Dalam sambutannya, Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara mengaharapkan agar peserta pelatihan bisa menularkan dan mengembangkan imu yang di dapat dari workshop agar berguna bagi Institusi dan Negaranya. “Kami mengharapkan pengetahuan yang anda dapat dari workshop vaccine management berguna dan berkontribusi untuk Negara anda†jelas Setya Utama.
Selain itu Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara juga mengharapkan peserta mengembangkan ilmu yang di dapat dari workshop dengan inovasi-inovasi baru yang berguna untuk negaranya.
Program ini diselenggarakan pada tanggal 15-18 November 2016 di Bandung, Jawa Barat, dengan peserta sebanyak 30 orang yang terdiri dari 10 Negara anggota Organisasi Kerjasama Islam.
Kegiatan ini merupakan salah satu program promosi Bio Farma untuk Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST), selain itu program ini juga merupakan amanat yang tercantum dalam Nawacita Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing Indonesia di pasar internasional, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Tujuan dari program ini yaitu untuk memperkenalkan dan mempromosikan kapasitas Bio Farma selaku produsen vaksin di negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Sebagaimana diketahui, Indonesia adalah anggota dari Organization of Islamic Cooperation - Vaccine Manufacturers Group (OIC-VMG), dimana anggota-anggotanya hanya ada 2 (dua) negara yang telah mampu ekspor, yaitu Senegal dan Indonesia. Sementara Senegal hanya mampu mengekspor vaksin untuk Yellow Fever (Demam Kuning), Indonesia dengan Bio Farma memiliki produk ekspor yang lebih bervariasi dan oleh karena itu memiliki daya saing yang lebih tinggi. Dengan diadakannya pelatihan ini, diharapkan Bio Farma menjadi lebih dikenal dan mampu meningkatkan market share produk-produknya sehingga memberikan nilai tambah bagi kemanfaatan dan kesehatan dunia, khususnya di negara-negara Islam.
Dalam program pelatihan Bio Farma membagikan pengalaman dalam hal regulasi pembuatan vaksin dengan bantuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta aspek-aspek produksi vaksin sehingga bukan teknis pembuatan vaksinnya. Semangat dari pelatihan ini adalah untuk membangun kemampuan negara-negara Islam agar mandiri dalam hal produksi vaksin, karena negara OKI punya potensi untuk membuat vaksin terlebih karena telah ada 10 negara yang sudah memiliki pabrik vaksinasi.
Selain itu Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara juga mengharapkan peserta mengembangkan ilmu yang di dapat dari workshop dengan inovasi-inovasi baru yang berguna untuk negaranya.
Program ini diselenggarakan pada tanggal 15-18 November 2016 di Bandung, Jawa Barat, dengan peserta sebanyak 30 orang yang terdiri dari 10 Negara anggota Organisasi Kerjasama Islam.
Kegiatan ini merupakan salah satu program promosi Bio Farma untuk Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST), selain itu program ini juga merupakan amanat yang tercantum dalam Nawacita Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing Indonesia di pasar internasional, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Tujuan dari program ini yaitu untuk memperkenalkan dan mempromosikan kapasitas Bio Farma selaku produsen vaksin di negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Sebagaimana diketahui, Indonesia adalah anggota dari Organization of Islamic Cooperation - Vaccine Manufacturers Group (OIC-VMG), dimana anggota-anggotanya hanya ada 2 (dua) negara yang telah mampu ekspor, yaitu Senegal dan Indonesia. Sementara Senegal hanya mampu mengekspor vaksin untuk Yellow Fever (Demam Kuning), Indonesia dengan Bio Farma memiliki produk ekspor yang lebih bervariasi dan oleh karena itu memiliki daya saing yang lebih tinggi. Dengan diadakannya pelatihan ini, diharapkan Bio Farma menjadi lebih dikenal dan mampu meningkatkan market share produk-produknya sehingga memberikan nilai tambah bagi kemanfaatan dan kesehatan dunia, khususnya di negara-negara Islam.
Dalam program pelatihan Bio Farma membagikan pengalaman dalam hal regulasi pembuatan vaksin dengan bantuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta aspek-aspek produksi vaksin sehingga bukan teknis pembuatan vaksinnya. Semangat dari pelatihan ini adalah untuk membangun kemampuan negara-negara Islam agar mandiri dalam hal produksi vaksin, karena negara OKI punya potensi untuk membuat vaksin terlebih karena telah ada 10 negara yang sudah memiliki pabrik vaksinasi.
Â
Indonesia di Dorong Menjadi Centre Of Excellence Produk Vaksin di Negara Islam
Menurut Kepala Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri, Rika Kiswardani, Posisi Indonesia yang saat ini sudah masuk kedalam negara dengan status middle income country dan juga salah satu anggota negara G-20, menciptakan dorongan untuk membantu negara lain khususnya negara berkembang. Selain hal itu, adanya komitmen dan semangat solidaritas dari negara Asia –Afrika, menjadikan landasan lahirnya Kerjasama Teknik berupa transfer teknologi dalam segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan “Kerjasama dalam bidang kesehatan ini, ditandai dengan adanya transfer teknologi pembuatan vaksin dari Bio Farma, kepada negara – negara yang berada di dalam naungan Organisasi Kerjasama Islam (OKI)†ujar Rika.
Pada kesempatan yang sama, turut hadir Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Togi Junice Hutadjulu dalam keterangan konferensi persnya menjelaskan bahwa tujuan diadakannya pertemuan ini adalah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman khususnya dari sisi BPOM sebagai National Regulatory Authority (NRA) sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk melalukan inspeksi industri vaksin.
“Sebagai mana kita ketahui bahwa saat baru ada dua negara di OKI yang sudah mendapat PQ yaitu yaitu Indonesia dan Senegal, dan kami tidak ingin hanya kami saja yang memiliki kemampuan tersebut oleh karenanya kami memiliki semangat untuk berbagi pengalaman dan keahlian dalam hal inspeksi ke industri farmasi, uji klinik, bagaimana penyimpanan vaksin yang baik di sarana / instalasi farmasi, “ ujar Togi. Togi menambahkam bahwa WHO sudah mengakui kompetensi SDM di BPOM, sehingga hal ini akan memberikan kepercayaan dunia atas Bio Farma, yang menghasilkan produk yang aman, bagi negara lain seingga dapat meningkatkan ekspor indonesia
Kementerian Kesehatan sebagai pengguna dari produk yang dihasilkan oleh Bio Farma, baik untuk Program Imunisasi Wajib (usia 0 – 5 tahun) maupun Program Imunisasi Non Wajib seperti vaksin menigitis dan vaksin influenza. Ketersedian vaksin menjadi perhatian khusus Kementerian Kesehatan karena sifat dari vaksin untuk pencegahan. Oleh karenanya Kemenkes meminta Bio Farma untuk dapat memenuhi dulu kebutuhan dalam negeri setelah itu dapat diekspor “Alhamdulilah untuk kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi dari Bio Farma terutama untuk program imunisasi wajib, oleh karenanya kami menginginkan Bio Farma untuk dijadikan centre of excellence untuk produk vaksin yang inovatifâ€, ujar Detty.
Dalam workshop ini hadir juga Dr Martin Eisenhower perwakilan WHO untuk regional Asia Tenggara (SEARO) yang memberikan materi presentasi mengenai persyaratan pembuatan vaksin yang sesuai dengan standar PQ-WHO, yang dimulai dari produk yang berkualitas aman dan ampuh. (Humas Kemensetneg)
Menurut Kepala Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri, Rika Kiswardani, Posisi Indonesia yang saat ini sudah masuk kedalam negara dengan status middle income country dan juga salah satu anggota negara G-20, menciptakan dorongan untuk membantu negara lain khususnya negara berkembang. Selain hal itu, adanya komitmen dan semangat solidaritas dari negara Asia –Afrika, menjadikan landasan lahirnya Kerjasama Teknik berupa transfer teknologi dalam segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan “Kerjasama dalam bidang kesehatan ini, ditandai dengan adanya transfer teknologi pembuatan vaksin dari Bio Farma, kepada negara – negara yang berada di dalam naungan Organisasi Kerjasama Islam (OKI)†ujar Rika.
Pada kesempatan yang sama, turut hadir Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Togi Junice Hutadjulu dalam keterangan konferensi persnya menjelaskan bahwa tujuan diadakannya pertemuan ini adalah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman khususnya dari sisi BPOM sebagai National Regulatory Authority (NRA) sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk melalukan inspeksi industri vaksin.
“Sebagai mana kita ketahui bahwa saat baru ada dua negara di OKI yang sudah mendapat PQ yaitu yaitu Indonesia dan Senegal, dan kami tidak ingin hanya kami saja yang memiliki kemampuan tersebut oleh karenanya kami memiliki semangat untuk berbagi pengalaman dan keahlian dalam hal inspeksi ke industri farmasi, uji klinik, bagaimana penyimpanan vaksin yang baik di sarana / instalasi farmasi, “ ujar Togi. Togi menambahkam bahwa WHO sudah mengakui kompetensi SDM di BPOM, sehingga hal ini akan memberikan kepercayaan dunia atas Bio Farma, yang menghasilkan produk yang aman, bagi negara lain seingga dapat meningkatkan ekspor indonesia
Kementerian Kesehatan sebagai pengguna dari produk yang dihasilkan oleh Bio Farma, baik untuk Program Imunisasi Wajib (usia 0 – 5 tahun) maupun Program Imunisasi Non Wajib seperti vaksin menigitis dan vaksin influenza. Ketersedian vaksin menjadi perhatian khusus Kementerian Kesehatan karena sifat dari vaksin untuk pencegahan. Oleh karenanya Kemenkes meminta Bio Farma untuk dapat memenuhi dulu kebutuhan dalam negeri setelah itu dapat diekspor “Alhamdulilah untuk kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi dari Bio Farma terutama untuk program imunisasi wajib, oleh karenanya kami menginginkan Bio Farma untuk dijadikan centre of excellence untuk produk vaksin yang inovatifâ€, ujar Detty.
Dalam workshop ini hadir juga Dr Martin Eisenhower perwakilan WHO untuk regional Asia Tenggara (SEARO) yang memberikan materi presentasi mengenai persyaratan pembuatan vaksin yang sesuai dengan standar PQ-WHO, yang dimulai dari produk yang berkualitas aman dan ampuh. (Humas Kemensetneg)
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?