Sambutan Presiden Joko Widodo pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023

 
bagikan berita ke :

Rabu, 14 Juni 2023
Di baca 607 kali

di Kantor BPKP, Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim.

 

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.

 

Yang saya hormati Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI),
Yang saya hormati Pak Menko, para Menteri yang hadir,
Yang saya hormati Kepala BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), Bapak Muhammad Yusuf Ateh, beserta seluruh jajaran yang pada pagi hari ini hadir,
Yang saya hormati Panglima TNI, Kapolri, Ketua KPK,
Bapak-Ibu sekalian hadirin dan undangan yang berbahagia.

 

Pertama-tama, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada BPKP yang telah bekerja keras menjaga tata kelola pemerintahan sehingga bisa lebih efektif, bisa lebih efisien. Dan, saat ini pemerintah sedang fokus untuk melakukan peningkatan produktivitas utamanya menuju ke Indonesia Emas 2045.

 

Bukan barang yang mudah, angka-angkanya sudah ada, tetapi tantangannya juga tidak gampang. Kita tahu situasi global tidak mendukung, situasi ekonomi dunia juga tidak mendukung. Saat di Jepang, di Hiroshima, di G7 kemarin saya bertemu dengan Managing Director-nya IMF Kristalina Georgieva, beliau menyampaikan yang menjadi pasien IMF sekarang ini sudah 96 negara, 96 negara. Dulu ’98 hanya berapa sih, 10 saja enggak ada, sudah geger semuanya. Sembilan puluh enam negara menunjukkan bahwa situasi dunia sekarang ini betul-betul pada situasi yang sangat sulit. Mungkin dalam 1-2 minggu kemarin juga kita baca, di Eropa secara teknikal sudah masuk ke resesi. Informasinya yang jelek-jelek seperti itu.

 

Oleh sebab itu, setiap rupiah yang kita belanjakan dari APBN, dari APBD, yang ada di BUMN, semuanya harus produktif. Karena memang cari uangnya sangat sulit, baik itu lewat pajak, PNBP, royalti, dividen, tidak mudah. Sekarang ini tidak mudah.

 

Sekali lagi, untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 itu tidak mudah, di sinilah pentingnya peran pengawasan. Peran pengawasan sangat sangat sangat penting. Kenapa saya juga sering cek ke lapangan turun ke bawah? Saya ingin pastikan bahwa apa yang kita programkan itu sampai betul ke rakyat, sampai ke masyarakat, karena memang kita lemah di sisi itu. Jika tidak diawasi, hati-hati, jika tidak cek langsung, jika tidak dilihat dipelototi satu-satu, hati-hati kita lemah di situ. Dipelototi, kita turun ke bawah itu saja masih ada yang bablas, apalagi tidak.

 

Dan, saya minta pengawasan itu orientasinya bukan prosedurnya, orientasinya ada hasilnya itu apa. Tadi disampaikan oleh Pak Ateh, Pak Kepala BPKP, banyak APBN kita APBD kita yang berpotensi tidak optimal. Ini perlu saya ingatkan pada semuanya, baik pusat maupun daerah, dalam penggunaan yang namanya anggaran, karena 43 persen itu bukan angka yang sedikit. Jadi, cara penganggarannya saja sudah banyak yang enggak benar.

 

Contoh, ada anggaran stunting Rp10 miliar. Coba cek lihat betul, untuk apa 10 miliar itu. Jangan membayangkan nanti ini dibelikan telur, dibelikan susu, dibelikan protein, dibelikan sayuran Rp10 miliar, coba dilihat detail. Saya baru saja minggu yang lalu, saya cek di APBD Mendagri, coba saya mau lihat Rp10 miliar untuk stunting, cek perjalanan dinas Rp3 miliar, rapat-rapat Rp3 miliar, penguatan pengembangan apa-apa bla bla bla 2 miliar. Yang benar-benar untuk beli telur itu enggak ada Rp2 miliar, tak cek. Ya kapan stuntingnya akan selesai kalau caranya seperti ini? Ini yang harus diubah semuanya. Kalau Rp10 miliar itu anggarannya, mestinya yang untuk lain-lainnya itu Rp2 miliar, yang Rp8 miliar itu ya untuk langsung telur, ikan, daging, sayur, berikan ke yang stunting. Konkretnya kira-kira seperti itu.

 

Pengembangan UMKM, ini ada di APBD, tapi enggak usah saya sebutkan di kabupaten mana. Pengembangan UMKM total anggaran Rp2,5 miliar, Rp2,5 miliar untuk pengembangan usaha mikro, usaha kecil, Rp2,5 miliar. [Sebesar] Rp.1,9 (miliar) itu untuk honor dan perjalanan dinas, ke situ-situ terus sudah. Itu nanti sisanya yang Rp0,6 miliar, yang 600 juta itu nanti juga masih muter-muter saja, pemberdayaan, pengembangan, istilah-istilah yang absurd, tidak konkret. Langsung saja lah itu untuk modal kerja, untuk beli mesin produksi, untuk marketing. Ya kalau pengembangan UMKM mestinya kan itu, untuk pameran, jelas.

 

Ini tugas BPKP, Bapak-Ibu sekalian, tugas BPKP sekarang mulai harus orientasinya ke situ, orientasi hasil. Arahkan daerah, pusat, semuanya, BUMN, kementerian/lembaga, hal-hal yang konkret. Biar apa? Produktif.

 

Saya lihat lagi di sebuah kabupaten, pembangunan balai penyuluh pertanian. Ini jelas lho, pembangunan balai, pembangunan balai. Tapi, saya lihat senyum-senyum berarti sebetulnya di BPKP sudah mengerti semua ini sebetulnya. Saya hanya ingin menegaskan kita sekarang, orientasi kita memang harus hasil kalau kita mau bersaing, bisa bersaing dengan negara-negara lain.

 

Pembangunan balai untuk membangun dan merehab balai, jelas. Anggarannya Rp1 miliar. Saya cek lagi, ini apa kok Rp1 miliar kecil, tapi ya sudah kecil-kecil pun saya lihat. Kecil ini mestinya kalau Rp1 miliar, ya Rp900 juta yang untuk rehab. Mestinya, tapi setelah kita cek benar, Rp734 juta itu honor, rapat, dan perjalanan dinas. Rp734 (juta) artinya 80 persen, ini sudah enggak bisa lagi Bapak-Ibu sekalian. Dan, inilah tugas berat BPKP ada di sini. Begitu bisa membalikkan 80 (persen)nya yang untuk konkret, 20 (persen)nya yang untuk honor, perjalanan dinas, rapat, itu baru anggaran APBN, anggaran APBD itu produktif. Karena tangan BPKP itu sampai di provinsi, kabupaten, dan kota, artinya bisa mengawal, bisa mengawasi, bisa mengarahkan. Dan ya enggak pusat, enggak provinsi, kota dan kabupaten itu dengan BPKP itu takut. Segan dan takut. Gunakan ini untuk kebaikan negara.

 

Contoh lagi, kita kan tahu masih banyak kemiskinan. Daerah kemiskinannya tinggi, tapi anggaran perlindungan sosialnya kurang dari satu persen, mestinya itu diprioritaskan dulu. Hal-hal seperti ini yang perlu diawasi betul, diidentifikasi masalahnya, berikan rekomendasi, dampingi, kawal, agar betul-betul anggaran kita ini produktif betul.

 

Sekali lagi, kita ini bersaing, sekarang ini bersaing dengan negara-negara lain. Dan, kita beruntung pertumbuhan ekonomi kita kalau di G20 itu masuk dua besar terbaik. Tahun lalu 5,3 persen growth kita. Kuartal pertama tahun ini tumbuh masih di atas lima 5,03 persen, betul Bu Menteri ya? Inflasi kita juga turun, kalau dulu 5,9 (persen), sekarang sudah di angka 4 persen. Seperti ini makronya sudah bagus, tapi hal yang tadi yang saya sampaikan tadi kalau tidak kita awasi, kita dampingi, kita kawal.

 

Oleh sebab itu, sekali lagi, perkuatan pengawasan internal jangan sampai hanya menjadi aksesoris dan juga enggak usah lah ada data yang ditutup-tutupi. Sudah kalau memang ini salah, tunjukkan kesalahan, cara memperbaikinya seperti apa. Dan juga, saya minta kepada seluruh daerah jangan mengabaikan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh BPKP.

 

Ini yang terakhir, ini yang senang pasti banyak. Tadi, Pak Ateh bisik-bisik menanyakan kepada saya mengenai tukin di lingkungan BPKP, “Pak Presiden, bagaimana Pak perpresnya sudah selesai belum?” Saya sampaikan, sudah saya tanda tangani jadi 100 persen. Tapi, hati-hati tadi yang saya sampaikan, tolong.

 

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan, dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim pada pagi hari ini secara resmi saya buka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023.

 

Terima kasih,


Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Sumber: https://setkab.go.id/pembukaan-rapat-koordinasi-nasional-pengawasan-intern-pemerintah-tahun-2023-di-kantor-bpkp-jakarta-timur-provinsi-dki-jakarta-14-juni-2023/