Sambutan Presiden RI pada Buka Puasa Bersama Prajurit TNI dan Masyarakat Cipatat, 23 Agustus 2011

 
bagikan berita ke :

Selasa, 23 Agustus 2011
Di baca 794 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA
ACARA BUKA PUASA BERSAMA DAN SILATURAHMI

DENGAN PRAJURIT TNI DAN MASYARAKAT CIPATAT

DALAM RANGKAIAN SAFARI RAMADHAN

TANGGAL 23 AGUSTUS 2011

DI PUSDIKIF, CIPATAT, JAWA BARAT

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Alhamdulillahirabbilalamin,

 

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,

 

Saudara Gubernur Jawa Barat,

 

Dan para Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan yang bertugas di Jawa Barat,

 

Yang saya hormati Kepala Staf Angkatan Darat, Komandan Kodiklat, Komandan Pusenif, dan para Perwira, Bintara, Tamtama, dan Pegawai Negeri Sipil TNI,

 

Yang saya cintai para ulama, para tokoh masyarakat, dan saudara-saudara, bapak- ibu, masyarakat Cipatat dan sekitarnya,

 

Hadirin-Hadirat yang saya muliakan,

 

Kita sungguh bersyukur hari ini dapat ber-silaturrahim dan beribadah bersama di tempat ini, dan semoga ibadah kita diterima serta mendapatkan rida Allah SWT.

 

Kita sudah mendengarkan sambutan Komandan Pusenif, Mayor Jenderal Wisnu yang mengingatkan kita pada tugas mulia seorang Prajurit, tugas mulia Tentara Nasional Indonesia untuk bangsa dan negaranya. Kita juga mendengarkan hikmah Ramadhan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar, semuanya itu semoga melengkapi ibadah kita dan silaturrahim kita pada sore hari ini.

 

Saya sungguh berberbahagia, bersyukur, dan senang karena acara buka puasa bersama ini dihadiri bukan hanya prajurit TNI yang sedang berlatih di Pusat Pendidikan Infantri ini, juga dihadiri oleh bapak-ibu, saudara-saudara masyarakat di sekitar Cipatat. Saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada masyarakat Cipatat dan sekitarnya atas kesabaran, atas pengertian, atas dukungan kepada Tentara Nasional Indonesia, khususnya yang berlatih di Cipatat ini dari dulu hingga sekarang yang barangkali mengganggu, entah suara tembakan, entah gerakan-gerakan pasukan yang mungkin mengganggu kenyamanan dan ketenteraman bapak-ibu sekalian. Tetapi, mohon diketahui bahwa mereka menjalankan tugas negara, mereka mengikuti pendidikan dan pelatihan di tempat ini karena juga untuk mempertahanan kedaulatan negara, menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Kemanunggalan TNI dan rakyat itu dimulai dari hati. Kalau hati, hubungan batin antara rakyat dimulai dengan TNI dekat, itulah kemanunggalan TNI dengan rakyat. Kalau dalam keseharian seperti ini, di berbagai kesempatan, TNI, para prajurit juga tetap dekat dengan masyarakatnya, itulah kemanunggalan TNI dengan rakyat. Manakala masyarakat menghadapi bencana, menghadapi kesulitan, TNI datang untuk membantu mereka melaksanakan bakti TNI itulah kemanunggalan TNI dan rakyat. Dan, meskipun ini semoga tidak terjadi, kalau negara kita dalam keadaan peperangan, tentara harus mengorbankan jiwa dan raganya untuk melindungi rakyatnya, menjaga keutuhan negerinya, itulah juga hakikat kemanunggalan TNI dan rakyat. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada panitia yang menghadirkan masyarakat di sekitar Cipatat ini, pada acara buka puasa, silaturrahim, dan ibadah bersama di antara kita semua.

 

Saudara-saudara,

 

Tempat ini juga membawa kenangan bagi saya pribadi, ada nostalgia kami di tempat ini, disamping sangat sering mengikuti latihan di tempat ini, saya dan teman-teman dulu juga pernah melatih para perwira, para prajurit TNI. Tempat saya dulu ada di sebelah sana, berbulan-bulan ada di sini, ini lapangan tempat melatih perwira, mendidik, menguji, memberikan penghargaan bagi yang berprestasi, menjatuhkan hukuman bagi yang lalai, termasuk saya harus menyatakan tidak lulus bagi mereka yang ternyata tidak memenuhi standar. Saya bilang tadi kepada Kasad dan para Petinggi TNI, dulu waktu saya sebagai pelatih, keras, saya tidak mengenal kompromi, tidak ada yang bisa melobi saya, kalau memang tidak lulus, tidak lulus. Mengapa? Pelatih tugasnya melatih prajurit, yang dilatih adalah prajurit yang akan bertempur. Kalau melatihnya benar, Insya Allah selamat dalam pertempuran dan tidak gugur. Kalau melatihnya buruk karena pelatihnya tidak cakap, maka membahayakan nyawa prajurit itu. Oleh karena itu, bagi pelatih yang tidak cakap, tidak akan saya luluskan, tetapi  yang bagus, lulus karena saya percayakan untuk melatih, mendidik prajurit-prajurit kita sehingga kalau bertempur Insya Allah selamat, tugas bisa dilaksanakan, dan negara kita aman. Saya berharap para pelatih tetap tegas seperti itu, jangan berkompromi pada aturan, kemudian laksanakan tugas dengan baik, tapi juga tekunlah melatih, kalau sekali dilatih belum bisa, latih lagi, belum bisa, latih lagi, sampai pelatihnya menyerah. Kalau pelatihnya menyerah berarti tidak cocok yang dilatih itu untuk menjadi pelatih, cari tempat yang lain.

 

Hadirin-Hadirat yang dimuliakan Allah SWT,

 

Tugas militer, tugas prajurit, adalah untuk menjaga kedaulatan negara kita, jangan sampai diserang oleh musuh, jangan sampai diganggu oleh mereka-mereka yang tidak bertanggung jawab. Untuk bisa mengemban tugas negara, sebuah tentara harus rajin berlatih, termasuk berlatih di tempat latihan Cipatat ini. Berlatih juga ibadah, oleh karena itu kepada para pelatih, kepada semua yang sedang berlatih, laksanakan tugas itu dengan baik, kalian semua beribadah, kalian semua mempersiapkan diri untuk bertempur, manakala semua tugas negara itu diberikan kepada kalian semua.

 

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Kita tidak suka berperang, tidak suka. Peperangan itu mendatangkan kesengsaraan, korban jiwa dan harta benda, tidak suka itu. Tetapi, meskipun kita cinta damai, yang namanya kedaulatan negara, keutuhan wilayah itu adalah harga mati, dan tentara, prajurit dipersiapkan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah kita. Tetapi, jangan sedikit-sedikit perang, jangan menjadi bangsa yang gemar berperang. Perang itu adalah jalan terakhir, kalau tidak ada cara lain, kalau kita bisa menjalankan diplomasi, kita bisa menyelesaikan secara politik, kedaulatan kita tegak, tidak ada yang mengganggu keutuhan kita, mari kita pilih cara diplomasi dan politik ini, agar tidak menimbulkan kesengsaraan. Kalau tidak ada cara lain, sesuai dengan sumpah prajurit, maka prajurit harus siap bertempur perang untuk bangsa dan negaranya.

 

Saya ingin memberikan nasihat kepada para prajurit TNI, dan dalam pendidikan dan pelatihan ini juga agar ditekankan. Meskipun tentara itu berperang, perang itu membunuh atau dibunuh, kill or to be killed, memang menyedihkan, dan itulah resiko yang paling berat bagi seorang militer. Tetapi dalam perangpun, ada aturannya, ada hukum-hukumnya, ada etikanya. Seorang prajurit juga seorang insan hamba Tuhan, seorang prajurit juga seorang umat beragama, oleh karena itu cara berperangpun harus menaati hukum, etika, dan aturan yang berlaku. Kita punya hukum perang, taati hukum perang itu. Para pelatih, didik dan latihlah agar prajurit kita menghormati hukum perang. Dalam perang juga ada etika untuk tidak begitu saja menghancurkan hak-hak asasi manusia, hak kaum sipil yang tidak ikut berperang. Para pelatih didik dan latihlah prajurit kita, tetap menjalankan tugas, tetap memerangi musuh, tetapi tidak melanggar HAM sehingga orang yang tidak bersalahpun ikut menjadi korban. Ini namanya Hukum Humaniter, Konvensi Jenewa, tolong diterapkan sehingga tentara kita, tentara yang menghormati hukum dan tidak mudah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. Sangat mungkin tugas bisa dilaksanakan tanpa melanggar hak asasi manusia. Sangat mungkin tugas bisa dilaksanakan seraya tetap menghormati hukum, dan etika, dan nilai-nilai moral-moral, serta keagamaan.

 

Kaum tentara yang profesional ada tiga prinsip, prinsip pertama, berperang pun ada yang disebut harus proporsional, the Principle of Proportionality, jangan melebihi kepatutannya, yang kedua, kalau melakukan sesuatu di daerah pertempuran ada yang disebut dengan military necessity, kalau memang tidak diperlukan buat apa dilakukan, penduduk sipil dibikin sengsara, kemudian dikerjain, dan ini, dan itu padahal tidak diperlukan, ya jangan. Ada lagi prinsip yang ketiga yang disebut unnecessary suffering, ada tawanan perang, tawan dia, perlakukan sebagai tawanan perang, tidak harus disakiti, disiksa sampai dia terbunuh, ada aturannya, dan tentara yang menghormati hukum perang, Konvensi Jenewa, itu Tuhan Yang Maha Kuasa akan menolong, perangnya akan berhasil, pertempurannya akan bisa dilaksanakan tanpa mencenderai aspek kemanuasiaan, itulah yang diperlukan pada diri seorang prajurit, yang sesungguhnya adalah mereka-mereka yang beriman, yang bertakwa, yang beragama, yang diajarkan nilai-nilai moral, nilai spiritual, dan nilai-nilai etika. Tolong para pelatih, tolong para prajurit dipastikan semua mentaati, mengikuti dan menjalankan ajaran itu.

 

Yang terakhir, saya tadi melihat pintu gerbang, saya sudah pangling, karena dulu waktu saya jadi pelatih disini berbulan-bulan, keadaannya belum baik begini, masih serba susah dulu. Kalau mau cari kopi, saya langsung ke Rajamandala, beli es jeruk, beli kopi dengan uang yang pas-pasan, beli lotek di bawah di situ, tapi ya indah, merasakan bahwa tidak punya uangpun, hati kita senang, bekerja ikhlas untuk negara, rasanya gembira selalu, apalagi sekarang gaji prajurit makin baik, bersyukurlah, dan laksanakanlah tugas negara dengan baik. Kalau belanja, belanjalah di sekitar sini sehingga membawa keuntungan bagi masyarakat sekitar, ini penting.

 

Yang ingin saya ceritakan, saya masuk di situ tadi jadilah prajurit yang ditakuti lawan dan disegani kawan. Saya masih ingat, tahun 1995, saya berpangkat Kolonel masih aktif di TNI menjadi Komandan Korem di Yogyakarta. Suatu saat, saya diwawancarai oleh sebuah koran di Yogyakarta. Ingat saya, menjelang 5 Oktober, hari ABRI waktu itu. Saya diwawancarai, ditanya, eh Danrem, Kolonel, menurut anda bagusnya bagaimana ABRI itu? Waktu itu masih ABRI. Saya katakan dan itu menjadi judul wawancara di koran, judulnya besar-besar, bunyinya begini: "Jadilah prajurit TNI, waktu itu masih ABRI, yang ditakuti lawan, disegani kawan, dan dicintai rakyat". Itu masih saya simpan hasil wawancara itu, ternyata sekarang masih relevan. Agar tidak ada musuh yang mencoba-coba mengganggu NKRI, marilah kita menjadi tentara yang handal, memiliki kemampuan yang tinggi, jangan sampai mereka seenaknya mengganggu, menyerang, menduduki negara kita. Nah, dalam konteks itu, bikin musuh takut, gentar untuk menyerang Indonesia. Jadilah TNI yang ditakuti lawan, jadilah TNI yang disegani kawan. Kita punya sahabat, negara-negara ASEAN, saudara-saudara kita, negara sahabat yang lain. Tentara Indonesia profesional, punya kemampuan yang baik, latihannya baik, pendidikannya baik, menghormati hukum perang dan etika, segan mereka. Inilah tentara yang hebat, tentara yang maju, tentara yang dibanggakan, segan kawan kita. Kalau segan juga, tidak akan aneh-aneh. Nah yang terakhir adalah, kita bersama rakyat jadilah TNI yang dicintai rakyat, agar dicintai rakyat, tadi itu yang telah saya sampaikan.

 

Itulah saudara-saudara, teruslah berlatih, berlatih untuk bertempur, untuk negara kita. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan rahmat dan rida-Nya kepada kita sekalian. Sekian. Terima kasih.

 

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabakatuh.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI