Sambutan Presiden RI pd Hari Film Nasional, di Istanan Negara, Jakarta, tgl 30 Mar 2015

 
bagikan berita ke :

Senin, 30 Maret 2015
Di baca 995 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

HARI FILM NASIONAL

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

TANGGAL 30 MARET 2015

 

 

 

Assalamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakaatuh,

 

Seluruh Menteri yang hadir, seluruh Insan Perfilman,

 

Saya sangat bangga sekali malam hari ini bisa bertatap muka dengan Bapak-Ibu, dan Saudara-saudara semuanya.

 

Saya jadi ingat masa kecil, saya juga seneng nonton film. Paling tidak, dua minggu sekali nonton karena juga nggak punya duit. Dulu saya ingat, di daerah itu ada tiga, tiga tempat nonton film; ada yang elit, ada yang merakyat, ada yang "misbar". Saya nontonnya yang di rakyat. Jadi kalau sudah di elit itu, apa, di bioskop gede-nya sudah main bulan Januari, saya nunggunya bulan Juni, enam bulan setelah itu. Kalau luput, ya nanti nunggu di "misbar"-nya.

 

Saat itu saya, saya ingat, saya nonton film anak-anak, waktu anak-anak, "Si Buta dari Goa Hantu", saya nonton saat itu. Kemudian agak gede sedikit, diajak orang tua nonton "Ratapan Anak Tiri". Kemudian gede lagi, agak sudah remaja gitu, nonton lagi yang sudah film-film remaja, "Gita Cinta dari SMA", apalagi, "Puspa Indah di Taman Hati".

 

Dulu yang sering main saya inget sekali, Mas Slamet Rahardjo, Mbak Christine Hakim, kemudian Mbak Yessy Gusman, Rano Karno waktu remaja, nonton-nonton film saat itu. Tetapi ndak dengan pacar saat itu, nontonnya dengan, rame-rame dengan temen-temen. Tetapi sebelum itu, itu ada film, tadi sudah disampaikan, "Akibat Pergaulan Bebas", saya inget banget, saya pingin nonton itu, tetapi umur saya belum 17 tahun. Jadi nggak, saya nggak nonton.

 

Terus sekarang, nah, sekarang saya juga masih nonton tetapi juga tidak, tidak apa, tidak sering, paling tiga bulan sekali, kalau malem, jam sembilan, setengah sepuluh, nonton dengan anak-istri ke bioskop. Terakhir saya lihat, saya memang seneng yang apa, yang genre komedi. Kalau yang dulu, Dono, Kasino, Benjamin, yang sekarang, yang saya lihat, sering nonton filmnya Raditya, apa? "Cinta Brontosaurus". Yang pake "Salmon-Salmon" apa ya? "Manusia setengah Salmon", bener? Terus "Comic Eight", "Comic Eight" saya lihat juga, dan bagus sekali, saya seneng sekali.

 

Tetapi yang kita lihat sekarang memang, saya melihat, yang tiga ini nggak ada sekarang. Yang ada hanya yang satu ini, yang bioskopnya ada di mall-mall besar. Yang dua, pasar yang dua ini nggak saya lihat sekarang ini. Inilah saya kira tugas Pemerintah, tugas Kementerian, tugas Badan Ekonomi Kreatif, untuk memunculkan yang dua ini lagi agar rakyat bisa nonton film Indonesia.

 

Saya baca sekarang ini ada, kira-kira seribuan gedung bioskop, normalnya harusnya saya diberi tahu paling tidak lima ribu-enam ribu, berarti masih kurang empat ribuan. Ini tugasnya Pemerintah untuk memberikan stimulasi agar yang dua ini bisa hidup lagi. Kalau yang dua ini hidup lagi, saya meyakini industri perfilman, dengan insentif dari Pemerintah, nanti tugasnya Kementerian, dan  Badan Ekonomi Kreatif, diberikan insentif. Saya nggak ngerti sekarang ini kalau ditanya apa insentifnya, bisa insentif pajak, dan bisa juga insentif-insentif yang lain, karena memang tugas Pemerintah adalah memberikan dorongan karena kita mempunyai sebuah pasar yang sangat besar sekali, pasar yang sangat besar sekali.

 

Dan, jangan sampai nanti yang karena industri perfilman Indonesia yang tidak menguasai pasar, justru dikuasai oleh film-film dari luar, entah Hollywood, entah Bollywood, entah dari Korea, atau dari Jepang yang justru menguasai pasar. Dan pada kesempatan yang baik ini, saya mengajak seluruh rakyat Indonesia, sebelum nonton film dari luar, nonton terlebih dahulu film-film Indonesia.

 

Terakhir, "Ayo Nonton Film Indonesia".

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI