Arahan Presiden RI kepada Pengurus DPP HIPMI, di Jakarta, tgl. 6 Apr 2015

 
bagikan berita ke :

Senin, 06 April 2015
Di baca 1048 kali

ARAHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPADA

PENGURUS DPP HIMPUNAN PENGUSAHA MUDA INDONESIA (HIPMI)

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

TANGGAL 6 APRIL 2015

 

 

 

Assamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Selamat sore, salam sejahtera bagi kita semuanya,

 

Pak Menko, beserta Adik-adikku semuanya, seluruh Keluarga Besar HIPMI yang pada sore hari ini hadir.

 

Ada banyak tantangan-tantangan yang harus kita hadapi ke depan yang ini memerlukan kerja keras kita semuanya. Yang pertama, saya kira kita merasakan semuanya tekanan dolar terhadap rupiah, itu yang pertama. Yang kedua, awal tahun nanti akan dibuka Masyarakat Ekonomi ASEAN. Sehingga ini memerlukan gotong royong, kerja bareng-bareng antara pemerintah dan masyarakat serta dunia usaha. Tanpa itu, jangan berharap kita bisa keluar dari, atau bisa menghadapi tantangan-tantangan yang ada.

 

Yang pertama, masalah tekanan dolar terhadap rupiah. Saya sangat optimis dan percaya diri karena kalau dibandingkan dengan negara yang lain, sebetulnya situasi kita jauh lebih baik. Selama sekian bulan ini, kita hanya tertekan kurang lebih 5,8%. Coba bandingkan dengan Brazil seperti apa? Rusia seperti apa? Yang dekat kita juga, Malaysia, yang sudah kehilangan cadangan devisa banyak sekali tetapi juga mata uang mereka tidak menguat.

 

Kita sebetulnya kalau semuanya suaranya satu, saya yakin bisa menekan dolar, memperkuat rupiah, dan bisa menekan dolar. Suara satu seperti apa? Ya semuanya yakin, semuanya yakin kalau kita bisa mengatasi itu. Karena kalau kita lihat sekarang, saya berikan contoh, ruang fiskal kita sangat bagus sekali dengan kemarin pengalihan subsidi BBM kepada infrastruktur, kepada petani, kepada nelayan, meskipun itu belum dibelanjakan. Karena baru mulai ini nanti belanja-belanja kan mulai banyak bulan April ini. Kalau kita melihat apa lagi, kepercayaan investasi terhadap kita juga sangat baik. Kita muter kemarin ke beberapa negara, sangat baik baik, sangat positif.

 

Sekarang saya berikan contoh, kita menawarkan satu tempat, lokasi untuk powerplant. Dulu yang ngantri hanya satu, dua. Artinya nggak ada yang ngantri. Ini tadi saya baru saja menerima investor dan Menteri, serta Dirut PLN. Saya tanya, yang ngantri berapa, yang Jawa-7? 15. Artinya nggak ada rasa pesimis kalau saya seperti ini, artinya ada capital inflow-nya juga akan semakin besar, investasi juga akan semakin besar. Kalau dibandingkan dengan capital inflow Januari-Februari, ada masuk Rp 47 triliun, tahun yang lalu pada bulan yang sama, dua kali lipat kita sekarang ini. Jadi jangan ada yang merasa, ya semua negara ini kan ketekan semuanya. Tapi, jadi jangan ada yang merasa, kalau sudah ada yang merasa pesimis, ya itulah yang namanya mulai kita... karena ini hanya apa mau sih, membangun persepsi, membangun kepercayaan. Percaya diri bahwa kita itu mampu mengatasi ini, hanya itu. Wong posisinya APBN kita juga longgar. Itu, yang pertama itu.

 

Kemudian yang kedua, mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ini juga sama, banyak yang tanya ke saya khawatir semuanya, semuanya khawatir. Pak, gimana nanti menghadapi Malaysia? Bagaimana menghadapi Singapura? Bagaimana menghadapi Thailand? Bagaimana menghadapi Brunei? Semuanya ada rasa khawatir. Ini saya sampaikan apa adanya. Saya ketemu seluruh kepala negara, kepala pemerintahan di ASEAN udah berapa kali, waktu di Beijing, waktu di Naypyidaw, waktu di Brisbane, kembali lagi waktu apa, di Singapura, saya ketemu. Apa yang mereka sampaikan? Mereka juga takut, dibuka ini takut mereka.

 

Jangan dipikir yang takut kita. Mereka itu takut banget dengan kita. Jadi sekali lagi, kita sendiri wong ditakuti kok kita malah jadi ikut-ikutan takut, kan keliru gitu lho. Kalau kita udah ngerti mengerti mereka takut, ya kita harus berani apa, ekspansi ke sana, mendahului ke sana. Dan, itu yang sekarang ini yang muda-muda itu mampu melakukan itu, melakukan serangan, coba serangan langsung ke sana atau yang punya industri sekarang memasarkan barangnya dengan online store, dengan web. Ya kan? yang muda-muda sekarang sudah banyak yang melakukan.

 

Ini banyak yang industri nggak? Siapa? Industri, o iya tahu. Kopi, bagus. Smelter, industri lagi? Coklat, sawit. Selain itu, industri juga saya kira yang memang kita kurang sekarang ini memang industri. Mengolah mentah untuk menjadi setengah jadi atau jadi, dan itu harus. Sudah sekian tahun kita diindustrialiasi, ke depan harus kita mulai fokus lagi ke industri. Jangan lepas dari itu kalau kita mau memenangkan pertarungan, nggak ada kata lain. Sehingga yang kita ingin tarik ke Indonesia itu industri. Industri apa? Secara spesifik saya minta yang orientasinya adalah ekspor. Jangan sampai nanti neraca perdagangan kita kacau lagi gara-gara yang masuk bukan industri yang berorientasi ekspor, yang malah memakan pasar kita.

 

Nah, kalau ada industri yang dari luar masuk, yang muda-muda ini denger, cium, baui mana yang bisa diajak joint, join. Yang kopi join dengan kopi, yang apa coklat join dengan industri coklat. Ini kesempatan, nggak akan muncul lagi. Saya perkirakan setahun dua tahun, sampai tiga tahun ini, ramai-ramainya investasi ke Indonesia. Tapi saya tidak mau salah lagi. Kita pernah punya tiga kali kesalahan. Waktu booming minyak, kita nggak manfaatkan, sehingga pondasi ekonomi kita tidak kokoh, ingat tahun 70-an. Tahun 80-an booming kayu, tapi saya masih kecil, jadi juga nggak menikmati apa-apa. Terus hilang lagi karena nggak, basis industrinya nggak kita pegang, semuanya diekspor dalam bentuk mentahan semuanya. Nggak minyak, kayu, glondongan, setengah, semuanya.

 

Sekarang ini komoditas batu bara juga, semuanya ekspor. Boleh-boleh saja ekspor tapi dalam negerinya dulu dong dipenuhi mestinya. Ekspor, misalnya, ke Tiongkok, batu bara kita dipakai untuk berproduksi di sana. Jadi powerplant bisa menghasilkan listrik, industrinya bergerak, dan berkutut. Produknya balik ke sini, dijual ke Indonesia dan kita beli. Keliru nggak kalau strategi bisnis? Ya keliru dong. Kalau saya punya, saya tahan pasti. Saya punya kayu, nggak saya jual. Kalau mau datang silakan datang, tapi buat industri kayu lapis di sini, buat industri meubel di sini, buat industri rumah kayu, mestinya seperti itu. Punya batu bara? Nanti dulu, saya pegang. Mau buat industri, ya silakan. Di Kalimantan, Sumatra, di Sulawesi, Papua, silakan. Ya punya kunci, punya truf, malah dilepas semuanya, ya? Ini, ini yang kita tidak mau, termasuk ikan.

 

Ikan ini hampir saja ini kalau nggak ditenggelamkan sama Bu Susi. Hilang lagi kita itu, Rp 300 triliun per tahun, hilang. Untung saya tanya Bu Susi, "Gimana, Bu? Masih punya sisa nggak ini untuk kita?" Masih, Pak. Ini nunggu setahun lah nanti ikannya udah gede-gede lagi. Oh ya, masih senang saya. Berarti, berarti kalau Saudara-saudara mencium ini sebagai kesempatan, masuknya ya di mana? Industri pengalengan ikan, industri pendinginan ikan, berarti bangun cold storage. Tadi coklat misalnya, ya jangan nanam coklatnya saja. Buat industri barang jadi untuk apa, kalau coklat itu apa? Nggak, bukan anu ya, nanti merk saya, merk. Ya cocoa powder atau sudah dalam bentuk permenlah gitu, yang, yang barang jadi. Kenapa tidak? Join, join, nggak apa-apa.

 

Kemudian yang terakhir, saya sampaikan mengenai APBN kita. APBN kita ini kan gede banget. Tapi coba lihat Saudara-saudara di APBN kita, Rp 290 triliun itu untuk infrastruktur. Artinya apa? Kalau melihat peluangnya, di situ berarti saya harus masuk. Karena Rp 290 triliun itu ada di infrastruktur, sehingga yang siap-siap punya kemampuan bangun apa jalan, silakan masuk siapa yang bangun, ya karya-karya kita; Wijaya Karya, Adhi Karya, dan lain-lain. Kemudian jalur kereta api, ini juga ingin kita bangun. Saya kira kalau punya kemampuan di situ, ya masuk saja. Jangan nanti kedahuluan yang lain, apalagi kedahuluan yang dari luar, hanya jadi penonton kita nanti.

 

Pelabuhan, dimulai semuanya, masuk, entah join, mau punya kemampuan sendiri ya sendiri, join ya join. Banyak sekali, 24 pelabuhan, tol berapa? Kalau powerplant 35.000, tolnya 1.000. Ini apa, kesempatan-kesempatan seperti itu yang bisa diambil. Dan saya kemarin sudah ngomong dengan Ketua tapi nggak saya berikan di sini, saya pengenlah dipilihin berapa gitu, dipilihin nanti, ya dipilihin begitu. Itu ada TV.

 

Jadi apa, ya itulah peluang, ada opportunity yang bisa Saudara-saudara ambil peluang itu, dan sekali lagi yang muda sekarang ini banyak kesempatan, banyak sekali kesempatan, dan bukan hanya dari sisi APBN, tidak hanya dari sisi sumber daya alam, tidak hanya sumber daya alam laut, tapi juga saya kira industri-industri kreatif ini sekarang pasarnya juga sangat, sangat menjanjikan. Mulai dari yang sering saya sampaikan; games, animasi, mau online store.

 

Online store itu yang pemiliknya ada di sini nggak? Ada yang punya online store di sini? Nggak ada? Biasanya ikut, nggak ada? Sudah bagus-bagus, saya lihat, wah saya senang banget itu, nggak usah saya sebutkan namanya, berapa, betul, saya senang banget. Ternyata sudah diambil alih. Memang dibeli mahal, ya memang dibeli mahal, mahal memang. Baru mau, mau, mau akan, baru mau akan berfikir, mau saya ajak bicara, sudah, sudah dibeli OLX. Bener? O iya, saya gitu-gitu ngikutin. Yang kecil-kecil saya urus. Jadi, itulah saya kira kesempatan ke depan yang untuk Indonesia ternyata peluangnya masih besar sekali, kompetisinya juga tidak seketat negara yang lain. Saya melihat kita masih punya banyak peluang. Saya kira itu kesempatan Saudara-sudara untuk mengambil kesempatan ini.

 

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Silakan kalau nanti saya ke daerah ada hal-hal yang ketemu di daerah, apa, ini dari seluruh daerah? Seluruh provinsi mestinya? Iya? Jadi, pas ke daerah, kalau ada hal-hal yang mungkin di situ mempunyai prospek dan peluang, saya kira nanti saya pas ke daerah saya dibisiki.  Saya kira itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih.

 

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI