Sambutan Presiden RI pd Kunker ke Pondok Pesantren Amanatul Ummah,Surabaya, Jatim, tgl 17 Apr 2015

 
bagikan berita ke :

Jumat, 17 April 2015
Di baca 1023 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

KUNJUNGAN KERJA KE PONDOK PESANTREN AMANATUL UMMAH

SURABAYA, JAWA TIMUR

TANGGAL 17 APRIL 2015

 

 

Assalamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakaatuh,

Bismillahirrahmaanirraahiim, alhamdulillahirabbil 'alamin, wassholatu wassalamu ‘alaasraafil ambiyai walmursalin, sayyidina wahabibina wasyafi'ina wamaulana Muhammadin wa'ala'alihi waashabihi ‘azmaiin amma ba'du,

 

Yang saya hormati, Bapak Dr. K.H. Asep Syaifudin Haliem, M.A., beserta seluruh Pimpinan NU dan para Kyai yang hadir,

Yang saya hormati, para Menteri, Gubernur, Walikota,

 

Bapak-Ibu, Hadirin yang berbahagia,

 

Berbahagia sekali pada sore hari ini kami dan rombongan diterima di Pondok Kyai, dan sekali lagi kami menghaturkan terima kasih atas penerimaan yang sangat baik ini.

 

Yang kedua, saya ingin menyampaikan beberapa hal yang berkaitan, mungkin dengan kepemerintahan dan negara.

 

Saya melihat ada keinginan masyarakat yang inginnya semuanya serba cepat, serba instan, ini yang kami rasakan. Padahal segala sesuatu pasti membutuhkan tahapan, segala sesuatu pasti membutuhkan proses dan waktu. Dan merubah sesuatu yang sudah lama menjadi kebiasaan itu juga memerlukan sebuah proses mengedukasi yang tidak dalam waktu yang singkat.

 

Kami berikan contoh saja, masalah pengalihan subsidi BBM yang mungkin sudah berpuluh tahun kita nikmati bersama subsidi itu. Setahun, kurang lebih kita harus keluar Rp300 triliun setiap tahun. Rp300 trliun hanya kita nikmati, dibakar, dan hilang. Dan data kami 82% yang menikmati adalah yang punya mobil. Mestinya, subsidi itu diberikan kepada yang tidak mampu, kepada yang belum sejahtera. Mestinya seperti itu, tapi ini terbalik.

 

Oleh sebab itu, saat kami putuskan pengalihan subsidi itu, ya memang banyak tantangan dan banyak protes. Tetapi itulah sebuah keputusan yang memang pahit. Tetapi, kami yakini insya Allah dengan pengalihan subsidi itu, dalam jangka yang sedikit agak menengah, paling tidak insya Allah dua tahun-tiga tahun akan kelihatan, karena Bapak-Ibu bisa bayangkan, Bapak Kyai bisa bayangkan, Rp 300 triliun itu, katakanlah misalnya 10 tahun, itu sudah menjadi Rp 3000 triliun.

 

Padahal untuk membangun kereta api, jalur kereta api di seluruh Indonesia, dari Aceh sampai Papua, sudah kami hitung, itu hanya membutuhkan uang Rp 360 triliun. Berpuluh tahun tidak bisa kita bangun karena justru kita memberikan subsidi yang Rp 3000 triliun tadi.

 

Itu kalau hanya dihitung 10 tahun. Kalau 20 tahun sudah menjadi Rp 6000 triliun. Betapa sudah kita menghambur-hamburkan itu dan kita tidak sadar. Inilah yang ingin kita hentikan untuk dilarikan ke sektor produktif. Jalan tol, Rp 3000 triliun, itu kalau dibangun jalan tol, di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara, semuanya juga sudah bisa diselesaikan. Karena jalan tol itu satu kilo hanya kurang lebih Rp 80 miliar. Kalau Rp 3000 itu artinya sudah bisa Rp 3000 triliun dibagi Rp.80 miliar, sudah bisa menjadi berapa puluh ribu kilo?

 

Kalau dibuat pelabuhan, rampung semua juga pelabuhan di seluruh Tanah Air ini. Inilah yang tidak kita sadari sejak dari dulu sehingga kita selalu memberikan subsidi. Belum kalau itu kita berikan, subsidi itu diberikan subsidi benih atau pupuk kepada petani, atau traktor kepada petani, atau kapal kepada nelayan.

 

Inilah tantangan pemerintah di dalam mengubah pola pikir seperti itu, baik di pemerintahan sendiri maupun apa yang sudah dinikmati oleh masyarakat selama ini, menikmati subsidi BBM yang tanpa kita sadari sudah kehilangan banyak sekali anggaran dan setiap tahun hilang, setiap tahun hilang, setiap tahun hilang, tanpa ada bekasnya karena memang kita bakar.

 

Kemudian yang kedua, juga banyak pertanyaan kepada saya. Saya ini sering ke kampung, sering ke desa, "Pak mana, katanya mau memberikan Kartu Indonesia Sehat?". "Pak Presiden mana Kartu Indonesia Pintar?". Bapak Kyai beserta para Ulama, perlu saya sampaikan bahwa setelah dilantik jadi Presiden pada bulan Oktober, APBN itu sudah di-gedok oleh Dewan sehingga kami baru bisa merubah pada pertengahan Januari dan di-gedok pada pertengahan Januari. Setelah di-gedok, tidak bisa langsung uang itu digunakan. Perlu proses administrasi kurang lebih dua sampai tiga bulan. Artinya, sebetulnya pertengahan bulan ini sampai nanti akhir bulan ini baru bisa menggunakan uang itu. Jadi memang belum ada yang kita keluarkan.

 

Artinya, program itu baru berjalan kira-kira pada, mulai berjalan pada bulan pertengahan April ini sampai berikut berikut bulan-bulan berikutnya. Jadi Kartu Indonesia Sehat, sebanyak 84 juta insya Allah akan mulai kita bagi mulai minggu depan ini. Terus dari Sabang sampai Merauke sebanyak 84 juta, kemudian Kartu Indonesia Pintar untuk anak-anak kita, sebanyak 18 juta, itu baru dimulai dibagi. Jadi memang kita ini belum melakukan apa, apa-apa. Karena banyak yang bertanya banyak..., "Pak, katanya mau membangun pelabuhan, mau membangun jalan tol? Ya memang belum semuanya. Semuanya masih pada proses lelang dan insya Allah nanti pada akhir-akhir bulan ini atau awal bulan depan satu persatu akan bisa kita mulai.

 

Jadi memang di pemerintahan itu ada sebuah proses yang harus kita lalui, ada sebuah prosedur yang harus kita lalui, dan karena itu penggunaan uang rakyat juga harus melalui sebuah tahapan-tahapan yang harus kita kerjakan.

 

Kemudian yang ketiga, ini juga perlu kami sampaikan, mengenai masalah terorisme dan radikalisme. Saya sudah didatangi dan bertemu di beberapa konferensi internasional dari beberapa negara di Middle East, di Timur Tengah menyampaikan kepada kita, bahwa Indonesia dianggap sebagai sebuah negara Islam yang mampu betul-betul menerapkan ajaran-ajaran Islam yang sesungguhnya. Saya bertanya, "Kenapa?", kepada beliau-beliau. Ya pada kenyataannya di Indonesia, masalah kesantunan, keramahtamahan, masalah toleransi antarsuku, antaragama, antarwilayah itu betul-betul ada.

 

Dan mereka menyampaikan permohonannya agar Indonesia juga bisa ikut membantu menjadi penengah, menjadi motor bagi perdamaian yang ada di Timur Tengah, baik yang menyangkut sekarang terakhir di Yaman, dan di negara-negara Timur Tengah yang lainnya. Karena kalau kita lihat memang negara kita ini dilihat oleh beliau-beliau sebagai sebuah negara yang dari luar sebagai negara yang tenteram. Meskipun, kalau kita lihat juga di tv tiap hari ada demo, kadang-kadang juga ada, apa, konflik kecil-kecil antarkampung, tetapi di sebuah negara sebesar Indonesia ini saya kira, ya kalau kita katakan wajar juga tidak baik, tetapi ya itulah memang yang harus menjadi apa.. perhatian kita semuanya agar betul-betul tenteram itu  tentram betul 100%.

 

Saya kira inilah peran para Kyai para ulama untuk terus memberikan kepada masyarakat mengenai ajaran akhlaqul karimah agar betul-betul masyarakat semuanya menyadari bahwa kita memang dilihat oleh negara lain meskipun ada 300 lebih suku, dan bahasa daerah tetapi kerukunan kita itu betul-betul tercermin dalam sebuah kebhinnekaan yang sudah bertahun-tahun bisa kita jaga dengan baik.

 

Kami juga dari sisi pemerintah, mengharapkan agar ajaran-ajaran Islam yang moderat, yang rahmatan lil'alamin, betul-betul bisa disampaikan kepada masyarakat  sehingga benar seperti yang dilhat dari luar bahwa kita memang sebuah negara yang tentrem ayem dan menjaga kesopansantunan dan natinya betul-betul bisa menjadikan contoh bagi negara-negara yang lain.

 

Saya kira itu Kyai sedikit yang bisa kami sampaikan pada kesempatan yang baik ini dan saya juga memohon maaf apabila ada kebijakan-kebijakan kita yang masih belum pas sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Karena, sekali lagi, kami juga baru empat bulan, lima bulan, enam bulan dalam memegang kendali pemerintahan di negara yang kita cintai ini.

 

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

 

Terima kasih.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI