Sambutan Presiden RI - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1437 H..., Jakarta, 11 Desember 2016

 
bagikan berita ke :

Minggu, 11 Desember 2016
Di baca 3091 kali

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW 1437 H
DAN SILATURAHMI BERSAMA KIAI SEPUH
GEDUNG GP ANSOR, JAKARTA
11 DESEMBER 2016
Presiden:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirrabbilalamin. Wassalatu wassalamu ‘ala ashrafil ambiyai walmursalin, sayyidina wahabibina wasyafiina wamaulana Muhammaddin, wa‘ala alihi wasahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Yang saya hormati Yang Mulia para Ulama, para Kiai Sepuh, para Kiai yang hadir pada sore hari ini,
Yang saya hormati Pimpinan MPR RI yang hadir,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati Ketua Pimpinan Pusat GP Ansor, Gus Yaqut—tapi saya yang sering ingat, kalau di GP Ansor itu, Pak Sekjennya, Gus Adung, karena sama kurusnya. Silakan berdiri. Nanti ada yang belum kenal. Kurus kayak saya,
Dan yang saya hormati para Pimpinan Wilayah GP Ansor, para Pengurus dan Anggota GP Ansor,

Para Undangan yang berbahagia,
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kita dapat memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dalam suasana sejuk, sehat walafiat, tak kurang sesuatu apa pun.
Salawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Tadi telah disampaikan oleh Bapak Yahya Staquf banyak hal yang telah dirangkum dari pemikiran-pemikiran para kiai sepuh dan para kiai, yang intinya mengajak kita semuanya, bangsa Indonesia, pemerintah untuk meneguhkan, untuk mengimplementasikan keteladanan Rasulullah dalam segala aspek kehidupan, utamanya di negara kita Indonesia, terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ini sangat penting, terutama di tengah situasi kebangsaan kita yang dinamis, dan juga semakin sengitnya kompetisi dan persaingan antarbangsa.

Sebetulnya, saat ini persaingan yang berat adalah persaingan antarnegara, persaingan antarbangsa. Coba kalau kita lihat, hampir semua kawasan sekarang ini mengalami kegoncangan politik, mengalami kegoncangan ekonomi.

Saya berikan contoh, di Uni Eropa. Ekonominya goncang semuanya, pada posisi yang sangat berat. Juga politiknya karena kebanjiran pengungsi yang jutaan.

Kawasan Timur Tengah juga sama. Ekonominya juga goncang karena harga minyak jatuh. Dari dulu 107 dolar, kemudian sekarang di bawah US$50. Selain karena ekonomi itu, juga kegoncangan politik karena peperangan di beberapa negara dan kawasan yang ada di situ.

Kita Indonesia alhamdulillah masih diberkahi, masih diberikan karunia pertumbuhan ekonomi yang masih di atas 5%. Ini patut kita syukuri.
Sisi politik juga dapat dikatakan relatif sangat stabil, sangat adem ayem, sangat dingin.

Tetapi agak panas karena 411 dan 212. Tapi alhamdulillah, alhamdulillah, meskipun sedikit menghangat, tetapi tidak sampai pada kondisi yang panas.

Kita harus sadar semuanya. Itu kita diingatkan. Kita sekarang ini semuanya baru ingat bahwa negara ini memang negara yang majemuk, beragam. Ada 700 lebih suku. Ada 1.100 lebih bahasa lokal yang berbeda-beda.

Kalau Saudara-saudara tidak pergi dari ujung barat di Sabang sampai ujung timur di Merauke, mungkin tidak merasakan. Tetapi, saya yang hampir setiap minggu minimal 3 hari ke daerah itu merasakan betul betapa kita ini memang betul-betul berbeda-beda, betul-betul sangat majemuk. Enggak ada negara di dunia ini yang semajemuk negara kita Indonesia.

Ini anugerah yang diberikan Allah kepada kita. Kalau kita bisa menyatukan, ini akan menjadi sebuah contoh besar bagi negara-negara yang lain. Ada yang satu suku saja berantem, berantem enggak ada habisnya. Kita ini 700.

Satu provinsi saja—saya pergi ke Sumatera Utara—saya pergi ke bagian selatan, ke Pulau Nias, salamnya sudah berbeda dengan yang di tengah, dengan yang di agak timur, dengan yang di utara. Beda-beda semuanya.

Yang di Nias, ya’ahowu, ya’ahowu—saya kadang-kadang lupa—ya’ahowu. Nanti ke tengah, itu sudah beda lagi: mejuah-juah. Nanti ke agak timur: juah-juah. Nanti ke utara lagi, horas. Beda-beda.

Itu baru satu provinsi. Kita memiliki 34 provinsi, memiliki 516 kabupaten dan kota yang berbeda-beda. Ketika saya pindah tempat, saya sudah lupa daerah yang baru saja saya kunjungi karena berbeda-beda.

700 suku, 1.100 bahasa lokal, bayangkan. Bapak-Ibu, Saudara-saudara bisa bayangkan, bisa bayangkan. Betapa kita ini memang betul-betul sangat berbeda-beda, sangat majemuk, dan sangat beragam. Suku, ras, agama berbeda-beda. Inilah Indonesia.

Dan alhamdulillah, ini berkat tausiyah yang sering disampaikan oleh para kiai sepuh, para kiai. Bimbingan yang selalu diberikan kepada kita semuanya dari para kiai, dari para ulama, mengingatkan kita betapa kita ini memang berbeda-beda.

Dan salah satu cara meneladani Rasulullah adalah dengan menaati dan mengikuti ulama dan dawuh para kiai, para kiai sepuh, karena ulama dan para kiai adalah pewaris Rasulullah. Dan menjadi kewajiban kita untuk selalu menjunjung tinggi dan mengikuti apa yang menjadi dawuh para ulama dan para kiai.

Seperti dalam praktik kebangsaan, para kiai selalu menuntun kita untuk cinta tanah air. Hubbul wathon minal iman, cinta tanah air adalah bagian dari iman. Cinta tanah air juga menunjukkan bahwa Islam itu rahmatan lil alamin, Islam yang mengajarkan kedamaian, Islam yang menjadikan rahmat bagi semesta alam, khususnya rahmat bagi bangsa dan negara kita Indonesia.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia selama ini sudah menunjukkan bahwa Islam dan kehidupan berbangsa, berkebangsaan adalah selaras dan harmonis. Dan ini yang dilihat oleh negara lain.

Saya pernah satu meja berbicara dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas. Beliau sangat kagum terhadap kemajemukan kita. Dan beliau melihat sendiri. Gedung pertemuan, mushala penuh saat pas jam sholat, jam 12, jam 3. Dia selalu melihat betapa mushala, masjid Indonesia ini selalu makmur.

Beliau yang menyampaikan. Dan beliau yang paling terkesan adalah memang kehidupan berbangsa dan bernegara kita yang sangat majemuk. Sangat kagum sekali.

Sekjen OKI juga sama—beliau dari Arab Saudi—juga menyampaikan hal yang sama, kagum dengan kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Padahal, kalau kita dengar kemarin itu, kekagumannya bisa kurang dikit.

Oleh sebab itu, saya sangat berbahagia sekali saat ini di antara sahabat-sahabat Ansor yang berkumpul pada hari ini.

Siapa kita?

Hadirin:
Ansor NU.

Presiden:
NKRI?

Hadirin:
Harga mati.

Presiden:
Pancasila?

Hadirin:
Jaya.

Presiden:
Nusantara?

Hadirin:
Milik kita.

Presiden:
Aswaja?

Hadirin:
Akidah kita.

Presiden:
Saya sedikit-sedikit ngafalin setelah tadi Gus Yaqut menyampaikan di sana. Jangan kalah sama Gus Yaqut.

Terakhir, saya sangat menghargai GP Ansor yang selama ini terus berperan aktif dalam membangun hubungan yang harmonis dan ukhuwah antarwarga bangsa.

Saya harap terus menjadi kader bangsa yang cerdas dan tangguh, berakhlak mulia, sehat beraktivitas, dan beramal shaleh. Selain itu, juga harus berani dan patriotik seperti digambarkan dalam Alquran, Surat Al-Adiyaat, yaitu kuda perang yang berlari kencang dan tidak takut memasuki medan perang.

Kita percaya bahwa masa depan sebuah bangsa ada di tangan generasi muda, khususnya Pemuda Ansor. Insya Allah, ketika generasi muda kita kuat, maka Indonesia akan menjadi bangsa pemenang dalam kompetisi, dalam persaingan global.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

*****
Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden