Sambutan Presiden RI pd acara Buka Bersama dg Tokoh Masy. tgl.1 Agustus 2013, di Jawa Timur

 
bagikan berita ke :

Kamis, 01 Agustus 2013
Di baca 748 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

BUKA PUASA BERSAMA PRESIDEN RI

DENGAN FORUM KOORDINASI PIMPINAN DAERAH,

TOKOH AGAMA, DAN TOKOH MASYARAKAT PROVINSI JAWA TIMUR

DI GEDUNG GRAHADI, JAWA TIMUR

TANGGAL 1 AGUSTUS 2013

 

 

 

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Para Alim Ulama yang saya muliakan,

 

Para Tamu Undangan dan Hadirin sekalian yang dimuliakan Allah SWT,

 

Alhamdulillaahi Robbil 'aalamiin, hari ini, kita bersyukur ke hadirat Allah SWT, karena di samping dapat melanjutkan ibadah puasa kita di bulan suci Ramadan ini, kita juga bisa ber-silaturahim dan semoga ibadah, serta silaturahim kita mendapatkan ridho Allah SWT.

 

Bapak-Ibu, Hadirin yang saya hormati,

 

Saya ingin melaporkan terlebih dahulu bahwa tiga hari ini, saya beserta istri, dan rombongan dari Jakarta, dan juga dari Surabaya melaksanakan kegiatan Safari Ramadan. Memang tahun ini jatuh gilirannya untuk bersafari Ramadan di Jawa Timur. Kami datang, mendarat di Malang, melanjutkan perjalanan ke Lumajang melalui Dampit. Setelah itu, hari berikutnya lagi, dari Dampit, ke Puger, ke Jember dan Bondowoso. Tadi malam, kami bermalam di sekitar Paiton. Dan tadi pagi, melanjutkan perjalanan ke Probolinggo, Pasuruan, dan kemudian Surabaya.

Selama kegiatan Safari Ramadan memang tujuan saya beserta rombongan memang bertemu saudara-saudara kita yang boleh dikatakan golongan menengah ke bawah. Saya ingin datang langsung, dan bertemu dengan masyarakat itu untuk melihat kondisi kehidupannya, untuk memastikan kebijakan dan program-program pemerintah berjalan sebagaimana mestinya, dan manakala ada masalah atau hambatan, apa yang mesti dilakukan oleh daerah, dan apa yang mesti dibantukan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, kami bertemu dengan petani, nelayan, buruh, kemudian mengecek kondisi pendidikan, kesehatan, usaha mikro, kecil dan menengah, infrastruktur dasar, dan berbagai sisi kehidupan masyarakat kita. Itu sangat penting bagi saya, dan juga bagi para menteri, gubernur, bupati, wali kota, dan semua pejabat pemerintahan untuk sungguh mengetahui kondisi kehidupan rakyat kita.

 

Andaikata kita sudah merasa menetapkan kebijakan yang benar, program aksi yang benar, alokasi anggaran juga yang benar, tetapi di lapangan masih kita jumpai sejumlah persoalan, maka persoalan itu harus kita atasi, berarti kita harus mengembangkan kebijakan, program, termasuk anggarannya yang lebih tepat lagi.

 

Kesan saya, apa yang saya lihat di lapangan kemarin, selama tiga hari tiga malam, meskipun di sana-sini, saya jumpai masih ada kekurangan, masih ada sejumlah hal yang harus kita perbaiki. Tetapi saya bersyukur, saya bangga, dan saya senang kemajuan Jawa Timur, nyata. Saya melihat langsung. Para Menteri juga melihat langsung. Tapi jangan berpuas diri dulu, kalau kita bisa meningkatkan tingkat kehidupan masyarakat kita setingkat lebih tinggi, maka kita masih harus bekerja lebih keras lagi, agar setahun, dua tahun, lima tahun mendatang kehidupan masyarakat di Jawa Timur benar-benar lebih maju dan lebih sejahtera.

 

Bapak-Ibu, Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Kita senang dengan ceramah yang disampaikan oleh kolega kita, Bapak Ahmad Zahro tadi, dan banyak yang bisa kita petik pelajarannya. Mari kita pedomani dan kita jalankan, terutama bagaimana sebagai umat hamba Allah kita harus senantiasa bersyukur, karena kalau kita bersyukur, Allah akan berikan nikmat yang lebih besar lagi kepada kita. Saya ingin menyampaikan beberapa hal, mudah-mudahan cukup waktunya sebelum Maghrib, yah.

 

Bapak-Ibu, selama bulan Ramadan ini, saya sering diminta untuk memberikan refleksi, renungan, atau kontemplasi. Saya masih ingat, puasa hari pertama, saya berbuka puasa, bersalat Tarawih di Aceh. Refleksi yang saya sampaikan di Aceh kemarin adalah, mari kita pelihara situasi yang damai, utamanya di Aceh, agar Aceh bisa membangun masa depannya dengan lebih baik, Aceh bersama keluarga besarnya dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian ketika pertama kali, kami mengundang para pejabat negara dan tokoh-tokoh masyarakat di Istana Negara, refleksi saya berjudul, perjalanan bangsa kita dikaitkan dengan perubahan yang terus kita lakukan.

 

Beberapa saat kemudian, dalam buka puasa bersama dengan pemimpin redaksi dan para wartawan senior se-Ibu Kota Jakarta, refleksi saya berjudul, refleksi setelah 15 tahun kita melaksanakan reformasi (1998-2013) dan kemudian Indonesia masa depan seperti apa yang harus kita capai.

 

Di hadapan para anggota Dewan Perwakilan Daerah waktu itu, saya sampaikan masalah kebangsaan, dan bagaimana bangsa Indonesia hidup tenang, damai, rukun sebagai bangsa yang majemuk.

 

Beberapa saat setelah itu, saya diundang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang sekaligus memperingati 40 hari wafatnya Pak Taufiq Kiemas. Saya ingatkan sekali lagi, bahwa bangsa ini memiliki konsensus dasar, memiliki pilar-pilar kerangka bernegara yang harus kita jaga baik-baik, agar bangsa kita terus maju menuju masa depan yang baik pula, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan sasanti Bhinneka Tunggal Ika.

 

Kemarin, pada saat acara buka puasa bersama dengan 5.000 anak yatim dan anak yatim piatu, saya sampaikan ke hadapan semua, termasuk saudara-saudara kita rakyat Indonesia, marilah kita menghormati dan memuliakan bulan Ramadan, semua, termasuk yang tidak menjalankan ibadah puasa. Tetapi sebaliknya, mari kita jaga keteduhan dan suasana yang damai di bulan Ramadan ini dan menjauhi kekerasan ataupun aksi-aksi perusakan yang tidak semestinya justru dijalankan di bulan suci Ramadan ini.

 

Di Bondowoso, ketika penceramah menyampaikan hubungan umaro dan ulama, saya juga menyampaikan mari kita berbagi peran, tugas, dan tanggung jawab. Tugas ulama adalah memimpin umat Islam, baik. Tugas umaro, bagaimana memajukan kesejahteraan orang-seorang sebagai warga negara Republik Indonesia. Banyak yang saya sampaikan pada kesempatan yang baik selama bulan suci Ramadan ini.

 

Nah, pada kesempatan ini, saya hanya ingin menyampaikan refleksi sangat singkat, Bapak-Ibu, Hadirin sekalian, karena saya bersyukur dan berbahagia bisa bertemu kembali dengan para alim ulama, para pemuka masyarakat, para tokoh adat, para cendekiawan, para usahawan, para kalangan politisi, generasi muda, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, pimpinan pekerja, dan semua yang hadir di ruangan ini, yaitu: Ke mana kita akan menuju?

 

Ingat, dua tahun lagi, negara kita akan berusia 70 tahun, 32 tahun lagi, 2045, negara kita akan berusia 100 tahun. Tentu kita ingin setelah 100 tahun merdeka, negara kita berubah menjadi negara yang makin maju, adil, aman, dan sejahtera. Tapi ingat, bagi seseorang usia 100 tahun, tentu usia yang sangat tua, tapi bagi sebuah bangsa, 100 tahun itu tergolong muda. Bangsa-bangsa yang maju di dunia ini, usianya 100-200-300-400, bahkan ada yang 1.000 tahun. Oleh karena itu, kalau sekarang ini, rasanya negara kita belum mencapai masyarakat adil dan makmur, saya berharap sabar, karena pembangunan itu proses, bukan pekerjaan sekali jadi. Bung Karno, pemimpin besar, selama 22 tahun memimpin kita, belum rampung juga tentunya. Pak Harto pemimpin yang banyak jasanya pula, 32 tahun memimpin kita, masih tentu belum menghadirkan masyarakat adil dan makmur, digantikan oleh presiden-presiden berikutnya lagi, Pak Habibie, Gus Dur, Ibu Megawati, dan saya. Dan tentu masih belum rampung, pemimpin-pemimpin yang akan datang, beserta pemerintahannya bertugas untuk melanjutkan pembangunan bangsa hingga pada saatnya, insya Allah, dengan izin Allah SWT, negara kita menjadi negara yang maju, adil, aman, dan sejahtera.

 

2045, 100 tahun setelah kita merdeka, kita ingin paling tidak menurut pandangan saya, Bapak-Ibu, adalah negara yang ekonominya kuat, adil, dan berkelanjutan. Politiknya stabil, berkualitas, menghormati norma-norma demokrasi dan hak-hak asasi manusia, tapi tidak meninggalkan nilai-nilai agama, nilai lokal, dan nilai budaya kita. Dan di atas segalanya, satu abad setelah kita merdeka, kita ingin peradaban di negara ini tumbuh menjadi peradaban yang maju, yang unggul, dan yang mulia. Insya Allah, kalau kita bekerja keras masih ada waktu 32 tahun lagi, dan kondisi itu dapat kita capai. Tentu ada tantangan, tidak mungkin perjalanan sebuah bangsa untuk menuju ke zaman kejayaannya sepi tantangan, tantangan selalu ada.

 

Nah, kalau saya ingin mengambil contoh saja, tantangan di bidang politik yang kita hadapi sekarang ini. Ingat, tahun depan, kita akan melaksanakan pemilihan umum, baik legislatif maupun presiden, tahun ini sebetulnya sudah tahun politik. Saya hanya ingin mengingatkan, setelah sembilan tahun memimpin negeri ini dan insya Allah, tahun depan akan mengakhiri amanah dan mandat saya memimpin Saudara-saudara semua, Bapak-Ibu sekalian, maka saya hanya ingin menyampaikan meskipun 15 tahun kita sudah melaksanakan reformasi, meskipun dunia memuji perjalanan transisi demokrasi kita, apalagi dibandingkan dengan negara-negara lain yang masih menghadapi berbagai cobaan dan ujian, tetapi terus terang, kita masih menghadapi tiga tantangan utama.

 

Barangkali kita tidak menyadari. Tantangan pertama, demokrasi atau politik kita memang baru menuju ke tingkat kematangannya, belum matang benar. Karena belum matang benar, di sana-sini wajar kalau masih ada konflik, ada permasalahan, ada benturan, dan sebagainya. Itu tantangan pertama.

 

Tantangan kedua, kalau dulu partainya itu sedikit, tiga partai politik, berlaku selama 32 tahun, maka partai politiknya sekarang banyak. Oleh karena itu, demokrasi kita disebut demokrasi multipartai, demokrasi berpartai banyak, lebih kompleks, lebih ruwet.

 

Amerika punya hanya dua, lebih mudah. Dulu di era pemerintahan Presiden Soeharto hanya tiga: Golkar, PPP, dan PDI. Sekarang banyak sekali. Karena banyak partai politik, banyak kepentingan, banyak dinamika, pasti di sana-sini timbul pertentangan, ketegangan, instabilitas, dan sebagainya. Itu yang tidak kita rasakan sejak tahun 1999 yang lalu, demokrasi multipartai. Masih ada satu lagi. Kalau Jepang itu bangsanya relatif homogen, beberapa negara Eropa homogen, bangsa kita amat majemuk: majemuk karena agama, karena hukum, karena etnis, karena daerah, bahasa dan sebagainya.

 

Ternyata demokrasi multibudaya itu juga menimbulkan permasalahan tersendiri. Lengkaplah sudah, negara kita dalam era transformasi ini, meskipun tetaplah kita optimis, kita yakin perjalanan bangsa ini menuju ke arah yang benar, suatu saat akan berada di tempat yang mulia. Tetapi, sekarang memang kita tengah menghadapi tiga tangan besar itu, yang bersama-sama tengah kita atasi dan insya Allah, kita lampaui. Sekali lagi, adalah tantangan kematangan demokrasi kita. Yang kedua adalah tantangan demokrasi multipartai. Dan yang ketiga, tantangan demokrasi multibudaya.

 

Nah, saya hanya ingin mengingatkan kembali, menyadari kita bangsa yang majemuk, maka ada keharusan yang disebut dengan imperatif bagi sebuah bangsa yang hidup dalam kemajemukan. Kalau kita lulus hidup dalam kemajemukan, maka kemajemukan itu rahmat, kekayaan yang patut kita syukuri dan banggakan. Tetapi kalau kita tidak lulus hidup dalam kemajemukan, berarti kita menyia-nyiakan anugerah Allah, diberikanlah kekayaan dan kemajemukan atas bangsa dan negara kita ini.

 

Ada beberapa hal yang ingin saya ingatkan. Sebagai bangsa yang majemuk kita harus siap menerima perbedaan. Hidup rukun dan damai, meskipun ada perbedaan-perbedaan. Sebagai bangsa yang majemuk, yang kedua, meskipun biasanya suara mayoritas itu lebih banyak menentukan haluan, pilihan-pilihan, apakah kebijakan, program, strategi, tetapi ingat, aspirasi kaum minoritas tidak bisa diabaikan, tentu saling hormat-menghormati.

 

Yang ketiga, kalau ada pertentangan di antara kita, hampir pasti ada pertentangan di negeri kita ini. Marilah kita selesaikan secara damai, secara civilized, secara berkeadaban. Kemudian sebagai sesama bangsa yang berbeda identitas, jangan ada yang melecehkan atau menistakan nilai-nilai dan simbol yang dimiliki oleh identitas lain, tidak boleh. Kita saling menghormati. Kalau ada benturan kepentingan, mari kita utamakan kepentingan bersama, kepentingan bangsa. Kepentingan yang lebih sempit tentunya harus kita nomor duakan.

 

Di atas segalanya, bagi bangsa yang majemuk diperlukan teladan dari para tokoh dan pemimpin yang berangkat dari identitas yang berbeda-beda itu. Akan teduh umat dan rakyat yang majemuk tadi, yang beragam tadi, karena tokoh dan pemimpinnya pandai memberikan contoh atau teladan.

 

Kemudian yang ketujuh, saya menyampaikan ini di hadapan negara-negara sahabat, para duta besar yang bertugas di Indonesia, pemimpin-pemimpin dunia, kalau Indonesia atau negara mana pun diharapkan bisa hidup dalam kemajemukan, rukun, harmonis, penuh dengan toleransi, hormat- menghormati, dunia juga harus begitu. Jangan sampai yang kuat mengatur dunia. Jangan sampai sedikit-sedikit melancarkan peperangan. Tapi sebaliknya, kalau ada apa-apa jangan juga melakukan tindakan yang tidak semestinya, seperti terorisme. Bahkan dunia harus menyadari mengapa harus ada terorisme. Kalau akarnya ketidakadilan, akarnya kemiskinan, mari dicegah dan diatasi. Dengan demikian, dengan kehidupan dunia seperti itu, insya Allah, dunia akan lebih aman, lebih adil, dan lebih damai.

 

Tetapi, Bapak-Ibu, Hadirin sekalian, sekali lagi, kemajemukan akan tetap ada di negeri kita ini, memang begitu kodratnya, itu takdir sejarah. Oleh karena itu, kita harus bisa hidup, baik hidup rukun, hidup damai, hidup maju, dan hidup sejahtera, insya Allah, nantinya seraya menerima kemajemukan itu.

 

Itulah hal-hal utama yang ingin saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan saya percaya kepada Jawa Timur, yang menurut saya banyak memberikan contoh dalam pembangunan ini. Setiap tahun, saya memberikan penghargaan kepada provinsi-provinsi dari Aceh sampai dengan Papua, dan Jawa Timur biasanya langganan, banyak sekali. Biasanya bersaing dengan Jawa Tengah. Oleh karena itu, jaga, Pak Gubernur, Bapak-Ibu semuanya. Pertahankan nama baik Jawa Timur sehingga menjadi teladan dan menjadi penyangga dari banyak hal di negeri tercinta ini.

 

Demikian yang ingin saya sampaikan. Selamat melanjutkan ibadah. Sampaikan salam pada keluarga. Semoga ibadah kita. sekali lagi, mendapatkan ridho Allah SWT.

 

Demikian.

Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

 

 

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI