Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Seminar Nasional Sistem Keamanan Nasional, 22 Juni 2010

 
bagikan berita ke :

Selasa, 22 Juni 2010
Di baca 1229 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PERESMIAN PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL SISTEM KEAMANAN NASIONAL

PADA TANGGAL 22 JUNI 2010

DI GEDUNG LEMHANAS, JAKARTA

 

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati para Pimpinan Lembaga-lembaga Negara dan beserta segenap unsur Pimpinan dan Anggota Lembaga Negara, utamanya dari MPR, DPR, dan DPD RI,

 

Yang saya hormati para mantan Menteri dan para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,
Panglima TNI dan Kapolri, para mantan Gubernur Lemhannas dan Saudara Gubernur Lemhannas beserta segenap unsur civitas akademika Lemhannas,

 

Saudara Pimpinan Ikatan Alumni Lemhannas dengan jajaran pengurus, para pakar, para akademisi, para praktisi dari berbagai cabang profesi, tentu yang berkaitan dengan permasalahan pertahanan dan keamanan negara, para pimpinan dan unsur dari civil society,

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Marilah sekali lagi, pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan ridho-Nya, kita semua masih diberikan kesempatan untuk terus berkontribusi dalam pembangunan bangsa, utamanya dalam upaya kita menjaga kedaulatan dan keutuhan negara, serta keamanan di dalam negeri yang sama-sama penting untuk kita lakukan.

 

Hadirin yang saya muliakan,

 

Saya ingin mengucapkan terima kasih, Pak Agum, Pak Muladi atas prakarsa dari IKAL yang tentu didukung oleh Lemhannas untuk menyelenggarakan seminar nasional hari ini. Tema yang Saudara pilih saya anggap penting, relevan dengan apa yang kita hadapi sekarang dan ke depan. Dan saya juga memberikan penghargaan bahwa IKAL terus berkontribusi dalam dunia pemikiran. Kita pernah bertemu 4 tahun yang lalu, tahun 2006, alhamdulillah 4 tahun kemudian kita bertemu kali ini, juga dalam upaya IKAL yang memiliki morale responsibility untuk terus mengedepankan pemikiran-pemikiran yang strategis dan menjangkau untuk kepentingan pembangunan di negeri ini.

 

Saya sering mengatakan bahwa sebuah bangsa tidak boleh kering ide dan kering idealisme. Sebab ide dan idealisme itulah yang menjadi semacam the driving force untuk kemajuan bangsa dan negara kita. Saya juga sering mengingatkan, janganlah kita ini serba praktis dan pragmatis. Meskipun pragmatisme itu perlu dalam keseharian saya misalnya, demikian juga Saudara-saudara untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, menetapkan kebijakan, kita sering harus pragmatis. Paham masalahnya, kita carikan solusinya, dan kita lakukan tindakan. Tetapi, pragmatisme itu dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Pragmatisme dalam menjalankan roda pemerintahan pada tingkat nasional itu haruslah pragmatisme dengan visi.

 

Kita bicara masa kini menuju masa depan. Pragmatisme juga harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar, basic principles, kalau tidak kita bisa menjadi oportunis. Yang penting, apa yang dilihat hanyalah untung dan rugi. Oportunis tentu tidak sama dengan opportunity seeking, mencari peluang, dan opportunity creation, menciptakan peluang. Berbeda, hati-hati dalam menggunakan istilah itu. Yang ingin kita cegah, jangan kita menjadi kaum oportunis yang kehilangan prinsip dasar dan kehilangan visi untuk melihat ke depan.

 

Saudara-saudara,

 

Itu pengantar saya yang pertama. Kalau kita mengikuti jamuan makan malam, ini appetizer.soup itu, sebelum kita masuk pada menu utama atau main food, main course-nya. Berikutnya lagi masih ada pengantarnya, anggaplah

 

Pengantar yang kedua ini, kalau saya lihat pamfletnya, seminar yang Saudara selenggarakan memiliki dimensi dan cakupan yang luas. Saya diberitahu oleh staf saya, ada 7 topik bahasan, luas sekali. Saya mengingatkan, karena luasnya masalah yang akan didiskusikan, banyaknya isu yang akan dikedepankan, tetaplah berorientasi pada tujuan dan jangan keluar dari konteks, kalau dalam dunia militer jangan keluar karvak, harus pada wilayah yang telah kita tetapkan.

 

Apa tujuannya? Tujuannya sebenarnya, saya baca tadi malam sekilas itu, Pak Agum. Bapak ingin mencari format sistem keamanan nasional dalam era demokrasi dan globalisasi, tadi juga disebutkan oleh kedua beliau. Kalau kita melakukan analisis tema, analisis judul, paling tidak ada 4 yang mesti dipahami dan dipegang teguh dalam dinamika dan hiruk-pikuk diskusi dalam seminar ini. Pertama yang ingin Saudara cari, temukan, susun, bangun adalah sistem. Yang kedua, Saudara bicara keamanan nasional, national security. Saudara juga menyebut demokrasi dan globalisasi.

 

Memang kalau saya baca, saya agak merasa sulit untuk memahami istilah format sistem, mencari format sistem. Kalau mencari sistem lebih tajam barangkali. Begitu ada format, saya harus berhenti sejenak, apa maksudnya format sistem ini. Mungkin format dan sistem, tambah pusing lagi barangkali kita. Tapi yang dimaksudkan sistemlah itu ya. Lebih-lebih bagus, lebih seru, karena ada format sistem begitu.

 

Saya ingin mengikuti jalan pikiran panitia, what is a system, apa sistem itu? Kalau keamanaan nasional, demokrasi, globalisasi, paham. Tapi kalau Saudara ingin merumuskan sistem, begitu, maka mari kita pahami apa sistem itu. Kalau ada 10 pakar di sini, ahli sistem pasti definisinya 100. Masing-masing pakar, menurut ini begini, menurut yang sana begini. 10 kali 10, 100. Akhirnya bingung sendiri kita, apa sistem itu. Saya tidak ingin menambah kebingungan. tetapi untuk memudahkan pemahaman ya, sistem itu a set of interacting or interdependent entities forming an integrated whole. Yang saya garis bawahi adalah integrated whole, the concept of integrated whole. Pegang itu saja, kalau yang lain-lain enggak ingat. Sistem memiliki karakteristik yang bersifat common,structure, bicara tentang behaviour, bicara tentang interconnectivity,function dan sebagainya. misalnya bicara tentang bicara tentang

 

Dalam bahasa awam di negeri kita, sistem itu ya tatananlah barangkali. Lemhannas mungkin lebih terkenal dengan black box system. Itu biasanya itu senjata utama para peserta, kalau sudah black box system, ada input, ada output ada instrumental, ada enviromental input, metode proses dan sebagainya. Adil makmur yang terakhirkan. Kira-kira begitulah. Di kertas karya, kalau ada sistem yang seperti itu mudah diikuti, meskipun kadang-kadang kurang memadai, mesti ada pengembangan-pengembangan. Saya ingin mengajak fokuslah pada tema dan tujuan seminar, karena tidak sadar Saudara akan bicara banyak sekali nanti, semua ingin dikeluarkan. Dalam, berapa lama seminarnya ini? Dua hari. Kalau seminarnya dua tahun boleh semuanya dikeluarkan, ilmu-ilmu simpanan, bacaan Saudara selama bertahun-tahun itu. Tapi kalau dua hari, you have to find, you have to really focus on apa yang ingin dirumuskan dalam dua hari ini.

 

Pengantar yang ketiga, adalah forum ini adalah forum akademik, bukan forum kebijakan, bukan. Oleh karena itu, output-nya, besok setelah tim perumus bekerja, kurang lebih begitu dan insya Allah bulan depan sudah saya terima di meja saya. Itu berupa mungkin berupa sumbangan pemikiran, mungkin saran masukan, semacam naskah akademik yang sangat berguna bagi pemerintah, bagi DPR, termasuk TNI dan Polri di dalam mengemban tugasnya masing-masing.

 

Saudara-saudara,

 

Seminar memang tidak dilarang dan dapat Saudara mengembangkan teori, pendekatan, termasuk desain sistem dan juga barangkali membandingkan dengan sistem yang berlaku di negara-negara lain. Boleh, untuk memperkaya sebagai bagian dari exercise, untuk memilih seperti apa yang paling tepat untuk negeri kita.

 

Lagi-lagi saya mengingatkan, tetap kembalikan kepada tujuan dari seminar ini bahwa kita ingin merumuskan sistem keamanan nasional untuk Indonesia. Dan ingat ini, pre-emption saya, kita sesungguhnya sudah memiliki sistem pertahanan dan keamanan negara. Pertahanan dan kemanan ini sebagian orang menyebutnya sebagai security, "S" besar, keamanan "K" besar, dan lagi-lagi sistem pertahanan dan kemanan negara ini sesungguhnya telah dijalankan dan merujuk pada konstitusi kita bahwa kita ingin melakukan evaluasi, validasi ataupun pengembangan agar lebih klop, lebih tepat, lebih menjawab permasalahan dan tantangan yang kita hadapi. Jangan kita menganggap kita ini belum punya sistem, belum punya instrumen, belum punya aturan yang kita jalankan.

 

Saudara-saudara,

 

Itu tiga pengantar saya. Ringan, tapi penting, karena kita semua di ruangan ini, termasuk saya, terutama sebelum menjadi Presiden, itu kenyang dan memiliki jam terbang yang tinggi dalam seminar, simposium, lokakarya, konferensi, dan sebagainya. Dan sering sangat meriah, ramai, tapi pada saat terakhir kesimpulannya sering kurang jelas. Kita sendiri pulang, "Tadi apa ya yang dapat kita simpulkan?" Tentu tidak berlaku bagi Lemhannas, insya Allah.

 

Saudara-saudara,

 

Sekarang saya masuk menu utama. Tentu saya tidak ingin memberikan directions karena saya berharap justru seminar inilah yang bisa melakukan eksplorasi seluas mungkin sampai dengan nanti terwujud dalam sebuah naskah akademik, berkaitan dengan sistem keamanan nasional. Tapi saya ingin menyampaikan pandangan saya, dan nanti terakhir ajakan dan harapan saya terhadap Saudara semua tentang sistem keamanan nasional di era demokrasi dan globalisasi yang menjadi tujuan dan tema seminar ini.

 

Pandangan pertama saya, dan ini barangkali fundamental, tetaplah kita merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, konstitusi, yang telah mengalami 4 kali perubahan. Jangan keluar dari situ. Boleh mengatakan, "Pak, konstitusikan bisa diubah." Ya, sebelum diubah ya itu pedomannya. Kalau berpikir kita, ah itu masih belum sempurna, lebih baik kita begini, keliru, itu namanya tidak konstitusional. Padahal yang kita bangun, ciri-ciri negara demokrasi adalah konstitusionalisme. Patuh dan menjalankan Undang-Undang Dasar, undang-undang dan segala peraturan bawahannya.

 

Saudara-saudara,

 

Rujukan yang saya maksud adalah, mari kita telaah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Ini sepertinya, "Wah sudah tahu, Pak, sejak SMP, saya sudah hafal itu." Benar. Bukan soal hafal atau tidak hafal, tapi pahamkah kita tentang the spirit, the soul, the substance dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu yang telah dirumuskan oleh para founding fathers kita. Karena kalau kita baca pembukaannya di situ, ada our national interests, our national goals. Dan ini pokok bagi kita memahami apa sih kepentingan bangsa ini, apakah tujuan dari negara Indonesia merdeka ya, yang sekarang tetap kita anut karena ada dalam Undang-Undang Dasar.

 

Pertama, kita ingin melindungi segenap bangsa Indonesia, garis bawahi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Artinya apa? Ada dua entity, bangsa, ya baca rakyat, masyarakat, dan bangsa as a one entity. Entity yang kedua adalah, bertanah tumpah darah tanah air, negara, country. Ini adalah yang saya sebut the survival interest. Kalau ini tidak, keberlanjutan, kelangsungan hidup bangsa kita tidak terjamin, survival interest of our nation.

 

Yang kedua, masih dalam pembukaan. Ikut melaksanakan ketertiban dunia dan seterusnya. Apa artinya? Kita juga punya vital interest to contribute to the making of the international peace and security. Ini juga bagian dari pertahanan, kemanan kita dalam hubungan kita dengan dunia. Tolong itu jangan dicabut dan jangan ditinggalkan.

 

Bagian kedua adalah pasal 30 yang sudah diamandemen, 2 saja, pembukaannya dengan pasal 30 atau bab 12 tentang pertahanan dan keamanan negara. Coba kalau kita telaah bukan bunyi letter lecht, secara tekstualis ayat demi ayat, tapi apa dibalik itu. Ayat pertama kalau Saudara baca tiada lain adalah kewajiban warga negara, the obligation of all citizens of Indonesia, untuk ikut dalam bela negara, sesungguhnya itu. It's citizen, bukan hanya TNI dan Polri.

 

Yang kedua, sistem disebut eksplisit adalah pertahanan, keamanan rakyat semesta. Dan kalau kita bicara hankamrata, paling tidak yang terlibat itu ya TNI, ya Polri, ya rakyat. Tidak ada yang excluded, semua terlibat. Baru pada ayat ketiga, urusan TNI ini yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Apa ini? Sovereignity and territorial integrity. TNI, nanti akan berkaitan dengan external defence.

 

Ayat yang berikutnya lagi berkaitan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polri dikatakan dalam konstitusi kita, menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat. Ini maintaining law and orderpublic security. Kemudian mendukung, mengayomi dan melayani masyarakat. Ini Undang-Undang Dasar bunyinya begitu, protecting the people, serving the people, serving the community. atau juga disebut dengan

 

Dan yang ketiga, masih urusan Polri, menegakkan hukum. Ini ya fighting the crimes, enforcing the law, law enforcement, upholding the law. Clear-kan, jelas sekali dalam Undang-Undang Dasar. Tolong ini jangan ditinggalkan di dalam kita menkonstruksikan sistem dan nanti kelak barangkali tertuang dalam undang-undang tentang pertahanan dan keamanan negara.

 

Saudara-saudara,

 

Dengan dua review singkat tadi yang saya sampaikan, pertanyaannya kemudian, apa yang tersirat dan tersurat dalam konstitusi kita itu? Boleh kita katakan bahwa keamanan nasional, kalau Saudara prefer menggunakan istilah itu "K" besar atau national security "S" besar, atau yang lebih suka, ada lebih klop dengan pertahanan dan kemanan negara, boleh. Jangan ini seminar bubar gara-gara berantem karena antara istilah keamanan nasional dan pertahanan dan keamanan negara. Dari situ sebetulnya bahwa yang dikehendaki oleh konstitusi ini kita memerlukan perlindungan pada manusia, pada masyarakat, pada bangsa on the one hand dan kemudian tanah air atau tanah tumpah darah on the other hand. Ini sudah lengkap Saudara, baca buku manapun sekarang ini, contemporary book on defence and security, baca silakan. Kembalinya akan satu urusan, human security. Kemudian urusan public security atau community security, atau law and order.

 

Masuk kepada internal security, bagaimana menghadapi separatisme, pemberontakan, karena itu menyangkut kedaulatan dan keutuhan wilayah. External defence, urusan agresi, serangan atau pendudukan oleh negara-negara lain juga berkaitan dengan kedaulatan dan keutuhan wilayah. Jadi kalau elemen itu, human security, public security, internal security and external defence, all those things are included sebetulnya, baik tersurat maupun tersirat, baik eksplisit maupun implisit dalam Undang-Undang Dasar 1945, berarti semuanya sudah ada di situ. Maksud saya jangan menghabiskan waktu untuk bicara itu panjang lebar sampai berjam-jam padahal ya kembalinya ke situ.

 

Saudara-saudara,

 

Mungkin yang harus kita garis bawahi pengertian human security, banyak teorinya, banyak pandangannya, tapi ambillah esensinya begitu. Human security ya, itu saya kira tolong dikupas nanti, yang kita kenal bagaimana seorang, setiap manusia itu merasa aman dalam menjalani kehidupannya, bebas dari kejahatan, bebas dari penindasan, bebas dari kelaparan yang absolut, bebas dari bencana, artinya bisa terlindungi kalau ada bencana alam, penyakit menular dan sebagainya. Itu human security. Tetapi yang ingin saya sampaikan adalah penggarisbawahan bahwa pengertian tentang human security, public security, internal security, dan external defence itu harus dimengerti.

 

Saya ingatkan sekali lagi, jangan istilahnya asih, tetapi hakekat dan pengertian. Saya ingatkan karena nanti bisa deadlock gara-gara istilah. Kemudian yang juga tersirat dan juga tersurat sudah jelas kok, siapa bertanggung jawab tentang apa, siapa bertugas apa, siapa berbuat apa. TNI, Polri, warga negara, rakyat, komponen bangsa yang lainnya, clear. Jangan kita seolah-olah, "Belum ada aturannya, Pak, Polri harus apa, TNI harus apa, masyarakat harus apa?" Ada aturan dasarnya. Belum rinci, bikin rinci. Di mana, ya di Undang-undang. Belum lebih detail, ya di peraturan pemerintah, dan seterusnya.

 

Saudara-saudara,

 

Masih bicara Undang-Undang Dasar, sistem yang dipilih, saya katakan, sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Tolong hati-hati memahami atau membaca Sishankamrata ini, supaya lebih luas, open minded dan jangan merujuk hanya satu mazhab, satu pengertian apa yang disebut dengan hankamrata itu. Inikan tiada lain dalam era modern total defence concept sebetulnya. Melibatkan semua potensi, semua resources atau sumber daya, serta mengembangkan kebijakan strategis, doktrin yang semuanya bersifat semesta, total. Tidak berarti semua rakyat harus mengangkat senjata. Pengertian nation in arms, perang dunia satu, perang dunia kedua, masa-masa perang melawan penjajah, ada istilah nation in arms, tidak berarti setiap orang mengangkat senjata. Kita pun punya pengalaman dulu dalam perang kemerdekaan.

 

Bahkan Saudara-saudara, banyak literatur, banyak doktrin, banyak teori yang mengatakan bahwa dalam dunia modern sekarang ini yang namanya national security, dimensinya itu ya menyangkut politik dan diplomasi, ekonomi, militer, teknologi, hukum, bahkan sosial budaya. Banyak literatur, ratusan buku tentang itu. Tetapi kalau kita peras ya itulah total concept sebetulnya dalam pertahanan keamanan di negeri ini.

 

Saudara-saudara,

 

Kalau kita telaah secara mendalam, ini untuk Pak Muladi dan para Widyaswara dan segenap civitas akademika Lemhannas, saya harus mengatakan mainstream ideologi Lemhannas, yaitu wawasan nusantara, ketahanan nasional, itu masih relevan. Karena banyak, "Wah, itu Lemhannas dari dulu wawasan nusantara sama ketahanan nasional." Ya masih relevan, karena itu geopolitik-geopolitik itu sendiri berkembang. The geopolitic of the 21st century berkembang, tidak sama dengan era sejak Napoleon atau pra-perang dunia I dan II dulu. Geopolitics, wawasan nusantara. National resilient,the power of nations, kalau di sini ada teori gatra begitu. The concept of the power, the power of nations, itu juga tetap relevan. Bahkan Saudara, diam-diam negara-negara lain itu mengalami pergeseran-pergeseran tertentu, pergeserannya itu ya sistem, ya kebijakan, strategi, doktrin dan banyak lagi. ketahanan nasional. Siapa? Setiap negara menginginkan negaranya tidak mudah jatuh, tidak mudah runtuh, tidak mudah bubar, juga konsep yang disebut

 

Amerika Serikat, dulu one single doctrine, one single policy and strategy. The external defence,homeland security, ya sama dengan konsep kita, ancaman itu bisa dari dalam dan bisa dari luar, begitu. Banyak negara yang masih menjaga internal security act, seperti di Malaysia masih ada, Singapura masih ada, negara tertentu masih ada, bahkan ada negara-negara yang dulu tidak punya semacam itu punya, mirip dengan ISA, karena mereka berpendapat itu masih relevan. perang itu, mempertahankan Amerika perang di dunia itu, singkatnya. Ketika terjadi serangan di New York pada tanggal 11 September 2001, negara dan bangsa itu berpikir ulang. Sekarang Amerika Serikat punya

 

Di kita, di Indonesia, ketika reformasi berlangsung kita telah hapuskan dan tanggalkan yang namanya undang-undang subversi, karena dianggap tidak sesuai dengan alam demokrasi. Kemudian beberapa tahun setelah itu kita merumuskan perangkat undang-undang yang lain, seperti undang-undang melawan terorisme yang tentu jauh lebih soft dibandingkan perangkat undang-undang sebelumnya.

 

Saya hanya ingin mengatakan bahwa the world is changing, so the system, the doctrine, the policy and strategy juga terus berubah. Jadi mari kita bebaskan pikiran dogmatis kita yang seolah-olah kalau ada perubahan itu ancaman. Belum tentu. Perubahan itu ya kalau itu diperlukan dan jadi kesepakatan dan argumentasinya jelas, ya keperluan begitu. Kecuali fundamental concensus yang menurut saya, saya pribadi tidak bisa kita ubah, yang sering saya sebut Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dalam nafas pembukaannya, soul-nya, spiritnya, bangun negara kesatuan dan juga falsafah atau hidup bersama dalam kemajemukan atau Bhinneka Tunggal Ika. Those are fundamental concensus yang tidak boleh kita ubah-ubah atas nama reformasi.

 

Saudara-saudara,

 

Saya mengakhiri bagian atau chapter tentang ajakan kepada peserta seminar agar tetap merujuk kepada apa yang ada dalam konstitusi kita. Berikutnya lagi, setelah kita tetap merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, maka tentu kita harus menelaah perkembangan dan dinamika, baik global, regional maupun nasional, terutama yang beraspek dan berimplikasi kepada pertahanan dan keamanan negara kita, agar konstitusinya sudah ada dan kemudian diimplementasikan, implementasi dari Undang-Undang Dasar itu, termasuk sistem, termasuk undang-undang dan lain-lainnya itu benar-benar tepat dan sesuai dengan our national interest dan juga threat yang kita hadapi. Kita masuk sekarang ke teori ancaman terhadap itu semua.

 

Saya setelah dilapori tadi oleh Pak Muladi, nampaknya salah satu output, satu tujuan dari seminar ini juga memikirkan undang-undang rujukan, Undang-undang cantolan itu seperti apa. Sekarang kita sudah punya undang-undang pertahanan, betul Pak Purnomo? Kita sudah punya undang-undang tentang Tentara Nasional Indonesia, Pak Djoko. Kita sudah punya undang-undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pak Bambang Hendarso. Di sini ada sedikit yang kosong, Ini Undang-Undang Dasar 1945, ini undang-undang yang lebih operasional. Rujukan tengah inilah yang barangkali tengah dipikirkan oleh kita semua. Boleh Saudara mengatakan undang-undang pertahanan dan keamanan negara. Kalau konsensus kita memilih itu, atau kita memilih undang-undang keamanan nasional, karena itu sebetulnya satu entity dilihat oleh orang yang berbeda ya. Istilah manakala bisa kita sepakati bagus, tapi jangan sampai kita perang saudara gara-gara belum bersepakat dalam istilah.

 

Kita mungkin membandingkan, saya baca pamfletnya Lemhannas. Kita ingin negara lain punya national security act, ya dia punya. Boleh. National security council, dewan keamanan nasional, mereka punya, tapi apa yang harus kita pilih kita yang paling baik bagaimana yang paling tepat bagaimana. Undang-undang pertahanan, ada dewan pertahanan nasional. Kalau hanya dewan pertahanan nasional, berarti yang diurusi adalah lebih pada external defence. Padahal de facto 24 jam. SMS yang saya baca, laporan yang saya terima, koran yang saya ikuti, media dalam dan luar negeri, itu bukan hanya external defence, tapi juga internal security, public security range-nya luas sekali, spektrumnya luas sekali. Sehingga mungkin yang diperlukan nantinya setelah ada landasannya, dewan, kalau mau yang suka dewan pertahanan dan keamanan nasional, atau dewan keamanan nasional, K besar. Di situ siapa, ya ada orang TNI, ada orang Polri, ada unsur lain dari komponen bangsa yang juga bagian dari upaya pertahanan dan keamanan kita.

 

Rumuskan, mari kita rumuskan tidak harus sama dengan National Security Council Amerika Serikat, di sana ada Presiden, Wakil Presiden Menteri Pertahanan, ada Menteri Luar Negeri, ada Direktur CIA, ada Chairman, Chief of Staff, dan sebagainya. Jepang punya sendiri, Inggris punya sendiri, negara lain. Apa yang kita perlukan, kita lihat pada the nature of our problems yang dihadapi oleh negara ini, kita rumuskan, kita pilih karena ini yang kita perlukan. Membandingkan dalam arti bukan mencontoh, menjiplak, mengadopsi, tetapi menginspirasi kita. Dia punya itu karena masalahnya itu, kita punya yang lain, karena masalahnya juga lain, meskipun ada common characteristics, pasti ada itu.

 

Dalam penyusunan undang-undang, saya berharap undang-undang itu domain pemerintah dan DPR. Ada yang meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Oleh karena itu, saya pantas, kalau memiliki harapan. Karena siapa yang, begini Saudara-saudara, supaya tidak salah mengerti. Undang-undang itu kehendak rakyat, rakyat yang bikin undang-undang. Siapa yang menyusun undang-undang kemudian? Adalah yang diberikan mandat oleh rakyat. Siapa? DPR dalam batas tertentu DPD. Karena DPR orang-seorang dipilih oleh rakyat. Yang kedua, Presiden, saya dipilih oleh rakyat. Panglima TNI dan Kapolri tidak dipilih oleh rakyat, oleh karena itu sebetulnya Presiden, who is elected by the people, sekarang directly, and the parliament who are also elected by the people, kita dikasih mandat oleh rakyat, tolong aturlah negara ini, termasuk undang-undangnya seperti apa, bertemulah kami. Jadi mandat ini sah, power that I hold itu juga given by the people. Oleh karena itu, sah. Oleh karena itu, semuanya terpulang pada undang-undang.

 

Ini wartawan ngejar-ngejar, "Pak, bagaimana pandangan TNI boleh nggak, atau sudah tepat belum atau bagaimana dalam pemilu 2014 nanti?" Semua ditanya, makin banyaknya yang ngotot, makin senang media, karena agar hidup terus itu isunya. Saya sudah menjawab di Cipanas. Kalau ada yang berpikiran belum saatnya, hormati. Sudah saatnya, hormati. Sudah saatnya, tapi dengan catatan, hormati. Belum saatnya, tapi dengan catatan, hormati. Semua, dengarkan itu semua, boleh. Tidak ada orang tidak dilarang untuk punya pendapat di negeri ini. The freedom of speech, the freedom of thought.

 

"Ketika 2014, bagaimana Pemilu nanti Pak, apakah betul-betul boleh menyoblos atau tidak?" Ya lihat Undang-undangnya. Siapa yang bikin undang-undang? Ya Presiden dengan DPR. Mengapa mereka berdua? Ya sudah diberikan mandat oleh rakyat. Kan begitu sebenarnya. Jadi jernih melihat sesuat rasional, dengan demikian tidak harus lelah, yang lain sudah sampai ke mana kita lelah gara-gara istilah, lelah gara-gara yang lain-lain tadi.

 

Please, dimengerti dengan baik. Saya kembali lagi, sudah keluar sebentar tadi. Dalam menyusun undang-undang nanti, libatkan para pakar dan praktisi militer. Dengarkan pikiran para jenderal, laksamana, marsekal, kolonel dan sebagainya. Libatkan pakar dan praktisi Kepolisian, libatkan para diplomat dan ahli hubungan internasional, libatkan para ekonom, ingat ada economic of defence, budget-nya bagaimana. Teknolog, ahli hukum, ahli energi. Ingat sumber konflik suatu saat energi di masa depan, ahli sejarah dan lain-lain. Ajak semua, yang betul-betul pakar, bukan pakar dalam arti apa-apa sukar. Jadi betul-betul dilibatkan di situ.

 

Saya tunggu supaya nanti DPR dan pemerintah kapan kalau sudah membahas, sudah masuk ke badan legislasi itu sudah lebih utuh, lebih komprehensif waktu kita membahas. Di sini ada para Pimpinan Komisi I, saya kira ada.

 

Saudara-saudara,

 

Kalau 2 hal sudah ya, rujuk Undang-undangnya. Yang kedua, kalau ada dikembangkan nanti dalam Undang-undang, telaah tadi semua yang berkaitan dengan itu.

 

Sekarang yang ketiga, masih main food, masih main course ya. kalau kita berpikir sekarang dan 25 tahun ke depan, pahami betul tren, kecenderungan, realitas dan isu-isu besar, supaya tidak bolak-balik merevisi undang-undang begitu. Jadi intip trennya kemana dunia ini, negeri ini. Demikian juga challenges dan fundamental issues yang kita hadapi. Sekali lagi, pada tingkat global, regional dan nasional.

 

Contoh, ya saya ingin memberikan contoh saja. Kalau kita bicara dunia kita sekarang ini, maka geopolitik tengah berubah. Dulu dalam era perang dingin ada blok barat, blok timur, ada non blok. Kemudian setelah perang dingin berakhir, itu sudah ada seperti negara demokrasi dan negara non demokrasi, konon begitu. Setelah Amerika diserang oleh kaum teroris tahun 2001, berubah lagi, sekarang ini seperti apa dunia, apakah negara yang menjalankan nilai-nilainya dianggap universal. Kemudian negara yang anti-kekerasan seperti itu atau yang pro, dianggapnya begitu. Ini aliran pemikiran. Setelah krisis global, 2008-2009 sekarang bergeser lagi, kalau begitu Amerika tidak lagi menjadi one single super power, di samping ada Eropa, ada Jepang, ada Asia Timur, bahkan orang, "Wah jangan-jangan nanti super power itu Tiongkok dengan Amerika atau Tiongkok dengan yang lain." Tapi muncul juga peran Timur Tengah dan sebagainya. Geopolitic is changing now. Hati-hati, jangan menggunakan mindset 30 tahun yang lalu atau 20 tahun yang lalu.

 

Peace and security juga berkembang terus, Timur Tengah masih membara, ada alirannya kepada kekerasan, seperti terorisme dan sebagainya. Global economy, hati-hati. Peperangan mungkin korbannya hanya beberapa, tapi krisis ekonomi, krisis pangan, korbannya bisa jutaan manusia, kematian bagi negara-negara yang sangat menderita bisa besar, lebih dari korban peperangan pada tingkat divisi ataupun brigade-brigade militer. Think about that. Ini betul-betul berubah, the meaning of security di abad 21 ini.

 

Relation among civilization. Barat sama Islam misalnya, itu juga isu-isu kontemporer yang jangan dilewatkan. Climate change, benturan kepentingan untuk penguasaan food, energy and water, FEWS, food, energy, water security, extendability juga sangat penting. Communicable diseases,Nuclear weapon,Human right versus kedaulatan. Saudara kenal namanya humanitarian interventions. Itu juga isu-isu kontemporer yang harus kita sikapi dan kita harus punya posisi, banyak lagi. Tolong dilihat nanti dalam seminar dan dalam perumusan sistem serta Undang-undang. penyakit menular yang bisa membawa korban ribuan ataupun puluhan ribu. ketegangan antara Iran sama negara barat dan banyak lagi, Korea Utara misalnya.

 

Isu nasional meskipun, alhamdulillah, keadaan sekarang jauh lebih baik dibandingkan keadaan 10 tahun yang lalu, tapi tetap kita punya concern pada keutuhan wilayah dan kedaulatan untuk tidak memberikan ruang bagi separatisme ataupun pemberontakan. Kita juga tetap menjaga keamanan wilayah, termasuk menghadapi sengketa teritorial, seperti kasus Ambalat, yang masih terus kita jaga. Kita menghadapi trans-national crimes, termasuk terorisme. Kita tentu negara kita juga ada human security aspect, kemiskinan, penyakit, bencana. Oleh karena itulah, TNI dan Polri, saya kira begitu keadaan di Aceh membaik, keadaan di Papua membaik, Maluku, Maluku Utara dan Poso membaik, maka yang dilaksanakan lebih banyak military operation and other then war, operasi militer selain perang. Apakah itu masuk security? Masuk sekarang dalam non traditional security, karena ada the re-definition of security misalnya.

 

Gangguan kamtibmas, masih ada pembakaran, masih ada serang menyerang gara-gara pilkada habog-habogan, bakar-bakaran, rusak-merusak begitu. Masih ada ternyata urusan public order, public security. Tolong itu direkam dan dipertimbangkan dalam menyusun seperti apa sistem, seperti apa desain Undang-undang yang akan diwujudkan.

 

Kemudian yang terakhir masih sesuai pesanan panitia, Saudara ingin setelah bicara tentang sistem tadi mau dikaitkan dengan the environment, negara kita, negara demokrasi.

 

Saya ingin memberikan contoh, kalau kita menganut nilai demokrasi menjalankan kehidupan sesuai dengan nilai dan norma demokrasi, maka wewenang untuk menyatakan perang, ya perang sekarang kita. Perang sama negara X misalnya. Kita keluarkan, kita kerahkan 2 divisi infanteri, termasuk Angkatan Udara, Angkatan Laut. Negara demokrasi dan termasuk dalam konstitusi kita, masuk dalam undang-undang kita, itu domain politik. Tidak bisa Pak Bambang Hendarso, Pak Djoko Santoso kumpul di Cilangkap, tiba-tiba konferensi pers, saya sedang mimpin rapat di kantor, kami bersepakat, besok akan mengerahkan 2 divisi ditambah dengan 10 satuan brimob untuk menyerang negara X begitu. Itu domain politik.

 

Mengapa politik? Yang mengambil keputusan yang diberikan mandat oleh rakyat. Siapa? Presiden dengan DPR. Keadaan emergency Presiden, cut dulu dalam waktu berapa Pak Hasanudin, Pak Theo? 2 x 24 jam harus disetujui oleh DPR, ada. Lantas TNI diam saja? Pokoknya apapun dikatakan politisi ikut saja, oh tidak. Ada mekanisme. Presiden sebelum menyatakan perang, sebelum mengerahkan pasukan, ada proses kami sebenarnya dengan Panglima TNI, dengan Menko Polhukkam, dengan Kapolri, dengan semua, Menlu segala macam. Ada proses, ndak mungkin. Itulah di luar negeri, national security council, a decision making forum, ada Presiden, ada unsur militer, ada unsur diplomat, ada segala macam, di situ dan disetujui oleh parlemen mereka juga. Itulah, itu kaidah demokrasi. Jadi tidak bisa, masing-masing menafsirkan demi bangsa dan negara, kita perang sekarang. Lho ini Presiden belum tahu, DPR belum tahu, kok langsung, ini nilai demokrasi, contohnya.

 

Dalam penjagaan kamtibmas, Pak Bambang Hendarso cs, tugas beliau, tugas konstitusi lho itu, keamanan dan ketertiban masyarakat. Tapi dalam alam demokrasi tidak bisa apapun dilakukan, ya ada aturan hukumnya, ada aturan hak azasi manusianya dan sebagainya, ada pembatas-pembatas. Itu democratic values have to do practice di situ.

 

Kemudian stabilitas. Dulu barangkali dalam pemerintahan yang semi otoritarian pokoknya demi negara, demi stabilitas, demi pembangunan, pokoknya begini. Dalam alam demokrasi, stabilitas tetap diperlukan, siapa bilang stabilitas enggak penting. Negara manapun juga tidak ada yang tidak mementingkan stabilitas. Tell me, kalau ada satu negara yang, "Ah, stabilitas enggak penting." Penting, cuma stabilitas yang kita tegakkan adalah stabilitas in open society in democratic system, ada.

 

Lantas keterbukaan informasi. Ini wartawan misalkan ngejar Pak Djoko Santoso, misalkan sedang ada perencanaan operasi, karena ada pelanggaran perbatasan, Pak Djoko Santoso mempersiapkan kekuatannya setelah melapor kepada Presiden, setelah Presiden oke dengan DPR, kalau itu reguler, tapi kalau ini, tidak termasuk kategori itu, yang penting ada action segera. Tiba-tiba wartawan ngejar ke Cilangkap, "Pak Djoko, ini kemana? Berapa kekuatan yang dikerahkan? Yang mau dihantam musuh dimana, Pak? Jam berapa terbangnya? Nanti melintasi ini jam berapa?'

 

Atas nama demokrasi, atas nama keterbukaan informasi, no. Kalau itu sampai di pers, ya tinggal musuh kita dengan rudal, dengan pesawatnya habis semua sebelum sampai di sasaran. Ada aturan undang-undang tentang keterbukaan informasi publik, mana yang boleh dijelaskan kepada pers, kepada rakyat, mana yang bagian dari kerahasiaan negara. Itu yang ngatur juga undang-undang. Siapa? Ya Presiden dengan DPR, yang diberikan mandat oleh rakyat. Undang-undangnya sudah ada. Jadi jangan asal ngomong, "Wah ini tertutup, tidak transparan, TNI itu, masak dirahasiakan jam berapa menyerbunya itu." Itu memang dirahasiakan, bagaimana. Ini Kapolri ini tertutup ini, "Jam berapa Pak, grebek narkoba?" Kok diberitahu gitu, umumkan di TV, "Kami akan menggerebek di Jatinangor, jam sekian, rumah ini dan seterusnya."

 

Tolong. Oleh karena itu, pasangannya ada undang-undang keterbukaan informasi publik, satu lagi pasangannya undang-undang kerahasiaan negara. Ini pasangan begitu. Ketika undang-undang kerahasiaan negara belum diterbitkan karena ditentang, "Wah ini bertentangan dengan demokrasi." Pastikan dulu undang-undang keterbukaan informasi publik ada elemen tentang kerahasian negara dan elemen itu ada, ada. Dengan demikian, tidak usah perang dunia, ada semua kok, asalkan jernih kita melihat, enak kok mengelola negara dan pemerintahan ini, sebetulnya begitu. Yang menjadi tidak enak, karena bertemunya banyak hal yang kadang-kadang keluar dari kejernihan berpikir. Ini contoh ya urusan demokrasi, lihatlah dengan baik.

 

Dan globalisasi, sumber konflik sudah bergeser. Kita sudah tahu semua, dulu ideologi, komunis, kapitalis, barat, timur dan sebagainya. Sekarang sudah banyak non-ideologi, bisa saja nanti sengketa karena energi, banyak, bisa antar keyakinan, clash of civilization. Itu Pak Christianto Wibisono, itu ada geopolitic of emotion. Itu buku putihnya, itu yang sering diangkat seperti itu. Banyak sumber konflik yang muncul, yang berbeda dengan sumber konflik di era 30-40 tahun yang lalu.

 

Saudara juga pernah mendengar, "Eh dunia enggak usah ikut-ikut, ini negara saya, rakyat saya, mau apa terserah saya." Ada, barangkali seorang Presiden, seorang perdana menteri, seorang siapa seperti itu. Karena mengatakan this is the right of soverignity, kedaulatan saya. Dunia sekarang, globalisasi, itu ada pasangannya, oke, there is the right of soverignity, tapi there is also the responsibility to protect. Ada sebuah pemerintah, sebuah pemimpin, karena ingin berkuasa, memerintahkan pembasmian sebuah masyarakat, korbannya sudah 5 ribu dan ketika dunia ribut, "Oh jangan, itu urusan negara kami, inikan kedaulatan kami." Sekarang dikontrol oleh the responsibility to protect, the responsibility of the government to protect the people, the responsibility a leader to protect his or her own people. Ini globalisasi, tidak bisa kita abaikan seperti itu. Sekarang ada human right council, dulu hanya UN Security Council sekarang UN Human Right Council. Perkara-perkara itu masuk dalam penataan atau dalam sistem hubungan internasional.

 

Saudara kenal namanya non military hard power, hard power ya serangan militer. Tapi non military hard power, sanksi ekonomi, embargo, macam-macam. Tolong juga dilihat. Dunia juga ingin peaceful conflict resolution. Kalau soal Ambalat, kalau saya dengar unjuk rasa, saya lihat unjuk rasa kadang-kadang kok, "Serang saja, Pak." "Serang." "Takut ya Pak SBY sama negara tetangga kita." Begitu.

 

Padahal di ASEAN, kita mengenal namanya dalam ASEAN Charter, ASEAN political and security community, harapannya kalau ada masalah bisa diselesaikan secara damai, tidak langsung melancarkan perang. Itu ASEAN. Semangat dari dunia sebetulnya itu, apakah semuanya begitu? Tidak. Masih ada peperangan di Afganistan, peperangan di Irak, peperangan di banyak negara. Tapi sebetulnya trennya itu ingin ada peaceful conflict resolution. Kita juga tidak boleh kehilangan dari pemahaman kita terhadap what's going on pada tingkat global, tingkat regional, dan tingkat nasional.

 

Saudara-saudara,

 

Agak lama saya berbicara, saya sudah minta izin tadi pada Gubernur Lemhannas dan Ketua IKAL, saya akan lama bicara. Tapi saya akan gunakan kesempatan untuk berkontribusi dalam alam pemikiran itu. Tapi itulah pandangan, harapan dan ajakan saya. Dan akhirnya output yang harus Saudara hasilkan apapun namanya bisa naskah akademik atau apapun, saya tunggu. Teruskan kepada pemerintah dan kepada DPR, teruskan kepada Menhan, kepada Panglima TNI, Kapolri, kepada Komisi I DPR, kepada stakeholders yang lain.

 

Dengan pandangan, ajakan dan harapan itu, akhirnya mengakhiri dari semua yang saya sampaikan itu dan sesuai dengan agenda seminar, maka dengan memohon ridho Allah SWT dan mengucapkan Bismillahirrahinirrahim, Seminar Nasional Ikatan Alumni Lemhannas tentang Sistem Keamanan Nasional dengan resmi saya nyatakan dibuka. Sekian.

 

Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

 

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI