Sambutan Presiden RI pada Acara Peringatan Hari Pers Nasional, Jambi, 9 Februari 2012

 
bagikan berita ke :

Kamis, 09 Februari 2012
Di baca 734 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA PERINGATAN HARI PERS NASIONAL

DI KANTOR DPRD, JAMBI

PADA TANGGAL 9 FEBRUARI 2012



 

Bismillahirrahmanirrahim,


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Para tamu undangan dan Hadirin sekalian yang saya muliakan, khususnya para pimpinan organisasi pers dan media massa beserta insan pers, baik yang hadir di ruangan ini maupun di manapun saudara-saudara kita itu berada, yang saya cintai dan saya banggakan,


Alhamdulillah
, hari ini kita kembali merayakan Hari Pers Nasional di Kota Jambi. Sebenarnya, tadi saya ingin menyampaikan beberapa pantun, tapi guru saya melarang hari ini karena pada bulan September saya hadir di Jambi ini ketika mendapatkan gelar adat, dan dulu saya sudah menyampaikan 32 pantun. Saya kira harus masuk MURI karena saya menyampaikan sambutan semuanya dalam bentuk pantun, dan sudah dibukukan, saya akan sampaikan juga nanti pada Pak Margiono, pada Pak Bagir Manan, pantun dari salah satu dari 245 juta rakyat Indonesia. Saya beri judul "Menyatukan Hati untuk Indonesia".


Saudara-saudara,


Setiap kali saya datang ke Jambi, saya selalu melihat pertumbuhan dan perkembangan. Dulu, 1996-1997, ketika saya bertugas di Sumbagsel dan berdomisili di Palembang, saya sering, dengan kendaraan darat, bepergian Palembang-Jambi, Jambi-Palembang, sekitar 6-7 jam waktu itu, dan setiap kali saya berkunjung kembali, sekali lagi saya melihat dinamika dan perkembangan. Oleh karena itu, saya bangga. Teruslah membangun Jambi menuju masa depan yang lebih baik.


Kita tahu, Sumatera Selatan tumbuh dengan baik. Riau demikian juga. Oleh karena itu, pandai-pandailah Jambi untuk juga menjadi mata rantai barokah dari Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Tidak perlu khawatir seperti sandwich, ada dua yang besar, satu yang kecil di tengah, karena saya melihat tiga-tiga provinsi ini punya potensi besar untuk tumbuh dan berkembang.


Tadi, baik Pak Margiono maupun Pak Bagir Manan mengatakan alhamdulillah waktu kita bersama-sama di Kupang, kita juga bertemu dengan pimpinan daerah dan komunitas yang ada di sana untuk menyatukan langkah kita, mempercepat pembangunan yang ada di Nusa Tenggara Timur. Pesan moral beliau tadi, Pak Gubernur, agar untuk Jambi pun ada barokah dari menjadi tuan rumah Hari Pers Nasional ini.


Untuk para hadirin ketahui, waktu saya berkunjung lima bulan yang lalu, pak gubernur dengan jajaran pemerintah daerah telah mempresentasikan rencana untuk mempercepat pembangunan di provinsi ini, mulai dari infrastruktur, energi, pangan, transportasi, dan lain-lain. Dan, waktu audiensi bersama Dewan Pers Nasional, PWI, SPS beberapa hari yang lalu di Jakarta, beliau juga sudah menyerahkan rencana itu, dan tidak lupa ternyata ada rencana anggaran yang tidak sedikit. Saya sampaikan, sebagian cocok dengan apa yang kita bicarakan dulu. Tentu, insya Allah akan kita penuhi, kita satukan APBD dengan APBN, kita punya waktu dua-tiga tahun ini untuk mengalirkan anggaran yang betul-betul diperlukan oleh Provinsi Jambi.


Saudara-saudara,


Sebenarnya, karena saya pembicara kelima, tidak terlalu banyak yang ingin saya sampaikan. Saya menyimak dengan seksama refleksi yang disampaikan oleh Bung Margiono. Saya terkesan. Begitulah kita bersama-sama saling menyapa, saling berkomunikasi di antara kita karena tidak ada satupun yang ada di ruangan ini yang tidak punya cita-cita yang baik, keinginan yang baik, untuk membikin negeri kita menjadi lebih baik.


Pak Bagir Manan juga mengupas sisi-sisi atau dinamika dari peran pers di tanah air kita ini. Saya dengarkan dengan benar tadi, Pak Bagir, banyak hal yang telah kita capai, meskipun banyak pula yang belum kita capai. Anggaplah, kalau masih ada pekerjaan rumah dari yang kita lakukan ini, mari kita kerjakan bersama-sama dengan niat dan kesungguhan kita untuk melaksanakannya. Kita bisa berkomunikasi lebih lanjut nanti untuk membahas isu-isu penting yang Bapak sampaikan tadi.


Saudara-saudara,


Sungguhpun saya pembicara kelima, saya kira, jauh-jauh kita berkumpul di Jambi ini, rasanya berdosa saya kalau tidak menggunakan forum yang amat baik ini untuk saya juga ikut bertukar pikiran dengan Saudara-saudara, karena segala sesuatunya perlu kita komunikasikan. Negara ini adalah negara kita sendiri. Bangsa ini adalah bangsa kita sendiri. Kalau kita melihat kekurangan, mari kita bicarakan baik-baik. Kemudian, kalau itu sudah kita capai, kita berucap syukur dan kita jaga dengan baik.


Tapi, saya akan mulai dengan tentu ucapan selamat kepada insan pers atas Hari Pers Nasional tahun ini. Terima kasih dan penghargaan kepada Saudara atas kontribusinya, baik dalam pembangunan bangsa maupun dalam pengembangan demokrasi.


Saya mencatat, tahun-tahun terakhir ini, peran dan prestasi komunitas pers itu memang patut dicatat. Saya mengenali sejumlah prakarsa dan juga karya yang positif dari komunitas pers, apakah itu Dewan Pers atau PWI dengan organisasi profesi wartawan yang lain, SPS. Pendek kata, semua, saya lihat, telah berusaha gigih untuk membangun komunikasi antara pers dengan publik, termasuk setiap Hari Pers dilaksanakan di provinsi yang berbeda. Ini saya lihat sebagai upaya pers untuk juga menjalin komunikasi dengan saudara-saudaranya, dengan daerah-daerah di seluruh tanah air.


Saya juga melihat bahwa pers, dalam hal ini komunitas pers, dengan gigih untuk meningkatkan kapasitas insan pers, baik melalui pendidikan, pelatihan maupun peningkatan kompetensi, sertifikasi, dan sebagainya. Sesuatu yang patut kita hargai karena betapa penting peran pers, tanggung jawab moralnya besar. Apa yang dilakukan memiliki impact yang luas kepada masyarakat luas. Maka, saya senang bahwa komunitas pers sendiri menyadari perlu terus untuk menjaga integritas, dan meningkatkan kapasitasnya. Tentu, banyak lagi yang menurut saya patut kita berikan penghargaan berbagai upaya yang dilaksanakan oleh komunitas pers dewasa ini.

 

Saudara-saudara,


Saya masih ingat tahun 1999, ketika kita baru saja mengawali reformasi, saya masih bertugas di TNI, diundang oleh sebuah forum, ditanyakan, barangkali jawaban itu penting didengar dari seorang jenderal waktu itu, "Apa pandangan Anda tentang kebebasan pers?" Saya masih ingat jawaban itu karena itu saya bukukan menjadi salah satu artikel dari buku yang saya susun. Dan, saya tetap konsisten hingga hari ini bahwa freedom of the press itu sangat, sangat penting, untuk kita hadirkan di negeri ini.


Memang ada ekses, sebagaimana yang terjadi di hampir semua negara, dari the exercise of freedom of the press. Selalu ada. Tetapi, Pak Bagir Manan tadi mengingatkan, dan itu benar, bahwa bagaimanapun akan jauh lebih baik ada freedom of the press di suatu negara, dibandingkan apabila tidak ada, sebagaimana yang biasanya berlaku di negara dengan sistem totalitarian maupun otoritarian.


Mengapa? Jawabannya saya kira kita sama-sama tahu. Dengan kemerdekaan pers, saya boleh menggarisbawahi dari apa yang disampaikan oleh teman-teman tadi, rakyat bisa mendapatkan informasi yang diharapkan. Ini memenuhi prinsip the right to know of the people terhadap apa yang terjadi di negaranya maupun di tingkat dunia. Kemudian, kehidupan demokrasi hampir pasti akan dijaga dan dikawal dengan a freedom of the press itu. Lantas, pemerintah dan semua lembaga negara juga bisa dikontrol oleh pers. Aspirasi dan perasaan rakyat bisa disuarakan. Kebijakan publik, utamanya apa yang pemerintah lakukan, baik yang telah dicapai maupun yang belum dicapai, itu juga bisa disampaikan kepada rakyat. Dan akhirnya, terjadi proses yang terbuka untuk saling berinteraksi antara organ negara dengan rakyatnya. Ini juga jasa pers dan media massa. Oleh karena itu, tentunya kita berharap, jika semua elemen tadi benar-benar dijalankan, tentu akan membawa manfaat dan kebaikan yang luar biasa bagi bangsa dan negara kita. Semua elemen itu tentu mesti dikomunikasikan oleh pers secara sehat, jujur, objektif, dan seimbang.


Memang, sebagaimana saya katakan tadi, dari begitu banyak peran penting dan manfaat nyata dari kehadiran media massa kita, selalu ada ekses. Tidak usah khawatir. Yang penting, dengan penuh kesadaran, marilah ekses ini kita kelola dengan baik. Dan, yang paling tepat, mencegah dan mengelola ekses ini adalah dari komunitas wartawan itu sendiri.


Yang saya maksudkan dengan ekses adalah, ini bagus kalau kita saling menyapa, saling berkomunikasi, manakala pemberitaan sangat tidak berimbang, hanya memberitakan yang serba buruk dan sama sekali tidak mengangkat yang serba baik, atau sebaliknya, yang diberitakan oleh sebuah pers di sebuah negara hanya yang baik-baiknya saja, kemudian tidak muncul kekurangan ataupun hal-hal yang belum baik di negara itu. Dua-duanya itu berarti tidak berimbang, dan itu tentu bukan pilihan kita karena rakyat sesungguhnya ingin mendapatkan informasi yang benar dan utuh tentang negaranya.


Saya ambil kasus yang sangat tidak berimbang, dalam arti yang diangkat adalah yang serba buruk karena yang diangkat yang serba baik, saya kira tidak terjadi di negeri kita ini. Itu sudah masa lalu kita. Kalau sangat tidak berimbang, maka rakyat kita akan akhirnya menjadi masyarakat yang cynical, yang skeptis, berpikir serba negatif, pesimis, tidak percaya, dan mudah menyalahkan pemerintahnya, bahkan menyalahkan bangsa dan negaranya sendiri. Keadaan demikian tentu tidak baik bagi pembangunan karakter dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia.


Saya harus mengatakan seperti itu karena saya ingin, insya Allah setelah dua tahun mendatang saya mengakhiri tugas saya, presiden-presiden setelah saya nanti, pemerintahan setelah pemerintahan yang saya pimpin jauh lebih sukses, lebih berhasil, dan berbuat lebih banyak untuk bangsa dan negara kita. Oleh karena itu, kalau saya menyampaikan, "Selama tujuh tahun lebih ini, inilah yang patut kita syukuri karena baik, baik bagi kita semua," terima kasih, begitu, tapi saya harus mulai mengatakan, "Sekarang ini, yang satu, yang dua, yang tiga ini barangkali perlu kita koreksi bersama-sama dan kita perbaiki untuk kepentingan masa depan anak cucu kita." Saya akan mulai berbicara seperti itu sebagai kontribusi saya kepada pemimpin-pemimpin yang akan datang dan juga pemerintahan mendatang.


Masyarakat pun juga mulai kritis sekarang ini. Mereka tahu mana pemberitaan yang sangat tidak berimbang, dan mana yang kritis tapi tetap menjaga keberimbangan itu.

 

Saya harus menyampaikan seperti itu. Dengan demikian, arah dan perjalanan pers kita makin ke depan memang benar-benar sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat luas.


Saya juga gembira karena Dewan Pers, PWI, dan sejumlah organisasi komunitas pers juga amat menyadari atas sejumlah ekses yang terjadi ini, dan melakukan koreksi dan perbaikan, seraya menjaga dan mengembangkan hal-hal baik yang telah dicapai oleh pers kita sejak era reformasi 14 tahun yang lalu.

 
Saudara-saudara,


Kontrol negara terhadap pers itu sangat tidak sehat. Kita bisa melakukan refleksi. Banyak ekses yang terjadi akibat itu semua. Oleh karena itu, era kita adalah era di mana sesungguhnya yang lebih bagus adalah self correction dari komunitas pers itu sendiri. Itu yang paling tepat dilaksanakan.


Rakyat sekarang ini mengontrol kita semua, mengontrol presidennya, mengontrol pemerintahnya, mengontrol parlemennya, mengontrol dunia usaha yang ada di negeri ini, dan juga mengontrol pers dan media massa. Mari kita berikan ruang kepada mereka untuk mengontrol kita semua, seraya menunjukkan norma dan cara-cara mengontrol yang tepat dan benar. Dengan demikian, kita sebagai power holders, pemegang kekuasaan, sebagaimana yang saya sampaikan di Kupang dulu, bisa menggunakan kekuasaan kita dengan penuh amanah dan tanggung jawab, sesuatu yang mudah diucapkan tetapi kita sendiri barangkali harus selalu mengikhtiarkan dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.


Saudara-saudara,


Berkaitan dengan harapan saya yang amat tinggi pada pers dan masa depan pers, saya menyampaikan pesan dan harapan seperti itu. Namun, ini kesempatan yang baik, saya ingin menyampaikan satu hal lagi yang berkaitan dengan perkembangan situasi yang ada di tanah air kita, terutama dinamika dan kehidupan pada masyarakat luas, yang menurut saya kita sering berprihatin karena apa yang sering terjadi sekarang ini benar-benar keluar dari semangat kemajemukan kita sebagai bangsa.

 

Insiden, peristiwa, dan kejadian di beberapa tempat akhir-akhir ini juga berlawanan dengan prinsip menyelesaikan masalah secara tertib dan damai, tanpa kekerasan. Oleh karena itulah, ke hadapan Saudara-saudara semua, para pendekar dan penjaga demokrasi, saya ingin berbagi pikiran, pandangan kepada Saudara semua agar apa yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini dapat kita kelola dengan baik.


Saudara-saudara,


Saya kira semua menyadari bahwa negeri kita lima, sepuluh, lima belas tahun mendatang akan tetap menjadi masyarakat yang dinamis. Teori mengatakan, sebuah bangsa yang konon pendapatan per kapitanya masih di bawah 10 ribu dolar per kepala per orang masyarakatnya cenderung gaduh, dan kemudian penuh dengan tensions ataupun ketegangan-ketegangan. Melihat tren dari perkembangan perekonomian kita, kesejahteraan rakyat kita, daya beli dan pendapatan rakyat kita, saya harus mengatakan bahwa lima, sepuluh, sampai lima belas tahun mendatang, keadaan yang kita alami sekarang ini masih akan terjadi.


Di samping itu, bangsa kita sangat majemuk. Indonesia, saya katakan tadi, masih terus membangun sebagai negara berkembang. Dan, kita sejatinya juga berada dalam masa transisi, transformasi, dan pematangan demokrasi kita.

 

Konsekuensi dan akibat dari semuanya ini, kita kenali, keinginan, tuntutan, dan kepentingan masyarakat kita amat banyak dan juga berbeda-beda. Perbedaan ini sendiri sudah merupakan benih konflik dan perselisihan. Sementara, kita juga mengidentifikasi, manakala tuntutan itu muncul dengan emosional dan dipenuhi ketidaksabaran dan bahkan ingin dilakukan dengan cara apa saja, ini juga menambah kompleksitas kehidupan masyarakat kita dewasa ini. Belum kalau ada dorongan pihak tertentu kepada komponen atau elemen masyarakat untuk bertindak keluar dari apa yang mestinya dilakukan, ini juga lebih memanaskan situasi yang ada.


Semuanya itu, sekarang kita lihat di berbagai tempat di negeri kita, dan akhirnya seperti menjadi wacana dan medan terbuka yang kerap menimbulkan benturan di era keterbukaan dan kebebasan sekarang ini. Semua itu juga dipotret dan diwartakan di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik maupun social media, yang tentu kemudian diikuti dan direspons oleh puluhan juta rakyat kita yang mengakses kepada media massa itu. Inilah potret serba-serbi dan dinamika kehidupan masyarakat kita dewasa ini.


Kalau ada benturan, ada kekerasan, baik itu antara elemen masyarakat terhadap negara ataupun sesama komponen masyarakat, maka sesungguhnya kita sudah paham sebab dan akibat dari semua yang terjadi akhir-akhir ini. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan bahwa marilah dengan penuh kesadaran, sama-sama kita kelola kehidupan kemasyarakatan yang ada di negeri ini agar semuanya menjadi prakondisi bagi upaya kita untuk membangun ekonomi kita, membangun negeri kita, yang semuanya demi peningkatan kesejahteraan rakyat.


Kalau situasi seperti ini kita biarkan dan kita abaikan, hampir pasti saudara-saudara kita yang tinggal di banyak tempat akan merasa tidak aman dan tidak tenteram. Mereka juga merasa terganggu untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya. Dan oleh karena itu, marilah, sekali lagi, dengan sepenuh hati untuk kita kelola semua permasalahan itu.


Pertanyaannya adalah bagaimana caranya?


Saudara-saudara,


Saya ingin menyampaikan sejumlah hal yang berkaitan dengan apa yang bisa kita lakukan bersama. Yang pertama, semua pihak, termasuk jajaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus sungguh aktif untuk mengelola permasalahan ini. Kalau ada keganjilan, kemungkinan benturan antar komunitas, harus diambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegahnya, dan kemudian diselesaikan dengan baik.


Negeri ini sudah terbagi habis dalam provinsi. Provinsi terbagi habis dalam kabupaten dan kota. Kabupaten dan kota terbagi habis dalam eselon-eselon pemerintahan yang lebih bawah. Itu pemerintahannya. Di samping itu, tentu banyak yang berada di daerah-daerah di seluruh tanah air ini. Oleh karena itu, kalau semua bekerja, ibarat mesin, all are functioning well, tentu kita bisa berbuat lebih baik lagi, mencegahnya, mengantisipasinya, dan, manakala itu terjadi, mengelolanya dengan baik.


Yang kedua, penyelesaian masalah harus tuntas. Selama ini, ada kejadian di mana-mana, karena setelah kita evaluasi, penyelesaiannya tidak tuntas, entah di tingkat kabupaten, entah di tingkat provinsi, entah masalah perburuhan, entah masalah konflik antar umat beragama, apapun karena tidak tuntas. Mari, setiap isu jangan dilepas kecuali kita bisa menyelesaikannya.

 

Seringkali, dalam sebuah negosiasi atau mencari solusi, ada kompromi-kompromi. Itu dibenarkan, tidak keliru. Yang penting, masalahnya selesai dengan tepat dan adil.


Yang ketiga, pengamatan kita atas berbagai kejadian di negeri ini, saya berharap, kita semua berharap, Saudara-saudara, ketika proses penyelesaian masalah sedang berlangsung, sebaiknya dicegah dan dihindari campur tangan yang tidak semestinya, yang akhirnya masalah tidak selesai, muncul masalah baru disertai barangkali dengan benturan yang justru membikin masalah itu menjadi lebih kompleks, menjadi lebih rumit, menjadi lebih berat.


Yang keempat, jika sudah dicapai kesepakatan, jalankanlah apa yang telah disepakati itu, apapun, sekali lagi, apakah perselisihan antara pekerja dengan perusahaan, perselisihan antar etnis di sebuah daerah, perselisihan karena kesalahpahaman antar umat beragama di tempat tertentu, masalah-masalah pertanahan atau sengketa agraria misalnya, maka manakala telah dicapai kesepakatan, opsi telah dipilih, jalankanlah semuanya itu dengan penuh tanggung jawab.


Yang kelima, jika sengketa yang sedang dicarikan solusinya memiliki sensitivitas dan kerawanan yang tinggi, Polri harus melakukan pengawalan dan pengamanan yang sungguh-sungguh. Manakala Polri atau pihak aparat keamanan yang lain dan elemen-elemen dari jajaran pemerintah yang ada di depan, kabupaten, kota, bahkan lebih rendah lagi, itu menjalankan tugasnya dengan baik, tidak perlu ada istilah pembiaran. Pembiaran dari aparat keamanan. Pembiaran dari penegak hukum. Dan, bahkan pembiaran dari negara. Ambil langkah-langkah itu dengan penuh tanggung jawab, cepat, tepat, dan tuntas.


Yang terakhir, berkaitan dengan Saudara-saudara, komunitas pers, dengan kemerdekaan dan tanggung jawab yang Saudara-saudara miliki, pers saya harapkan juga bisa menjadi bagian dan berkontribusi dalam upaya mengatasi masalah atau persengketaan yang ada di masyarakat kita dewasa ini. Peran pers akan sangat menentukan.


Saya mendengar dengan seksama apa yang dibicarakan selama ini, antara the right to know yang itu mesti dipenuhi oleh pers dengan pertimbangan manakala itu pemberitaannya sedemikian rupa dan tidak tepat akan menimbulkan guncangan atau konflik ataupun bahkan benturan berdarah yang lebih berat lagi. Silakan ditimbang-timbang dengan baik. Dengan demikian, pers betul-betul menjadi bagian dari solusi, bagian dari mengatasi masalah itu dengan baik.

 

Saudara-saudara,


Kalau semua itu kita jalankan bersama, insya Allah, dengan pertolongan Tuhan, kita akan bisa mengelola berbagai perselisihan, bahkan benturan karena kemajemukan, atau sengketa-sengketa lain seperti, sekali lagi, saya ingin menyampaikan satu per satu yang kerap terjadi, yaitu perselisihan antar umat beragama, perselisihan intra atau di dalam umat beragama sendiri, perselisihan antar etnis, suku, dan daerah, perselisihan dunia usaha atau perusahaan dengan masyarakat lokal. Ada terjadi itu, bukan hanya perusahaan dengan pekerja atau buruh, ada perusahaan bermasalah atau ada masalah, sengketa dengan local community, lantas tadi, perselisihan antara pekerja atau buruh dengan dunia usaha, dan yang sekarang juga mengemuka, perselisihan menyangkut lahan atau tanah.


Saudara-saudara,


Dari Jambi ini, pada Hari Pers Nasional yang mulia ini, selaku Kepala Negara, saya ingin mengangkat isu ini untuk betul-betul kita cermati dan kita kelola dengan baik untuk kebaikan rakyat kita semua. Saya yakin, dengan kebersamaan, kesungguhan, dan kolaborasi di antara kita, masalah-masalah seperti itu yang masih akan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita lima, sepuluh, lima belas tahun mendatang akan dapat kita kelola dan kita selesaikan dengan baik.


Demikianlah, Saudara-saudara. Sekali lagi, selamat dan dirgahayu pers Indonesia. Sekian.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI