Setneg Library Festival 2025: Manners Penjaga Peradaban

 
bagikan berita ke :

Rabu, 10 September 2025
Di baca 619 kali

Setneg Library Festival (SLF) 2025 memasuki hari kedua pada Rabu (10/9/2025). Kegiatan yang diinisiasi Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara (PPKASN) Kementerian Sekretariat Negara ini digelar di Gedung Krida Bakti, Kompleks Kemensetneg, Jakarta, dalam rangka memperingati Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan Gemar Membaca.

Acara yang mengusung tema "Membangun Citra Diri yang Positif dan Profesional" ini, menghadirkan sesi diskusi bincang buku “Manners Matter No Matter What: Seni Berkomunikasi untuk Naik Kelas” karya Vivid Fitri Argarini. Dalam kesempatan ini, Vivid mengajak peserta untuk memahami pentingnya etika dan seni berkomunikasi yang efektif dalam berbagai situasi, baik di lingkungan kerja maupun kehidupan sehari-hari.

“Manners itu sebagai penjaga peradaban. Sopan santun adalah fondasi peradaban yang melampaui generasi, baik itu generasi X, Y, Z, hingga generasi alpha,” kata Vivid mengawali bincang buku ini.

Vivid menambahkan, sopan santun mengajarkan kita untuk saling memahami dan bekerja sama dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, imbuhnya, kepekaan sosial harus terus dilatih, terutama dalam mempertimbangkan dampak tindakan kita terhadap orang lain, baik di dunia nyata maupun digital.

“Itu adalah bentuk kita menghargai diri, bahwa kita punya value, kita punya nilai yang baik. Kita bermasyarakat dengan baik. Dengan berpengetahuan dan beretika, kita sedang memberi nilai lebih pada diri kita sekaligus menunjukkan respek kepada orang lain,” ujar Vivid.

Konteks penggunaan media sosial dan komunikasi daring juga mendapat sorotan. Vivid menyampaikan bahwa dunia digital bukan alasan untuk kehilangan etika, karena justru di ruang-ruang maya itulah tata krama diuji.

“Komunikasi yang baik harus dibangun di atas empati, ketulusan, dan penghargaan terhadap orang lain. Dalam dunia yang serba cepat dan digital seperti sekarang, manner menjadi penentu apakah kita naik kelas, bukan hanya dalam arti akademik, tapi juga sosial dan profesional,” ujar Vivid.

Acara Bincang Buku ini mendapat perhatian peserta karena menyajikan wawasan praktis dalam hal etika dan komunikasi yang menjadi bagian penting dari profesionalitas ASN. Dalam sesi diskusi interaktif, pertanyaan tentang cara menyampaikan keahlian tanpa terkesan sombong, serta bagaimana menjembatani kesenjangan komunikasi di tempat kerja, Vivid menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya berkaitan dengan sikap dan pembawaan diri.

“Komunikasi itu kompleks, jika menolak gestur atasan secara langsung tidak etis, responslah dengan sopan di momen itu. Setelah itu, jelaskan situasi secara pribadi kepada atasan atau rekan kerja untuk menghindari salah persepsi. Inilah pentingnya seni mendengarkan tanpa menghakimi dan mencari titik temu antar generasi,” jelasnya menjawab pertanyaan peserta.

Pertanyaan lain yang muncul adalah tentang pola asuh anak generasi Alpha, yang dikenal kritis dan melek teknologi sejak dini. Menurut Vivid, orang tua harus lebih proaktif dan terus memperkaya diri dengan informasi agar tidak tertinggal dari anak-anaknya.

“Pahami minat anak, entah itu gaming atau dunia influencer, lalu gunakan itu sebagai jembatan komunikasi. Orang tua tetap perlu menetapkan dan menerapkan aturan, tetapi jangan lupa sertakan penjelasan rasional agar anak bisa memahami alasan di balik aturan tersebut,” tambahnya.

Diskusi ini memperlihatkan bahwa etika, empati, komunikasi dan kesediaan untuk menurunkan ego dari kedua belah pihak demi kolaborasi yang efektif antargenerasi, merupakan keterampilan penting yang perlu diasah terus-menerus oleh setiap individu. (FID/YLI-Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
1           0           0           0           0