Dialog Presiden - Silaturahmi dengan Masyarakat Indonesia di China, Shanghai Mart, 4 September 2016

 
bagikan berita ke :

Minggu, 04 September 2016
Di baca 1520 kali

DIALOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SILATURAHMI DENGAN MASYARAKAT INDONESIA DI CHINA

SHANGHAI MART, REPUBLIK RAKYAT CHINA

4 SEPTEMBER 2016




Farhan, MC:

Saya dapat kabar dari Railway China. Keretanya berangkat jam 15.30, Pak. Sudah gitu, kereta tidak mau nunggu.


Monggo, Mas Patra. Silakan saja.


Patra:

Terima kasih, Bung Farhan.


Jadi, kali ini sesi tanya jawab dengan masyarakat Indonesia. Jadi, karena waktu terbatas, kita cuma kasih satu atau dua pertanyaan, dan langsung ke intinya saja karena Pak Jokowi harus mengejar kereta ke Hangzhou.


Oke, ada pertanyaan? Silakan, Bu. Langsung ke intinya ya, Bu.


Yenni Thamrin:

Yang Mulia Bapak Presiden beserta Ibu Iriana Joko Widodo yang kami banggakan,

Yang kami hormati juga Bapak-bapak Menteri Kabinet Kerja,

Dan Duta Besar Republik Indonesia untuk China dan Ibu Konjen yang sangat kami banggai,


Nama saya Yenni Thamrin. Saya adalah Ketua Umum Indonesia Diaspora Network China, juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KIKT.


Saya alumni Lemhanas, Pak, KSA IX. Dan saya juga guru dari lembaga Kepolisian Republik Indonesia, sudah 22 tahun. Dan di China, saya dipercayai sebagai guest professor dari 16 universitas.


Pak, di sini saya tidak ada pertanyaan dan juga tidak ada ini. Saya cuma ingin mengungkapkan rasa syukur kami, Pak, diaspora China.


Patra:

Bu, waktunya terbatas.


Yenni Thamrin:

Ya, saya tahu, Pak.


Ungkapan terima kasih, Bapak. Kami bangga merasa memiliki seorang kepala negara yang begitu prorakyat. Kepemimpinan Bapak telah membuat doa dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia.


Bapaklah yang menentukan arah pembangunan ini, dan kami sebagai rakyat hanya tut wuri handayani. Bapaklah yang ing ngarso sung tulodo, juga ing madyo mangun karso.


Kami, Indonesia Diaspora China, telah menjadi bagian beker dari bangsa Indonesia. Walaupun kami jauh dari tanah air, kami senantiasa siap membantu Bapak Presiden beserta jajaran kabinet Bapak dalam membangun negara kami tercinta.


Saat ini Indonesia Diaspora di China sudah memiliki 6 chapter.


Patra:

Bu, waktunya. Sudah, sudah.




Yenni Thamrin:

Sedikit saja. Saya enggak ada pertanyaan.


Kendala kami adalah, di negara China ini, peraturan dan undang-undangnya sangatlah ketat, Pak. Dan kami tidak punya payung. Jadi, setiap kali kami melakukan kegiatan besar, kami harus menggandeng salah satu perusahaan lokal yang memayungi kegiatan kami.


Dalam hal ini, kami sangat didukung oleh Ibu Menlu, Ibu Retno. Terima kasih, Ibu, yang senantiasa telah membimbing kami diaspora sehingga kami berhasil mengadakan program-program besar.


Umpamanya pada tahun ini, kami sudah memfasilitasi berpuluh-puluh undangan yang kami undang ke China, dan juga investor dari China ke Indonesia.


Dan kami juga mendapat bimbingan yang sangat besar dari.


Patra:

Bu Yenni.


Yenni Thamrin:

Yang kami banggakan Bapak Duta Besar, Bapak Soegeng Rahardjo, yang senantiasa membimbing kami.


Patra:

Terima kasih banyak, Bu Yenni. Terima kasih banyak.


Yenni Thamrin:

Saat ini kami akan segera membawa investor, Pak, 4 investor besar. Satu di bidang kominfo, yang kami harapkan bisa kerja sama dengan Telkomsel. Dan juga.



Patra:

Sudah, Bu. Kasih kesempatan yang lain karena waktunya terbatas. Mohon maaf ya, Bu Yenni. Terima kasih, terima kasih.


Ada pertanyaan lain? Mas, silakan. Langsung intinya saja ya.


Aryo:

Jadi, ada dua hal yang ingin saya tanyakan. Tapi mohon maaf, Pak.


Patra:

Langsung intinya aja. Satu pertanyaan, Mas.


Aryo:

Jadi, sebenarnya saya jauh-jauh ke sini, Pak, untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa saya.


Patra:

Nanya.


Aryo:

Ya udah. Oke. Satu pertanyaan saya kepada Bapak Presiden, tadi Bapak menyinggung mengenai di era keterbukaan, Bapak. Tapi ada satu bidang, Bapak, yang menurut saya itu sangat-sangat menyedihkan: bidang kedokteran.


Kami di Tiongkok mempunyai 400 mahasiswa kedokteran, Pak. Tapi kami tidak tahu, pas pulang ke Indonesia, bagaimana?


Kami ini ke sini cari ilmu, Pak, bukan cari jodoh dan cari sebagainya, Bapak. Jadi, kami masih jomblo.



Jadi, pada kesempatan kali ini, saya berharap dengan kebijakan Bapak Jokowi mengenai kedokteran yang ada di luar negeri karena ini fakta yang terjadi, bukan cuma di Tiongkok tapi di dunia, Bapak.


Terima kasih, Bapak.


Patra:

Satu pertanyaan lagi sebelum kita berikan kesempatan Pak Jokowi menjawab. Satu pertanyaan lagi ya, Pak? Mas Farhan, mungkin satu? Mungkin Mbak yang pakai jilbab?


Indah:

Saya Indah, dari Aceh, di sini dari Nanjing. Saya di bidang design communication.


Saya mau nanya, Pak. mewakili teman-teman mahasiswa di sini, menyinggung tentang kesiapan kita untuk menghadapi ekonomi global. Pesan Bapak, saya tidak mau semangat kita hanya sampai di sini, di acara ini, Pak, karena banyak sekali seperti Bapak Sugeng, banyak sekali mahasiswa yang berada di sini.


Kita akan pulang. Kita akan bangun Ibu Pertiwi. Petuah Bapak untuk kami, apa yang perlu kami siapkan untuk kami pulang ke Indonesia nanti?


Terima kasih, Pak.


Farhan, MC:

Terima kasih semuanya ya.


Silakan, Pak.


Presiden:

Kejar-kejar terus. Tadi dari acara sana, dikejar-kejar ke sini. Dari sini, dikejar-kejar.


Masalah kedokteran tadi ya, keluhan ini tidak hanya saya dengar di sini. Waktu ke Rusia juga sama. Keluhannya sama. Waktu ke Amerika, juga keluhannya sama.


Ini masih dalam proses penyelesaian karena ini juga bukan aturan yang ada di pemerintah. Aturan ini yang banyak adalah dari organisasi. Inilah yang baru dalam proses kita selesaikan.


Saya sudah, 2 bulan yang lalu waktu ke Rusia, juga sama keluhannya ini.


Saya sudah tahu. Akan kita selesaikan.


Dan yang kedua, mahasiswa kalau pulang, ya pulang saja. Ya harus pulang gitu lo.


Tapi apa yang harus kita siapkan? Saya kira yang paling penting sekarang adalah skill, keterampilan kita dalam mengelola apa pun. Kalau yang di sini misalnya sudah bekerja di Alibaba misalnya, pulang ke Indonesia buat Alibaba Indonesia.


Saya kemarin, ada beberapa waktu ke Silicon Valley. Juga sama. Di sana ada kurang lebih ada 70-an, 70 orang kita yang bekerja di Google. Bisik-bisik ke saya, “Pak, kapan bisa kita bantu untuk negara?”


“Ya kamu pulang. Buat Google Indonesia sehingga kita punya platform sendiri, kita bisa menyiapkan aplikasi-aplikasi yang bisa menghubungkan antara pulau dan pulau, antara usaha kecil dan konsumen, antara usaha-usaha yang ada di kampung, di desa itu langsung dan konsumen, aplikasi-aplikasi yang inovatif, kemudian software-software yang bisa kita kerjakan.”



Ini yang kerja siapa? Ya anak-anak muda. Kalau bukan anak muda, siapa? Enggak ada.


Kedokteran juga sama. Tetap pulang, bawa sebuah fokus keterampilan. Jangan semuanya juga dikerjakan, udahlah. Urusan apa? Oleh dokter yang sub, sub, subspesialis di apa.


Juga kelihatan bahwa pulang ada sesuatu yang kita bawa. Dan dalam era persaingan, inilah yang akan menentukan kita menang atau tidak menang.


Dan saya kira Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian yang sudah mempunyai pengalaman di sini itu sangat penting sekali, bagaimana negara ini bisa cepat sekali melompat, quantum leap-nya.


Dilakukan dengan cara apa? Saya kira Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya tahu. Di sini ini harus apa? Dan kita harus juga apa di segala bidang? Kenapa bisa mereka mengerjakan misalnya kereta api cepat? Setahun bisa 2.000 km, setahun. Belajar.


Sama, waktu saya ke Singapura, saya masuk ke terowongan di sana waktu ada pembangunan MRT di Singapura. Ada banyak orang-orang kita yang bekerja di situ, aslinya dari negeri kita.


Salah satu ada yang bisik-bisik ke saya, “Pak, saya mau pulang.” “Pulang, ya pulang aja,” saya jawab gitu. Ya sama. Pulang, ya pulang aja.


“Terus, nanti di sana kerja apa, Pak?” “La kamu kan di sini MRT. Sama aja. Masuk aja ke MRT Jakarta nanti kalau sudah dimulai.” Saat itu saya masih jadi gubernur.


Begitu MRT di Jakarta buka, lalu saya masuk ke proyek, ini yang bisiki saya, anak itu, “Pak, sekarang saya sudah jadi manajer lapangan di sini.” “Good job.”


Terus dia ngomong lagi, “Bapak ingat tidak? Yang bisik-bisik kepada bapak waktu di Singapura itu saya.” Saya lihat-lihat mukanya. Iya benar.


Ya itu yang kita perlukan, hal-hal seperti itu. Jangan sampai diisi oleh orang lain. Kalau bisa, kita isi sendiri. Keahlian-keahlian yang spesifik, yang sulit, kita pelajari dan kita isi sendiri.


Karena nanti di era keterbukaan, kita udah tidak bisa menolak lagi. Kamu misalnya dari Eropa, atau dari Amerika, atau dari negara di sekitar kita, kita bilang, “Tidak mau.” Sudah sulit, nantinya sudah sulit sehingga persaingannya ya kita siapkan diri kita untuk menuju ke kompetisi itu, untuk menuju ke persaingan itu. Tidak ada yang lain.


Tapi, kalau yang mau pulang tadi, apa yang harus disiapkan? Ya tadi, udah.


Saya kira saya membayangkan bahwa, dengan ekonomi yang akan seperti ini terus, padahal investasi yang masuk ke Indonesia banyak sekali, itu peluang-peluang untuk kita bisa masuk baik dalam bisnis, baik dalam bekerja, baik di dalam investasi-investasi. Ini saya kira akan terjadi peluang yang sangat banyak sekali, banyak sekali.

Sekali lagi, negara kita ini besar. Pasar kita ini besar. Penduduk kita ini besar. Kekayaan alam kita juga besar. Itulah peluang-peluang, opportunities yang bisa kita masuki.


Dan saya juga senang, tadi Bu Yenni menyampaikan. Bawa investor dari sini, bawa.


Tapi jangan biarkan dia sendiri yang ngerjakan. Joint dengan orang-orang kita sehingga kita juga belajar manajemennya, belajar teknologinya, belajar know-how-nya. Semuanya, kita harus belajar.




Jadi, kalau bawa investor ke sini, jangan dilepas. Gandengkan dengan swasta Indonesia. Gandengkan dengan BUMN Indonesia. Atau bawa sendiri, gandeng sendiri untuk kerja sama sehingga kita betul-betul nanti ikut memiliki perusahaan-perusahaan itu.


Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Sekali lagi, terima kasih atas kehadiran Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya.


Selamat bertugas. Selamat bekerja. Saya harapkan nanti ada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 yang hadir di sini nanti ketemu saya, bisik-bisik kayak yang tadi saya ceritakan, “Pak, saya sudah di Indonesia. Pak, saya sekarang pegang ini. Pak, bisnis saya sekarang ini.” Itu yang saya tunggu.


Terima kasih.

*****

Biro Pers, Media dan Informasi

Sekretariat Presiden