Sambutan Presiden RI pada Peringatan Hari AntiKorupsi dan Hari HAM Sedunia, Jakarta, 10 Des 2012

 
bagikan berita ke :

Senin, 10 Desember 2012
Di baca 896 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PUNCAK PERINGATAN

HARI ANTIKORUPSI SEDUNIA DAN HARI HAK ASASI MANUSIA SEDUNIA

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

TANGGAL 10 DESEMBER 2012

 



Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Para tamu undangan dan hadirin sekalian yang saya hormati, khususnya para penggiat dan pejuang antikorupsi serta para penggiat dan pejuang hak-hak asasi manusia yang saya cintai,

 

Saya juga mengajak Saudara semua untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhaanahu wa Ta'aala, karena kita dapat memperingati dua hari yang amat penting yaitu Hari Anti-Korupsi Sedunia dan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia. Kita berharap peringatan ini bisa lebih memperkuat komitmen, tekad, dan aksi nyata kita untuk terus mencegah dan memberantas korupsi dan terus melindungi serta memajukan hak-hak asasi manusia di negeri kita.

 

Saya juga ingin menggunakan kesempatan yang baik ini untuk mengucapkan terima kasih dan penghargaan saya atas kerja keras para pemberantas korupsi dan para pejuang hak asasi manusia serta yang tidak kalah pentingnya adalah terima kasih atas dukungan seluruh rakyat Indonesia.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Saya mencegah untuk terlalu beretorika dalam sambutan saya ini karena sebenarnya kita semua sudah tahu bahwa korupsi itu jahat dan hak asasi manusia itu penting. Yang ingin saya sampaikan pada acara yang istimewa ini tiada lain adalah apa yang harus kita lakukan, kebijakan seperti apa, serta tindakan nyata seperti apa pula yang harus kita lakukan bersama-sama ke depan ini.

 

Kita mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi tadi, dan kemudian dilanjutkan apa pula yang disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia.

 

Ada dua potret yang bisa dihasilkan dari kedua sambutan pejabat tadi itu. Pertama, korupsi memang masih terus terjadi di negeri kita. Berarti ini sebuah permasalahan dan gangguan yang serius dalam kehidupan dan pembangunan yang tengah kita lakukan. Itu gambar pertama.

 

Gambar kedua, sesungguhnya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi juga terus dilakukan secara sungguh-sungguh, bahkan boleh dikata masif dan agresif. Bandingkan dengan upaya pemberantasan korupsi di negeri kita ini dalam perjalanan sejarah kita. Berarti, sesungguhnya tidak ada istilah pembiaran. Kita tidak akan pernah membiarkan kejahatan korupsi itu terus terjadi. Mendengarkan apa yang disampaikan oleh KPK dan juga jajaran pemerintah dan menyaksikan sendiri praktek pemberantasan korupsi selama ini juga tidak ada istilah tebang pilih. Ini melegakan. Tetapi harus kita akui hasilnya memang masih belum sesuai dengan harapan kita.

 

Saya pernah menyampaikan di ruangan ini, beberapa saat yang lalu, pada acara Konferensi Internasional Anti-Korupsi, yang KPK juga salah satu pemrakarsanya. Saya katakan waktu itu, bahwa memberantas korupsi itu adalah sebuah upaya dan agenda bekelanjutan, never ending goal, unfinished agenda, itu yang harus kita pahami. Memberantas korupsi bukan hanya aksi nyata untuk membawa koruptor ke meja pengadilan, meskipun itu sangat penting, tetapi juga harus mampu, kita semua, meniadakan sumber-sumber penyebab terjadinya korupsi.

 

Pengalaman di banyak negara, upaya seperti ini bukan hanya kerja instan, pekerjaan setahun-dua tahun selesai, tetapi sebuah pekerjaan yang memerlukan waktu yang panjang. Dan untuk Indonesia tidak berkelebihan kalau saya mengatakan ini adalah upaya dan pekerjaan kita selamanya. Sebagaimana yang saya katakan tadi, saya tidak perlu mengulangi apa saja yang telah kita lakukan, termasuk berbagai program aksi dan aksinya karena kedua pejabat tadi telah menjelaskan secara gamblang dan lengkap.

 

Saya hanya ingin mengingatkan kembali dan mendorong para penegak hukum, baik KPK maupun lembaga pemberantas korupsi yang lain, untuk memberikan atensi khusus pada empat wilayah atau empat arena. Ini juga saya sampaikan pada Konferensi Internasional Anti-Korupsi yang lalu. Pertama, mari kita berikan atensi yang sungguh-sungguh dalam pengadaan barang dan jasa. Cegah mark-up, cegah pengeluaran fiktif.

 

Kedua, lihat secara seksama tentang pengeluaran izin, termasuk yang ada di daerah, utamanya di kabupaten dan kota. Ini memang salah satu dampak negatif dari sentralisasi dan otonomi daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi itu benar. Itu pilihan kita, itu amanah reformasi dan harus kita sukseskan. Namun demikian, ada ekses dan dampak negatifnya yang harus kita cegah dan kita perangi. Praktek suap, benturan kepentingan, dan apa yang telah saya berikan izin lebih dari 100 pejabat daerah yang diduga melaksanakan tindak pidana korupsi, kasus-kasus begini sering terjadi menjelang dilaksanakannya pemilihan kepala daerah.

 

Ketiga, mari kita berikan atensi sungguh-sungguh dalam penyusunan dan penggunaan APBN dan APBD. Cegah dan berantas kolusi antara oknum pemerintah dan oknum DPR, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

 

Yang keempat, arenanya adalah penyimpangan di wilayah perpajakan. Pembayar pajak atau wajib pajak bisa tidak memenuhi kewajibannya. Petugas pajak juga bisa melakukan korupsi dan bisa terjadi kolusi antara wajib pajak dengan petugas pajak yang merugikan negara. Empat hal itu, saya sungguh berharap di tahun-tahun mendatang ini kita berikan atensi yang sungguh-sungguh, bukan berarti di wilayah yang lain tidak penting.

 

Saudara-saudara,

 

Dalam melakukan kontemplasi dan refleksi pada Hari Anti-Korupsi Sedunia seperti sekarang ini, patutlah saya yang alhamdulillah telah memasuki tahun ke-9 dalam masa kepresidenan saya untuk menyampaikan apa yang kita lihat bersama yang saya sebut dengan fenomena baru di negeri kita.

 

Sepuluh tahun terakhir ini, kasus-kasus korupsi, sesuai dengan surat izin yang saya keluarkan maupun yang diproses oleh KPK tanpa menunggu izin Presiden, lebih banyak terjadi di daerah. Ini para Gubernur hadir di sini. Dulu, di era otoritarian, kasus korupsi lebih banyak terjadi di pusat dan lebih banyak dilakukan pejabat eksekutif, dulu. Kini, kasus-kasus korupsi tersebar, ada di pusat, ada di daerah, ada di lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif. Ada di dunia usaha ataupun elemen kehidupan masyarakat yang lain. Mengapa?

 

Ini menggambarkan bergesernya distribusi kekuasan di Indonesia, the distribution of power. Era dulu adalah era kuat eksekutif dan era sentralisme. Di situlah kekuasaan berada. Power boulders ada di Jakarta, sekarang ada di mana-mana. Dan korupsi terjadi di antara pemegang kekuasaan itu. Ada yang menyalah gunakan kekuasaan yang dimilikinya, sedangkan kekuasaan itu menggoda. Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely itu tetap valid dan tetap berlaku.

 

Saya berharap semua jajaran penegak hukum, jajaran lembaga audit, jajaran institusi pengawas agar memberikan atensi yang sungguh-sungguh dan betul-betul melihat di arena-arena yang rawan akan korupsi itu.

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Saya melanjutkan, saya ingin melanjutkan pengamatan saya, observasi saya terhadap apa yang lazim terjadi di negeri kita, di era reformasi dan demokrasi ini, berupa pandangan dan bacaan saya terhadap semua dinamika dan permasalahan pemberantasan korupsi.

 

Pertama, sistem pengawasan dan monitoring masih memberikan ruang, sebenarnya, untuk sebuah terjadinya tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, beberapa hari yang lalu saya sudah mengeluarkan instruksi kepada jajaran pemerintahan, dalam hal ini focal point-nya adalah UKP4 dan BKPM, untuk membangun sistem monitoring dan pengawasan dengan menggunakan information technology, sehingga dengan model yang bagus dan dengan sistem yang bagus, kita bisa melaksanakan tracking. Tracking apa yang akan kita lakukan? Tracking monitoring dan pengawasan terhadap proses perizinan usaha, proses penyusunan dan penggunaan APBN dan APBD, pembayaran pajak, serta pengadaan barang dan jasa. Ada tujuan yang hendak kita capai, yang saya sebut dengan tujuan kembar.

 

Tujuan pertama, kalau kita melakukan monitoring, tracking, kalau ada kemacetan kita bisa tahu di mana macetnya, di Jakarta atau di daerah. Kalau di Jakarta, di kementarian mana, di lembaga mana, kalau di daerah juga di mana. Dengan demikian tidak mengganggu pelaksanaan program, yang pelaksanaan program itu untuk kepentingan rakyat kita dan sekaligus kita juga bisa mengenali serta mendeteksi apabila ada dugaan penyimpangan. Itu bacaan yang pertama saya dan apa yang harus kita lakukan ke depan.

 

Yang kedua, upaya pencegahan masih harus dilaksanakan secara lebih gigih dan efektif. Saya senang kedua pejabat tadi, baik KPK maupun Kementerian Hukum dan HAM, menggarisbawahi pentingnya pencegahan. Saya ingin praktis saja, Saudara-saudara, yang diperlukan oleh para penyelenggara negara dan pejabat pemerintah itu adalah penjelasan dan aturan yang jelas sehingga semua pejabat negara benar-benar paham, mana yang dikategorikan korupsi dan mana yang bukan berkategori korupsi.

 

Terus terang, pengalaman empirik kita selama delapan tahun lebih ini, saya menganalisis, ada dua jenis korupsi. Pertama, memang korupsi itu diniati oleh pelakunya untuk melakukan korupsi, ya sudah, good bye. Tetapi, ada juga kasus-kasus korupsi terjadi karena ketidakpahaman seseorang pejabat bahwa yang dilakukan itu keliru dan itu berkategori korupsi. Maka, negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat untuk melakukan korupsi, tapi bisa salah di dalam mengemban tugas-tugasnya. Tugas yang datang siang dan malam, kadang-kadang memerlukan kecepatan pengambilan keputusan, memerlukan kebijakan yang tepat. Jangan biarkan mereka dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi.

 

Ada pula, ini yang tidak boleh terjadi sebenarnya. Fenomena keragu-raguan dari pejabat pemerintahan yang harus mengambil keputusan, menetapkan kebijakan, dan menggunakan anggaran karena takut disalahkan. Saya mengamati, tahun-tahun terkahir ini, banyak masalah yang dulu selesai di menteri, dengan keputusan menteri, dengan kebijakan menteri, naik ke tingkat saya. Saya mencari tahu mengapa? Kesimpulannya ada juga keraguan di kementerian, jangan-jangan salah, jangan-jangan ini menyimpang, naik ke atas. Saya yakin di banyak tempat terjadi seperti itu. Dari banyak laporan yang masuk ke saya, di daerah juga ada stagnasi bahkan hambatan untuk pengambilan keputusan dan penggunaan anggaran.

 

Oleh karena itu, hal begini tidak boleh terus terjadi. Sasaran kita dua, bagaimana pun korupsi harus dicegah dan diberantas. Sistem kita harus makin bersih, makin bersih, suatu saat bersih. Tetapi, kegiatan penyelenggaraan negara, jalannya pembangunan tidak boleh terhenti karena semua orang ragu-ragu dan takut untuk mengambil keputusan, untuk menetapkan kebijakan, dan menggunakan anggaran. Mari kita bersatu-padu untuk mencapai dua sasaran penting itu.

 

Kalau kita bisa, insya Allah, negara kita akan makin bersih di tahun-tahun mendatang. Nanti medio Januari 2013, saya berinisiatif, kita undang seluruh gubernur, bupati, dan wali kota, seluruh jajaran pemerintahan, seluruh petugas atau pejabat yang merancang, mengelola, dan menggunakan anggaran, kita undang para penegak hukum, termasuk KPK, BPK, BPKP, semua, Kepolisian, Kejaksaan, PPATK. Jelaskan kepada mereka mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang itu wilayah korupsi, dan mana yang bukan, mana itu yang kebijakan, dan mana yang bukan kebijakan. Jangan sampai kita hidup dalam alam ketakutan karena kurang jelasnya pemahaman kita semua. Meskipun tidak boleh dibaca ini kita permisif pada tindak pidana korupsi, tidak. Kita firm dan kita menjadikan itu prioritas.

 

Saya menyampaikan ini, apa yang kita hadapi sekarang ini. Sebagai Presiden, saya ingin dua-duanya. Korupsi kita berantas, makin efektif, tetapi semua upaya untuk meningkatkan ekonomi kita, meningkatkan kesejahteraan rakyat kita, pelayanan publik, dan lain-lain tetap jalan, tidak terhenti, tidak terganggu karena iklim, barangkali, yang tidak kondusif untuk itu.

 

Saudara-saudara,

 

Saya juga melihat fenomena yang ketiga ini, mari kita atasi bersama-sama. Kita harus mendidik diri kita sendiri untuk bisa memisahkan mana yang merupakan wilayah penegakan hukum dan mana yang itu wilayah politik. Hukum itu berkaitan dengan kebenaran dan keadilan. Politik, bagaimanapun, tidak bebas dari kepentingan untuk kekuasaan serta posisi yang bernuansa politik. Mari kita berikan kepercayaan kepada para penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya tanpa gangguan politik apa pun. Jangan diganggu secara politik. Berikan kepercayaan, berikan ruang kepada penegak hukum untuk menjalankan tugasnya.

 

Para penegak hukum juga harus mencegah untuk tidak memasuki diskursus politik di dalam embanan tugasnya. Nanti menjadi bingung masyarakat. Kalau harus memberikan penjelasan, apakah kepolisian, kejaksaan, BPK, BPKP, KPK, MA, semua, berikan penjelasan kepada rakyat secara proporsional dan profesional, segamblang-gamblangnya agar masyarakat sungguh mengerti duduk persoalannya. Gamblang, jelas, tidak ngambang. Kalau tidak ngambang, no comment dan seterusnya, itu menimbulkan, apa namanya, persepsi, tafsiran bahkan dihakimi sebelum seseorang itu dinyatakan bersalah. Please, tolong, berikan penjelasan yang gamblang, yang utuh, yang logis sehingga rakyat bisa mengetahui duduk persoalannya. Ingat, mereka yang dijadikan tersangka, yang didakwa, yang dipanggil itu punya keluarga, anak istri, sahabat, dan semuanya. Berikan penjelasan segamblang-gamblangnya.

 

Masyarakat luas juga harus memberikan dukungan penuh kepada para penegak hukum, seraya memberikan pengawasan untuk memastikan hukum yang ditegakkan itu sungguh memenuhi rasa keadilan. Jangan berjarak antara hukum dan keadilan. Yang kita kejar adalah keadilan yang sejati.

 

Saudara-saudara,

 

Bagian terakhir dari upaya kita untuk memberantas korupsi, saya ingin sampaikan kembali ada sejumlah imperatif atau keharusan yang harus kita laksanakan. Pertama, semangat, komitmen, dan kegigihan pemberantasan korupsi pada unsur pimpinan harus tetap kita jaga. Jangan ada yang kendur, jangan ada yang patah hati, frustrasi, dan sebagainya.

 

Kedua, independensi dan ketegasan lembaga pemberantas korupsi juga harus kita hormati.

 

Yang ketiga, integritas, profesionalitas, dan kapasitas para penegak hukum, tentu termasuk KPK, juga sangat penting. Bagi para penegak hukum, jangan ada istilah pagar makan tanaman.

 

Yang keempat, perlu ditingkatkan kontrol terbuka dari masyarakat terhadap upaya menciptakan sistem yang bersih. Kita undang pers, kita undang whistle blower untuk menyampaikan laporan atau informasi yang benar dan bukan fitnah yang tidak jelas dari mana sumbernya.

 

Yang kelima, peningkatan kesejahteraan para pejabat dan pegawai untuk hidup makin layak itu perlu terus kita lakukan agar mereka tidak mudah digoda oleh godaan-godaan yang itu menyimpang dan merupakan pelanggaran hukum.

 

Dan yang keenam atau yang terakhir, masih bicara antikorupsi, kerja sama internasional yang efektif itu tetap kita perlukan.

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Bagian kedua atau bagian akhir dari sambutan saya karena hajat kita hari ini dua, satu antikorupsi dan yang kedua HAM. Maka, saya ingin secara ringkas, saya tidak perlu juga beretorika masalah hak asasi manusia, semua sudah tahu.

 

Pertama, perlindungan dan pemajuan HAM itu amanah konstitusi. Bacalah Pasal 28 mulai dari A sampai J. Itu juga komitmen kita, itu juga merupakan ruh reformasi dan juga nilai utama demokrasi. Demokrasi itu bukan hanya soal kebebasan, banyak elemen demokrasi. Tetapi, yang berkaitan dengan hajat kita hari ini, saya ingatkan, demokrasi memang berkaitan dengan nilai-nilai kebebasaan atau freedom, pranata hukum atau rule of law, dan juga berkaitan dengan hak, tetapi pasangkan sekaligus kewajiban warga negara, the rights and the obligations of the citizens. Mari kita pasangkan.

 

Kalau kita ingin memotret perjalanan dan perkembangan perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia, terus terang, kita harus jujur, bandingkan dengan 10 tahun, 20, 30 tahun yang lalu, tentu banyak kemajuan. Meskipun masih ada isu, permasalahan, dan tantangan terhadap hak asasi manusia ini.

 

Saya sering berkomunikasi dengan para penggiat dan pejuang HAM, termasuk Komnas HAM, termasuk Komnas Perempuan, termasuk Komnas Anak. Mereka mengatakan, Pak Presiden, memang benar pelanggaran HAM dari negara kepada rakyat itu menurun, meningkat dengan baik, bukan pelanggarannya, meningkat dalam arti prestasinya. Negara terhadap rakyat. Bandingkan dengan di era otoritarian, tetapi pelanggaran HAM horizontal masih sering terjadi. Saya kira semua setuju. Mengapa masih sering terjadi pelanggaran HAM horizontal? Ini saya kira para gubernur, bupati, dan wali kota, beliau yang lebih tahu, yang sering memotret, yang sering mengelola, dan mengatasi. Sering terjadi atau masih terjadi karena bagaimanapun ekor dari euforia reformasi dan demokrasi masih ada.

 

Banyak di antara warga negara kita yang salah di dalam mengartikan dan menjalankan kebebasannya. Tidak memahami bahwa hak-hak asasi manusia, 10 pasal dalam Undang Undang Dasar 1945 itu dibatasi. Baca Pasal 28 C, baik ayat satu maupun ayat dua, itu dibatasi. Artinya, hak asasi manusia tidak boleh digunakan begitu saja, mengganggu hak asasi manusia orang lain.

 

Penggunaan hak dan kebebasan juga dibatasi, tentu dengan Undang-undang. Manakala bertentangan dengan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum. Jadi tidak absolut, ada pembatasannya. Barangkali yang belum dimengerti oleh semua pihak bahwa sembilan itu merupakan hak, yang ke sepuluh itu pembatasan terhadap hak itu.

 

Oleh karena itu, ajakan dan harapan saya agar kualitas perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia makin baik, mari terus kita perkuat perlindungan dan pemajuan HAM di negara kita. Ini juga never ending goal. Yang kedua, mari kita lakukan pendidikan dan sosialisasi kepada warga negara menyangkut hak dan kewajibannya. Jelaskan kesepuluh pasal yang ada dalam konstitusi kita, yang berkaitan dengan HAM. Dan yang ketiga, tetap dan makin aktif berkontribusi pada pemajuan HAM di kawasan dan dunia.

 

Saya ingin melaporkan kepada Saudara semua, yang mewakili rakyat Indonesia, bahwa kita sangat aktif dan kita kontributif bagi pengembangan hak-hak asasi manusia di kawasan, di ASEAN, di Asia Timur, dan bahkan pada tingkat dunia. Itulah Saudara-saudara, yang harus kita lakukan ke depan, khusus upaya untuk terus melindungi dan memajukan hak-hak asasi manusia.

 

Akhirnya sebagai penutup, Saudara-saudara, marilah terus kita lanjutkan perjuangan dan kerja keras kita, memang tidak mudah, tidak lunak, dan kadang-kadang saya pun merasa frustasi, tidak benar ini, memberantas korupsi, tetapi jangan sampai kita putus asa dan patah semangat, insya Allah ada jalan di masa depan dan saya realistik, negara lain itu juga memerlukan waktu yang panjang, sampai sistemnya betul-betul bersih. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk kita tidak yakin diri bahwa suatu saat tujuan itu akan kita capai.

 

Kemudian, mari kita bangun masa depan kita sehingga sistem kehidupan kita benar-benar bersih, terbebas dari perilaku korupsi serta masa depan di mana kebebasan dan HAM semakin maju tetapi tetap dalam bingkai kepatutan (kepatuhan), kepatuhan kepada pranata hukum atau rules of law.

 

Demikianlah Saudara-saudara, sekali lagi terima kasih atas kerja sama, kegigihan, dan kerja kerasnya untuk terus memberantas korupsi dan memajukan hak-hak asasi manusia di negeri tercinta.

 

Sekian,

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI