untuk masa depan kita, investasi untuk keberlanjutan Indonesia. Jadi, kalau masih ada khawatir-khawatir apa gitu loh. Pak nanti enggak dilanjutkan, lah undang-undangnya sudah ada, undang-undangnya itu didukung oleh 93 persen fraksi partai-partai di DPR, apa lagi, takut apa lagi? Takut pemilu? Ini kadang-kadang apa, kita ini kan sudah berapa kali pemilu langsung, 2009, 2014, 2019, ya kalau mau pemilu anget-anget dikit, agak-agak panas kan enggak apa-apa. Yang paling penting Bapak-Ibu jangan beli kipas gitu, ngipasin, atau ibu-ibu beli kompor, manas-manasin.

 

Ndak lah, kita ini saya lihat sudah semakin dewasa dalam berdemokrasi, perbedaan itu biasa, beda pilihan biasa, gitu loh, yang milih semuanya kan rakyat, kedaulatan itu ada di tangan rakyat. Bapak seganteng apapun kalau rakyat enggak senang, gimana? Bapak senangnya yang ndeso-ndeso kayak saya gini, gimana? Ini pilihan rakyat. Dan persaingan dalam kompetisi, dalam pemilu ya biasa-biasa saja. Enggak usah. Bapak-Ibu ini kan biasa di bisnis, biasa di ekonomi, ya enggak usahlah belajar jadi politikus, kadang-kadang mengomentari, malah bisa keliru. Yang paling penting, kita berharap semua setelah bertanding, setelah berkompetisi nanti kompak lagi, bersatu lagi untuk negara dan bangsa yang kita cintai.

 

Kembali ke hilirisasi. Kita jangan juga hanya terpaku pada satu. Saya, saya itu biasanya senang kerja fokus, tapi kalau bisa mengerjakan dua lebih baik. Jangan hanya urusan mineral saja, karena yang lain kita ini masih banyak, produk-produk pertanian banyak sekali yang bisa kita kerjakan, produk-produk kelautan banyak sekali. Sekarang mungkin yang ramai ke depan, yang akan kita ramein itu rumput laut, karena tidak hanya untuk urusan farmasi, untuk kecantikan, rumput laut sudah bisa dipakai untuk membuat bioetanol. Dan, Indonesia ini penghasil rumput laut nomor dua di dunia dan sangat memungkinkan sekali untuk bisa menjadi terbesar pertama di dunia. Sekarang, kita baru mencapai 10,2 juta ton dan masih diekspor mentahan yang dibuat tepung agar. Kenapa kita enggak larikan ke bioetanol? Dan ini yang saya senang kalau rumput laut dikerjakan, itu yang bisa dapat di atasnya dapat, tengah dapat, rakyat di pesisir dapat semuanya. Sangat menarik saya melihat dan kita mau membuat contoh satu saja yang benar, nanti difotokopi ke lokasi-lokasi yang lain.

 

Dan kita harapkan kalau nanti mineral dikerjakan, fokus hilirisasi, kemudian pertanian juga ada hilirisasi, perkebunan ada hilirisasi, kelautan perikanan ada hilirisasi, perkiraan kita pendapatan per kapita atau 10 tahun yang akan datang sudah mencapai hampir 10.000, perkiraan 9.600 atau lebih sedikit. Dalam 15 tahun ke depan, mungkin kita sudah mencapai kurang lebih 14.000, 13.600 sampai 14 ribu. Dua puluh tahun lagi, bisa sudah 21 ribu ke atas.

 

Tapi sekali lagi, tantangannya bukan tantangan yang gampang dengan situasi global yang sekarang ini semakin tidak jelas dan makin tidak pasti. Perubahan iklim menurunkan produksi, kemudian kenaikan suku bunga di Amerika yang menyebabkan capital outflow, perang Ukraina belum selesai, tambah lagi perang di Hamas dan Israel, saya kira tantangan-tantangan itu yang banyak itu memang tantangan eksternal yang sulit kita prediksi dan sulit kita hitung.

 

Saya rasa, itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Dan, saya melihat ekonomi hijau ke depan di negara kita akan menjadi sebuah peluang yang sangat besar. Peluang itu kelihatan sekali, tinggal kita mau segera memulai atau tidak, dan itu tergantung Bapak-Ibu semuanya. Negara hanya, sekali lagi, mengatur dan memfasilitasi semuanya.

 

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan.


Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.




Sumber: https://setkab.go.id/kompas-100-ceo-forum-di-kawasan-ibu-kota-nusantara-ikn-kabupaten-penajam-paser-utama-provinsi-kalimantan-timur-2-november-2023/