Sambutan Presiden RI pd Acara Buka Bersama dg Anggota Kadin, tgl. 2 Agt. 2013, di JCC, Jakarta
SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA
BUKA PUASA BERSAMA DENGAN ANGGOTA KADIN
DAN JAJARAN PENGUSAHA
DI JAKARTA CONVENTION
CENTER, TANGGAL 2 AGUSTUS 2013
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum waramatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Â
Bapak-Ibu, Hadirin sekalian yang saya muliakan, khususnya Pimpinan dan Keluarga Besar Kadin yang saya cintai dan saya banggakan,
Â
Alhamdullilah, tahun ini, kita kembali ber-silaturahim dan beribadah bersama di bulan suci Ramadan ini. Semoga ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Saya ingin menyampaikan dua hal. Yang pertama, berkaitan dengan Kadin dan dunia usaha, sedangkan yang kedua, melengkapi apa yang disampaikan oleh Prof. Said Aqil Siradj tadi, yang patut kita camkan dan kita jalankan.
Bapak-Ibu, Hadirin-hadirat
yang saya hormati,
Â
Baru saja saya dengan rombongan melaksanakan Safari Ramadan ke Jawa Timur selama tiga hari tiga malam. Dan, memang tahun ini giliran Jawa Timur untuk saya kunjungi dalam rangka Safari Ramadan. Dari Jakarta kami mendarat di Malang. Dari Malang melanjutkan perjalanan darat melalui Dampit ke Lumajang, bermalam di Lumajang. Dari Lumajang melanjutkan perjalanan ke Puger, pantai Selatan Jember, ke Jember dan ke Bondowoso. Di Bondowoso berbuka puasa bersama. Kami melanjutkan perjalanan ke arah Surabaya, tetapi karena malam hari, bermalam di Paiton. Esok harinya, kami melanjutkan perjalan ke Pasuran, Probolinggo, dan Surabaya.
Sebagaimana lazimnya kami melaksanakan Safari Ramadan, tujuan saya adalah untuk
bertemu dengan saudara-saudara kita di daerah-daerah itu. Terutama yang saya
datangi adalah komunitas atau kelompok menengah ke bawah, termasuk
saudara-saudara kita yang tidak mampu dan masih miskin, meskipun insya
Allah, suatu saatnya tidak miskin lagi.
Kami bertemu dengan petani, nelayan, guru, buruh, kemudian melihat fasilitas pendidikan,
kesehatan, usaha mikro, kecil, dan menengah, BUMN, termasuk infrastruktur
dasar. Yang saya kunjungi tentu bukan kota/kabupatennya, tapi kecamatan dan
desa-desa.
Â
Apa yang saya lihat, ya karena ini yang kesembilan kalinya saya melaksanakan Safari Ramadan. Meskipun di sana-sini masih ada kekurangan, ada masalah di sejumlah tempat, tetapi yang saya saksikan sendiri kemarin, kemajuan dari pembangunan di Jawa Timur itu nyata, nyata. Dan dialog saya dengan para petani, nelayan, pelaku usaha mikro dan kecil misalnya, menunjukkan bahwa ada kemajuan.
Mengapa saya ingin betul, apakah rakyat kita itu betul-betul ada kemajuan dalam
taraf hidupnya, penghasilannya, kemudian
pemenuhan kebutuhan dasarnya? Karena ada dua hal kalau rakyat kita di pelosok
mana pun bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya, maka hidupnya boleh dikatakan
layak. Kalau tidak sepenuhnya bisa
memenuhi kebutuhan sehari-harinya, maka kurang layak. Kalau kurang layak, maka
tugas negara, tugas pemerintah, tugas kita semua mendorong dan membantu mereka
agar kehidupannya makin layak. Kalau kehidupannya makin layak atau layak, dia
memiliki pekerjaan, memiliki penghasilan, maka dia bisa membeli barang dan jasa
untuk keperluan kehidupan sehari-harinya, dan itu baik bagi negara karena rakyatnya,
sebagian besar bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya, tentu hidupnya akan
berarti.
Nah, dari sisi ekonomi dan bisnis, kalau rakyat kita masih bisa membeli barang
dan jasa, maka insya Allah, sektor riil akan bergerak, dunia bisnis akan
bergerak, tidak khawatir akan ada kebangkrutan dan kemudian harus melaksanakan
PHK. Di musim krisis pun, kalau kita tetap menjaga daya beli rakyat, rakyat
bisa membeli sekali lagi, barang dan jasa yang saya kira Kadin mengetahui
istilah yang saya gunakan keep buying strategy maka pada prinsipnya,
ekonomi masih bisa kita jaga. Pertumbuhan meskipun barangkali mengalami
penurunan, tapi tidak akan jatuh bebas. Dan dengan tidak jatuh bebas, maka
ekonomi masih bisa bergerak.
Â
Oleh karena itu, meskipun teori ekonomi itu kadang-kadang sulit, penuh dengan
teori angka, statistik, apakah yang bersifat
strategi, policy, konsep. Tetapi kalau kita sederhanakan, apakah rakyat
kita di pelosok Tanah Air ini sekali lagi, masih bisa mencukupi kebutuhan
sehari-harinya, berarti konsumsi; kemudian dunia usaha masih bisa memproduksi
barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyat kita, yaitu produksi, supply-demand.
Sesederhana itulah persoalan ekonomi kita.
Oleh karena itu, kalau ingin melihat, apakah ekonomi kita terjaga atau tidak di
kala dunia mengalami krisis ini, kita harus turun ke bawah, ke desa-desa, ke
pinggir-pinggir kota, ke mana pun, apakah sekali lagi, kehidupan rakyat kita
masih bisa dikatakan layak.
Dengan melihat apa yang, dengan melihat
kehidupan rakyat kita yang saya dapatkan dalam rangkaian Safari Ramadan
kemarin, maka terbayang bagi saya, bagi para menteri yang mendampingi saya,
kira-kira kebijakan, program aksi, termasuk alokasi anggaran yang lebih baik ke
depan itu seperti apa? Yang harus dilakukan dan dijalankan dengan penuh, baik pemerintah
pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota.
Â
Bapak-Ibu, Hadirin sekalian,
Â
Dengan cerita saya yang ringkas ini, yang sederhana ini, maka sekali lagi, kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha sangat-sangat penting. Karena kepentingan kita sama. Pemerintah, atas nama negara ingin rakyatnya makin berkecukupan, dengan sekali lagi, memiliki penghasilan dan daya beli yang cukup. Sebaliknya dunia usaha, kalau itu tercipta kondisi seperti itu, maka sekali lagi, ekonomi bergerak, bisnis tumbuh, dan sektor riil juga terjaga.
Paduan, kolaborasi kita untuk menciptakan keadaan seperti itulah yang menurut
saya menjadi tujuan dan sasaran bersama. Oleh karena itu, apa yang sudah kita
laksanakan selama ini, kolaborasi yang baik di antara kedua belah pihak,
pemerintah dengan dunia usaha, marilah kita jaga. Dan, khusus menghadapi dunia
yang belum bersahabat, resesinya masih dalam, nampaknya masih akan terjadi di
tahun-tahun mendatang, tidak ada solusi lain, tidak ada opsi lain, kecuali kita
makin dekat, makin merapat,
dan berkolaborasi untuk mengatasi persoalan secara bersama untuk menetapkan, terima kasih, terima kasih, bersama-sama mengenali
situasi, melihat kebijakan bersama, langkah-langkah bersama, dan kemudian bagaimana
sekali lagi, menjaga pertumbuhan ekonomi kita. Di tahun 2008-2009, kita
berhasil, meskipun turun pertumbuhan kita, tapi tidak jatuh bebas, dibandingkan
negara-negara lain, termasuk negara-negara yang maju.
Sekali lagi, mari kita petik pelajaran dari kebersamaan kita di waktu yang lalu
itu. Dan kemudian menghadapi situasi sekarang tidak perlu panik kita, itu sudah
bisa kita perkirakan, insya Allah, ada jalan keluar. Dengan demikian,
sejauh mungkin marilah kita jaga pertumbuhan kita. Karena kalau pertumbuhan
terjaga, insya Allah, lapangan pekerjaan bisa kita jaga, kemiskinan bisa
kita kurangi, dan
tentu membawa kebaikan, termasuk stabilitas sosial, politik, dan keamanan yang
harus kita jaga. Dan,
tentu itu menjadi penting, karena tahun ini adalah tahun politik dan tahun
depan adalah tahun pemilihan umum.
Â
Bapak-Ibu, Hadirin sekalian,
Â
Itulah hal yang pertama. Yang kedua, tausiah atau ceramah yang disampaikan oleh K.H. Said Aqil Siradj tadi sebagai pimpinan Nahdlatul Ulama, itu memang menjadi topik yang amat penting untuk kita pahami bersama.
Tadi malam, di hadapan
para ulama dan tokoh masyarakat, cendekiawan, mahasiswa, organisasi buruh,
dunia usaha di Surabaya, kami melaksanakan buka puasa bersama. Dalam sambutan
saya, saya ingatkan bahwa negara kita ini tengah berada dalam sebuah perubahan
besar, transformasi. Namanya melaksanakan transformasi akan banyak tantangan,
permasalahan, ujian, dan cobaan yang kita hadapi.
Usia negara kita belum 100 tahun, negara-negara lain yang usianya 500, 700
tahun pun masih
menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan. Tengoklah Eropa, peradaban yang
begitu maju, negara yang ekonominya begitu kuat, dan teknologi yang juga boleh
dikatakan advance, tetap saja menghadapi permasalahan dan
tantangan-tantangan. Apa lagi negara kita yang tengah mematangkan kehidupan
demokrasinya, membangun peradabannya, membikin ekonominya kuat, tetapi juga
adil dan berkelanjutan
Â
Dari cerita saya, yang saya sampaikan di hadapan para ulama dan tokoh-tokoh
masyarakat di Surabaya tadi malam, saya sampaikan bahwa kita harus tegar,
teguh, sabar, tapi terus berikhtiar untuk membangun masa depan yang lebih baik
di negeri tercinta ini.
Ada tiga tantangan. Tantangan yang pertama, demokrasi kita belum matang benar. We are
in the process of consolidating our democracy.
Belum, belum benar-benar matang, belum benar-benar berkualitas, tapi arahnya
sudah benar, dan
pilihan kita juga tidak keliru. Asalkan tahu, demokrasi yang belum matang,
pasti ada masalah di sana-sini, pasti ada ekses di berbagai wilayah. Itu
tantangan yang pertama.
Tantangan yang kedua, barangkali kurang disadari oleh kita, demokrasi kita ini adalah
demokrasi multipartai. Dulu, pada era pemerintahan Pak Harto hanya ada tiga
partai,
sehingga proses politik barangkali lebih mudah. Tapi sekarang partai politik
jumlahnya puluhan, hampir pasti politik kita menjadi lebih dinamis. Proses
politik yang formal di tingkat legislatif pun juga akan makin panjang dengan
berbagai varian yang ada, yang sama-sama kita rasakan. Amerika barangkali lebih
sederhana kalau menghadapi election: Partai Republik, Partai Demokrat
misalnya. Di tempat kita begitu banyak.
Oleh karena itu, karena itu menjadi realitas di negeri kita, kita semua harus
sadar, harus bisa hidup dengan kenyataaan demokrasi multipartai ini, kemudian
bersama-sama memekarkannya, mematangkannya, sambil apa yang bisa kita lakukan
untuk rakyat kita. Demokrasi bukan tujuan tentunya, tujuan kita adalah the
common good, kebaikan bersama, dan akhirnya, kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia. Itu tantangan yang kedua.
Sedangkan tantangan yang ketiga, ingat, bangsa Indonesia, bangsa yang sangat
majemuk, berbeda dengan misalkan bangsa Jepang, atau bangsa-bangsa di sebagian negara di
Eropa. Oleh karena itu, demokrasi yang kita anut, yang sedang berlangsung di
negeri kita juga demokrasi multibudaya, beragam. Beragam karena agama, karena etnis,
karena suku, karena daerah, mungkin juga ada partai politik dan sebagainya.
Tetapi ingat, meskipun masyarakat kita majemuk, selalu ada wilayah yang saya
sebut dengan zone of possible agreement, kesepakatan, konsensus, take
and give, compromise. Itulah indahnya demokrasi multibudaya. Meskipun
beragam, tetapi kalau sudah
kepentingan nasional, tujuan nasional, kepentingan bersama, the common good, kita harus bisa bersatu. Mengutamakan
kepentingan itu di atas kepentingan yang lain-lain, ini juga bukan proses
sekali jadi, dan bukan akan datang dengan sendirinya, not to be taken for
granted. Ini harus kita matangkan, kita mekarkan, kita konsolidasikan.
Â
Hadirin sekalian,
Â
Kalau tiga tantangan ini bisa kita jawab
bersama-sama, kita atasi tantangan agar demokrasi kita makin matang. Tantangan,
kita bisa menjalankan politik dan demokrasi yang baik. Meskipun kita sekarang
menganut demokrasi multipartai, kita pun juga bisa hidup baik penuh dengan
harmoni, persaudaraan, toleransi, meskipun bangsa kita majemuk, atau demokrasi multibudaya
tadi. Dan kalau itu semua bisa kita lakukan, insya Allah, satu abad
setelah Indonesia merdeka, 32 tahun dari sekarang, 2045, maka negara kita akan
jauh berbeda dari sekarang ini, insya Allah, menjadi negara yang
politiknya kuat, adil, dan berkelanjutan, negara yang demokrasinya kuat, stabil dan
matang; dan negara yang peradabannya makin maju dan unggul. Itulah yang kita
tuju.
Bapak-Ibu, Hadirin
sekalian,
Â
Mari kita lanjutkan, tugas kita belum rampung masih panjang. Kita masih ingat Bung Karno, pemimpin besar kita, setelah 22 tahun memimpin negeri ini, banyak yang dicapai waktu itu, tapi juga belum bisa dirampungkan seluruhnya. Pak Harto memimpin kita 32 tahun, banyak yang dicapai oleh beliau, tapi di akhir, beliau juga masih perlu dilanjutkan. Dan kemudian Presiden setelah itu, Pak Habibie, Gus Dur, Ibu Megawati, saya sekarang, tentu pemimpin-pemimpin yang akan datang, pemerintahan yang akan melanjutkan estafet pembangunan bangsa ini, karena sekali lagi, pembangunan adalah proses, dan bukan pekerjaan sekali jadi. Kita harus optimis, kita harus optimis, kita harus berpikir positif. Seberat apa pun, kalau kita bersatu, penuh dengan kebersamaan dan toleransi, masalah itu akan bisa kita atasi. Dan, insya Allah, Indonesia di abad ini akan menjadi negara maju, Indonesia tahun 2045, Indonesia yang makin maju, adil, aman, dan sejahtera.
Demikian, Saudara-saudara.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Â
Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,
Kementerian Sekretariat Negara RI