Sambutan Presiden RI pada Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, Jakarta, 1 Juni 1945

 
bagikan berita ke :

Rabu, 01 Juni 2011
Di baca 3096 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA
PERINGATAN PIDATO BUNG KARNO 1 JUNI 1945

DI GEDUNG NUSANTARA IV MPR/DPR/DPD, JAKARTA

TANGGAL 1 JUNI 2011

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Yang saya hormati Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3,

Yang saya hormati Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia ke-5,

Yang saya hormati Bapak Taufik Kiemas, Ketua MPR RI beserta para Pimpinan Lembaga-lembaga Negara dan segenap anggota MPR RI, DPR RI, dan DPD RI,

Yang saya hormati Saudara Wakil Presiden Republik Indonesia beserta para Menteri dan Anggota Kabinet Indonesia Bersatu II,

Yang saya hormati Bapak Tri Sutrisno,

Bapak Hamzah Haz,

Bapak Muhammad Jusuf Kalla,

Yang saya hormati Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dan Ibu Karlina Wirahadikusumah, beserta para Tokoh-tokoh Nasional, para Pimpinan Partai-partai Politik, para Gubernur,
Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Marilah sekali lagi, pada kesempatan yang amat bersejarah ini, kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena kepada kita masih diberikan kesempatan, kekuatan, dan semoga kesehatan untuk melanjutkan pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila. Saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pimpinan MPR RI, Bapak Taufik Kiemas atas prakarsanya kembali memperingati Pidato Bung Karno 1 Juni 1945.

 

Saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie dan Ibu Megawati Soekarnoputri yang di samping hadir juga menyampaikan pidato beliau pada hari yang penting ini. Semoga kehadiran kedua beliau dan para tokoh nasional hari ini dapat lebih meningkatkan semangat, tekad, dan upaya kita bersama untuk melanjutkan pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Saya menyimak dengan seksama apa yang disampaikan oleh Bapak Taufik Kiemas, Bapak Habibie, dan Ibu Megawati Soekarnoputri. Saya bersetuju terhadap apa yang disampaikan oleh Pak Taufik Kiemas bahwa Pancasila harus menjadi landasan ideologi, falsafah, etika moral, pemersatu bangsa, dan sumber inspirasi, dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.

 

Presiden Soekarno pernah mengatakan, saya petik, "Sulit sekali Saudara-saudara mempersatukan rakyat Indonesia itu jikalau tidak didasarkan atas Pancasila". Hal itu Bung Karno sampaikan pada acara peringatan ulang tahun Pancasila pada tanggal 5 Juni 1958 di Istana Negara, Jakarta.

 

Saya juga menggarisbawahi apa yang disampaikan oleh Bapak Habibie tadi, Presiden Republik Indonesia ke-3, bahwa Pancasila telah lulus ujian sejarah. Bahwa kini seolah Pancasila tersandera dan dilupakan, juga penglihatan tentang hak asasi manusia yang diunggulkan, tetapi kurang diimbangi dengan kewajiban yang mesti dilakukan. Kemudian Pak Habibie juga mengatakan, kekerasan atas nama agama itu kontra produktif. Beliau mengatakan ada bayang-bayang neokolonialisme dalam perekonomian kita. Saya bersetuju Pak Habibie, itulah yang kita lakukan sekarang ini memastikan kontrak-kontrak baru itu benar dan adil, karena sudah cukup lama puluhan tahun kita menghadapi seperti itu. Marilah kita ubah agar tidak terjadi lagi di masa depan.

 

Saya juga ingin menekankan arti penting yang disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri tadi, Presiden ke-5 kita, bahwa di tengah kegamangan bangsa ini melihat masa depan dalam derunya globalisasi, Pancasila hadir kembali dan insya Allah akan tetap menjadi pelita dan solusi kebangsaan bagi kita. Saya juga setuju bahwa berbicara Pancasila tidak mungkin tidak berbicara tentang Bung Karno. Kita mesti memberikan apresiasi kepada Bung Karno atas pemikiran besarnya, serta perjuangannya yang luar biasa. Bung Karno adalah pejuang, pemikir, dan juga penggali Pancasila. Rumusan manapun saudara-saudara, dari masa ke masa tetapi substansi Pancasila tidak berubah, sebagaimana yang dipidatokan pada tanggal 1 Juni 1945 yang lalu. Ibu Megawati juga menyampaikan, saya bersetuju janganlah mempertentangkan antara nasionalisme dengan Islam, karena memang tidak perlu dipertentangkan.

 

Saudara-saudara,

Hadirin yang saya hormati,

Saudara-saudara kita se-bangsa dan se-tanah air yang saya cintai,

 

Memperingati Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 yang banyak dimaknai sebagai Hari Kelahiran Pancasila menurut pendapat saya ada dua. Pertama, adalah sebuah refleksi kesejarahan dan kontemplasi untuk mengingat kembali gagasan cemerlang dan pemikiran besar Bung Karno yang disampaikan oleh beliau pada tanggal 1 Juni 1945. Ingat, pada saat itu para founding fathers kita tengah merumuskan dasar-dasar dari Indonesia merdeka.


Memang berkali-kali Bung Karno mengatakan bahwa beliau bukan pembentuk atau pencipta Pancasila, melainkan penggali Pancasila, namun sejarah telah menorehkan tinta emas bahwa dijadikannya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sangat terkait erat dengan peran dan pemikiran besar Bung Karno. Yang kedua, memperingati pidato 1 Juni 1945 adalah menjadi misi kita ke depan ini agar pikiran-pikiran besar dan fundamental itu terus dapat diaktualisasikan, guna menjawab tantangan dan persoalan yang kita hadapi di masa kini dan masa depan.

 

Hadirin yang saya muliakan,

 

Namun, di samping dua hal tadi yang mencerminkan pidato refleksi kesejarahan, pada kesempatan yang mulia ini, sekali lagi, disamping kontemplasi dan aktualisasi, saya juga ingin menyampaikan satu hal penting, yaitu sebuah pemikiran tentang perlunya revitalisasi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dan sekaligus sebagai rujukan dan inspirasi bagi upaya menjawab berbagai tantangan kehidupan bangsa.

 

Saya yakin yang ada di ruangan ini, bahkan rakyat kita di seluruh tanah air bersetuju, Pancasila harus kita revitalisasikan dan aktualisasikan. Pertanyaannya, bagaimana cara mengaktualisasikan yang efektif sehingga rakyat kita bukan hanya menghayati, tetapi juga mengamalkan nilai-nilai Pancasila?

 

Hal ini penting Saudara-saudara, ketika kita juga mendengar akhir-akhir ini aspirasi dan pikiran banyak kalangan di negeri kita yang mengatakan bahwa telah terjadi erosi terhadap penghayatan, kesadaran, dan pengamalan Pancasila.

 

Pada peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, lima tahun yang lalu, yang kita selenggarakan di Jakarta pada tanggal 1 Juni 2006, Bapak Taufik Kiemas juga hadir waktu itu, saya pernah menyampaikan, antara lain, sebagai anak bangsa kita harus menyudahi perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara, mengapa Saudara? karena hal itu sudah final. Tidakkah MPR RI pada tahun 1998 melalui TAP Nomor 18 MPR/1998 telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara. Tidak ada alternatif lain. Saya pada waktu itu juga mengajak rakyat Indonesia bahwa dalam era reformasi, demokratisasi, dan globalisasi dewasa ini, kita perlu terus menata kembali kerangka kehidupan bernegara kita berdasarkan Pancasila, bukan berdasarkan yang lain-lain, bukan diinspirasi oleh pikiran-pikiran lain, meskipun Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa, sejak tahun 1998 yang lalu.

 

Terkait pemikiran besar Bung Karno yang disampaikan pada tanggal 1 Juni 1945 itu, waktu itu saya sampaikan agar bangsa Indonesia selalu ingat dan mengetahui pandangan Bung Karno yang orisinil, yang sejati, yang cemerlang, yaitu perlunya mendirikan Negara Kebangsaan atau Negara Nasional Indonesia. Kemudian Bung karno mengatakan apa arti nasionalisme bagi bangsa Indonesia, kaitan nasionalisme dengan internasionalisme, hubungan antara demokrasi, kesejahteraan dan keadilan sosial, dan tidak kalah pentingnya Bung karno mengupas secara dalam hakikat ke-Tuhan-an Yang Maha Esa.

 

Saudara-saudara,


Itu telah saya sampaikan pada peringatan tahun 2006. Tahun lalu, di ruangan ini, pada peringatan pidato Bung Karno tepat dilaksanakan 1 Juni tahun 2010, saya kembali mengajak rakyat Indonesia untuk memahami gagasan cemerlang Bung Karno yang lain, antara lain, waktu itu saya sampaikan bagaimana prinsip nasionalisme yang kita anut, dan kosmopolitisme yang kita tolak, hubungan antara demokrasi fairplay dan mufakat serta konsep gotong-royong sebagai warisan luhur bangsa yang tidak boleh hilang, meskipun kita menuju dan akan menjadi bangsa yang maju dan modern.

 

Saudara-saudara,


Pada peringatan 1 Juni 2011 ini, saya hanya ingin mengedepankan satu hal besar, yang juga digagas oleh Bung Karno 66 tahun yang lalu, yaitu pentingnya kita menegakkan dan menjalankan negara Pancasila, atau negara berdasarkan Pancasila. Yang saya maksudkan dengan negara Pancasila, di samping Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, juga mesti dimaknai, Indonesia bukan negara yang berdasarkan yang lain-lain.

 

Ingat Saudara-saudara, sejak awal para pendiri Republik dengan arifnya disertai pemikiran yang luas dan menjangkau ke depan telah membangun konsensus yang bersifat mendasar, fundamental concensus, yaitu Indonesia adalah negara berke-Tuhan-an, istilah Bung Karno, negara yang ber-Tuhan dan sekaligus negara nasional, jadi bukanlah negara agama. Meskipun bukan negara yang berdasarkan agama, agama mesti dijunjung tinggi. Kehidupan masyarakat mestilah religius, dan bukan sekuler dalam arti meminggirkan agama dan tidak mengakui adanya Tuhan.

 

Konsensus penting lainnya, yang tercetak abadi dalam sejarah kita adalah Indonesia adalah negara berdasarkan ideologi Pancasila, bukan ideologi-ideologi lain yang dikenal di dunia, seperti kapitalisme, liberalisme, komunisme, sosialisme, dan fasisme. Sekali lagi Saudara-saudara, ini sangat fundamental, yaitu dasar dari Indonesia merdeka, dasar dari negara kita adalah ideologi Pancasila.

 

Saudara-saudara,

Akhir-akhir ini, saya menangkap kegelisahan dan kecemasan banyak kalangan, melihat fenomena dan realitas kehidupan masyarakat kita, termasuk alam pikiran yang melandasinya. Apa yang terjadi pada tingkat publik kita? Ada yang cemas, jangan-jangan dalam era reformasi, demokratisasi, dan globalisasi ini sebagian kalangan tertarik dan tergoda untuk menganut ideologi lain selain Pancasila.

 

Ada juga yang cemas dan mengkhawatirkan, jangan-jangan ada kalangan yang kembali ingin menghidupkan pikiran, untuk mendirikan negara berdasarkan agama. Terhadap godaan, apalagi gerakan nyata dari sebagian kalangan yang memaksakan dasar negara selain Pancasila, baik dasar agama ataupun ideologi lain, sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, saya harus mengatakan dengan tegas bahwa niat dan gerakan politik itu bertentangan dengan semangat dan pilihan kita, untuk mendirikan negara berdasarkan Pancasila.


Gerakan dan paksaan semacam itu tidak ada tempat di bumi Indonesia. Jika gerakan itu melanggar hukum, tentulah tidak boleh kita biarkan. Namun satu hal, cara-cara menghadapi dan menangani gerakan semacam itu haruslah tetap bertumpu pada nilai-nilai demokrasi dan aturan hukum atau rule of law, tidak boleh main tuding dan main tuduh, karena akan memancing aksi adu domba yang akhirnya menimbulkan perpecahan bangsa.

 

Disamping itu, negara tidak dapat dan tidak seharusnya mengontrol pandangan dan pendapat orang-seorang. We can not and we should not control the minds of the people, kecuali apabila pemikiran itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata yang bertentangan dengan konstitusi, undang-undang, dan aturan hukum lain, negara harus mencegah dan menindaknya. Kuncinya Saudara-saudara, negara mesti bertindak tegas dan tepat, tetapi tidak menimbulkan iklim ketakutan, serta tetap dengan cara-cara yang demokratis dan berlandaskan rule of law. Negara harus membimbing dan mendidik warganya untuk tidak menyimpang dari konstitusi dan perangkat perundang-undangan lainnya.

 

Hadirin yang saya muliakan,

Saudara-saudara se-bangsa dan se-tanah air yang saya cintai dan saya banggakan,

 

Pada bagian kedua atau bagian akhir dari sambutan saya, saya ingin menyampaikan apa yang telah saya sampaikan tadi bagaimana kita melangkah ke depan, mengaktualisasikan dan merevitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kita.

 

Pada tanggal 24 Mei 2011 yang lalu, kami para pemimpin lembaga negara, di samping Presiden dan Wakil Presiden, hadir Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua MA, Ketua MK, Ketua BPK, dan Ketua Komisi Yudisial. Kami melaksanakan pertemuan konsultasi dengan agenda utama implementasi empat pilar kehidupan bernegara, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tungga Ika. Forum bersepakat bulat, tentang perlunya revitalisasi Pancasila.

 

Sementara itu, Saudara-saudara, melalui interaksi langsung saya dengan banyak pihak, serta mengikuti apa yang diangkat di berbagai media massa, saya juga mengetahui, mendengar, merasakan amat banyak kalangan yang menginginkan perlunya dilakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila, mereka semua. Guna lebih melengkapi pemahaman saya, atas apa yang sesungguhnya menjadi pemikiran, aspirasi, dan rekomendasi masyarakat luas, saya telah meminta BPS, untuk melakukan survei tentang apa dan bagaimana rakyat kita memandang Pancasila sekarang ini. Survei ini penting sebelum kita menentukan kebijakan, strategi, dan cara-cara yang efektif dalam melaksanakan revitalisasi Pancasila nanti.

 

Survei BPS ini dilaksanakan pada tanggal 27 sampai 29 Mei 2011, mengambil sample 12.056 responden, tersebar di 181 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi di seluruh Indonesia. Metode yang dilakukan adalah wawancara langsung atau tatap muka. Siapa yang diwawancarai, Saudara-saudara? 12.056 responden itu terdiri dari pelajar dan mahasiswa, ibu rumah tangga, petani dan nelayan, guru dan dosen, PNS, Polri dan TNI, tenaga profesional, pengusaha, anggota DPRD dan lain-lain. Apa hasilnya? Hasil survei yang penting adalah pertama, 79,26% masyarakat berpendapat, Pancasila penting untuk dipertahankan. Nomor dua, 89% masyarakat berpendapat, bahwa berbagai permasalahan bangsa, menurut mereka, seperti tawuran antar pelajar, konflik antar kelompok masyarakat, antar umat beragama, antar golongan dan etnis, karena kurangnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Yang ketiga, ketika ditanya, bagaimana cara yang paling tepat agar masyarakat memahami dan menjalani nilai-nilai Pancasila. Jawabannya adalah 30% berpendapat melalui pendidikan, 19% melalui contoh dan perbuatan nyata para pejabat pemerintahan dan pejabat negara pusat, daerah, 14% melalui contoh dan perbuatan para tokoh masyarkat, 13% melalui penataran, 12% melalui media massa, 10% melalui ceramah keagamaan. Itu pendapat mereka. Sedangkan yang keempat, atau yang terakhir dari hasil yang penting, ketika ditanya siapa yang seharusnya melaksanakan edukasi dan sosialisasi Pancasila? 43% menjawab sebaiknya dilaksanakan oleh para guru dan dosen, 28% oleh tokoh masyarakat dan pemuka agama, 20%, berarti 1 dari 5 orang, oleh badan khusus yang bisa dibentuk oleh pemerintah, semacam BP7, 3% oleh elit politik.

 

Saudara-saudara,


Saya ingin menambahkan hasil survei lain. Saya juga mendapatkan informasi tentang hasil survei oleh sebuah lembaga survei yang menyangkut pendapat publik, tentang isu negara berdasarkan agama yang mencuat akhir-akhir ini. Mereka berpendapat, sekitar 75% mereka mengatakan keinginan untuk mendirikan dan adanya gerakan politik negara berdasarkan agama, itu tidak dibenarkan, dan itu tidak boleh dibiarkan.

 

Saudara-saudara,


Tentu saja hasil-hasil survei ini bukan menjadi satu-satunya faktor dalam menentukan langkah kita, untuk melakukan revitalisasi Pancasila. Namun pendapat dan aspirasi rakyat seperti itu, mestilah kita perhatikan dan kita pertimbangkan secara seksama. Kita ingin tentunya langkah dan cara revitalisasi Pancasila itu benar-benar efektif, bisa diterima oleh masyarakat luas dan tidak kontraproduktif. Sebagai contoh, saya telah menginstruksikan Mendiknas dan Menteri terkait lainnya untuk segera merumuskan dan kemudian menjalankannya, edukasi nilai-nilai Pancasila dengan metode yang paling efektif, apakah melalui pengajaran formal, atau melalui kegiatan ekstrakurikuler, atau melalui gerakan Pramuka, ataupun melalui wahana seni budaya yang bisa diikuti oleh masyarakat luas.

 

Hadirin sekalian,

Saudara-saudara se-bangsa dan se-tanah air,

Itulah bagian kedua, pikiran-pikiran kita untuk memastikan bahwa langkah-langkah revitalisasi Pancasila itu akan berjalan secara efektif.

 

Akhirnya, saya telah menyampaikan dua substansi utama dalam pidato ini. Pertama, tadi adalah refleksi dan kontemplasi pikiran-pikiran besar Bung Karno. Kemudian yang kedua, adanya keperluan bagi kita, untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila melalui cara-cara yang efektif, dan perlu kita garis bawahi melalui edukasi, sosialisasi, dan keteladanan.

 

Dan pada kesempatan yang baik ini, Hadirin yang saya muliakan, saya ingin mengingatkan kembali, bahwa Pancasila bukanlah doktrin yang dogmatis, tetapi sebuah living ideology, sebuah working ideology. Sebagai ideologi yang hidup dan terbuka, Pancasila akan mampu mengatasi dan melintasi dimensi ruang dan waktu. Saya yakin. Namun satu hal yang pasti, yang ingin saya teguhkan dalam kesempatan ini, bangsa Indonesia mesti teguh dan tegas terhadap pentingnya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Marilah Saudara-saudara, kita semakin bersatu, melangkah bersama, dan bekerja lebih keras untuk membangun negeri ini, ke arah masa depan yang lebih baik berdasarkan Pancasila.

 

Sekian. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI