Sambutan Presiden RI pd Panen Raya Padi, Merauke, Papua Barat, tgl 10 Mei 2015

 
bagikan berita ke :

Rabu, 10 Juni 2015
Di baca 1354 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PANEN RAYA PADI

DI KAMPUNG WAPEKO, KECAMATAN HURIK, KABUPATEN MERAUKE,

PAPUA BARAT

TANGGAL 10 MEI 2015

 

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Selamat siang,

Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Shalom,

 

Yang saya hormati seluruh Menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, Kapolri, Wakil Gubernur, Bupati Merauke, Ketua Wantimpres, serta Bapak Arifin Panigoro, Pak Dr. Ratno, serta seluruh Warga, seluruh Petani di Merauke yang pada siang hari ini hadir,

 

Beberapa bulan yang lalu saya diberi tahu mengenai kondisi dan situasi di Merauke. Ada kurang lebih 4,6 juta lahan yang posisinya adalah datar dan bisa dimungkinkan untuk dibuat sawah. Kemudian saya perintahkan untuk diidentifikasi lagi. Setelah diidentifikasi, bisa dimungkinkan 2,5 juta hektar yang bisa dikerjakan untuk sawah. Tetapi, sekarang yang paling siap adalah 1,2 hektar yang, 1,2 juta hektar yang bisa di, mulai bisa dikerjakan. Meskipun ada 43.000 hektar yang sudah dikerjakan oleh petani di sini.

 

Kenapa jauh-jauh dari Jakarta saya menuju ke, ini desa mana ya? Wapeko, ya. Dari Jakarta terbang 8 jam ke Wapeko, ke Desa Wapeko, kenapa? Saya ingin melihat sendiri keadaan lapangannya seperti apa, biar pada saat memutuskan itu bener, harus betul. Sehingga bermanfaat bagi rakyat di sini. Jangan sampai keliru. Tadi saya udah bisik-bisik ke Pak Bupati, Pak Wakil Gubernur. Ada 1,2 juta itu milik rakyat. Benar? Oh ya. Nah, nanti karena ini 1,2 juta hektar itu kalau ingin dikerjakan itu membutuhkan anggaran yang triliun, bukan hanya miliar, tapi triliun.

 

Oleh sebab itu, tadi saya sampaikan ada investor, investasi, ada juga dari negara. Nanti BUMN datang ke sini membawa uang, traktor, benih, pupuk, semuanya ada bagian dari investor dan BUMN. Jadi saya di sini Pak Bupati, cara pembagiannya seperti apa, harus jelas di depan. Jangan sampai rakyat dirugikan. Saya juga nggak mau.

 

Dibisiki Pak Bupati, sudah ketemu, Pak. Karena Dr. Ratno juga sudah membuat Dimpro dan dicoba. Hasilnya 70:30, artinya kepemilikan tanah tetep di rakyat. Rakyat bisa ikut bekerja di sawah. Juga digaji, kan? Ya bekerja itu digaji. Terus, pada saat panen, masih dapat lagi pembagian 30%, mau tidak? Kok kelihatannya kurang serius. Mau tidak? Bener lho? Ada yang nggak mau, tunjuk jari. Supaya saya tidak salah memutuskan. Yang saya lihat adalah rakyat dulu. Kalau rakyatnya nggak mau, ngapain saya putuskan?

 

Kalau rakyat sudah mau, baru saya akan mencari jurusnya gimana supaya dapet uang, dapet anggaran kemudian dibawa ke sini, dibelikan traktor, dibelikan harvester, dibelikan mesin-mesin pertanian modern. Karena nggak mungkin ini dikerjakan oleh tangan, itu tidak mungkin. Sampai kiamat pun nggak akan selesai. Bener ndak? Harus mesin dan mesin modern. Di Indonesia belum ada. Oleh sebab itu, yang pertama nanti ada di Merauke, di Desa Wapeko... Aduh lupa-lupa terus saya. Di Desa Wapeko, dicoba dan harus berhasil.

 

Mungkin, saya nggak tahu, akan datang ke sini sering sekali. Saya akan datangi ini terus ke Desa Wapeko terus. Jangan sampai keinginan kita semuanya ini gagal, saya ndak mau. Harus berhasil. Dan betul, kalau di sini berhasil, ini baru bicara 1,2 juta, belum bicara yang 4,6 tadi. 1,2 juta saja berarti per tahun kalau panennya bisa tiga kali, saya kira. Kalau dengan mekanisasi dan mesin bisa tiga, jangan pengen yang dua. Mungkin padi, jagung, padi, gitu ya. Padi, jagung, padi, bisa tiga kali, jangan minta dua kali. Wong bisa tiga kali kok saya tanya doktornya udah. Karena Pak Dr. Ratno itu sudah ke mana-mana, ke Afrika, Amerika Latin, semuanya udah, udah. Jadi di sini harus dibimbing agar semuanya bisa. Kalau itu kita berhasil, ini bukan hanya lumbungnya Indonesia, ini ketergantungan dunia kepada pangan itu akan ada di Merauke ini.

 

Coba kalikan 4,6 juta hektar kali panen tiga kali, berapa ton kita akan dapat setahun, Pak? Coba hitung-hitungan sebentar, Pak. Berapa? Berapa? 20, lebih dari 20 juta ton. Itu baru sekali panen. Itu dua kali 40 juta. Kalau tiga kali? 60 juta ton. Bayangkan. Rampung. Selesai. Selesai sudah. Bener ndak? Selesai, 60 juta kok. Sekarang seluruh Indonesia itu produksinya berapa, Pak? Sama, 60 juta juga. Seluruh Indonesia sekarang diselesaikan di sini sudah. Rakyat di sini akan makmur pasti. Saya pastikan itu.

 

Tapi sekali lagi, harus sungguh-sungguh. Kerja keras semuanya. Nanti bagian irigasinya, bagian, itu bagian Pak Menteri PU. Saya ajak juga Pak Menteri PU, biar lihat lapangannya dan nanti segera dikerjakan. Pak Menteri Pertanian nanti bagian irigasi masuknya. Nggak tahu nanti berapa triliun uangnya yang akan masuk ke sini. Nggak ngerti saya, ngitungnya sulit. Triliun gimana ngitungnya? Udah. Saya, kekhawatiran saya, saya nggak tahu Pak Bupati nanti mungkin bisa jawab.

 

Nanti tenaga kerja sebanyak itu ada ndak di sini? Karena saya ingin prioritas adalah masyarakat di Merauke. Cukup? Cukup? Cukup sudah. Kalau cukup berarti udah nggak mikir lagi saya. Saya khawatir itu, waduh cukup ndak ini sawahnya, pertama 1,2 hektar, kemudian nantinya bisa 4,6 hektar,  4,6 juta hektar. Saya nggak bisa bayangin berapa yang harus diperlukan yang pegang traktor, yang pegang harvester, yang pegang tadi mesin untuk semprot, nanti belum yang di penggilingan padinya, saya udah nggak bisa bayangin.

 

Tetapi, saya berikan target, jangan lama-lama, dua tahun, bisa Pak Menteri? Dua tahun yang 1,2? Ditawar tiga tahun. Bisa, Pak Bupati? Ya oke, nanti ini kerja samanya Pak Bupati dengan Pak Menteri Pertanian udah. Tiap minggu harus sering ke Jakarta untuk ngerampungkan ini. Tiga tahun targetnya, tetapi terus. Nanti mulai semester depan sudah harus dimulai, dimulai tahun depan, terus saat tiga tahun, setiap tahun saya pastikan, saya akan lihat perkembangannya. Tiga tahun saya lihat harus tercapai.

 

Itu sudah jumlahnya kalau sudah itu sudah betul rampung. Dan kita harapkan beras yang di sini itu untuk komoditas ekspor. Nanti akan ada ketergantungan dunia pada pangan di Merauke, di Indonesia. Karena produksinya memang akan sangat besar sekali. Entah nanti berasnya, entah jagungnya. Dan sekali lagi saya minta dukungan seluruh tokoh agama, tokoh masyarakat, dan seluruh masyarakat di Merauke. Saya ingin coba dari petani. Ini petani yang mana ini? Di sini petani semuanya? Bener? Semua pada, coba Pak, maju Pak. Maju.

 

Presiden RI:

Ya, nggak apa-apa. Saya, apa? Oh, anu, diterjemahkan?

Nama, Pak?

 

Merkiore:

Merkiore.

 

Presiden RI:

Namanya bagus-bagus tapi sulit-sulit.

Merkiore, oke. Pak Merkiore ini sudah bertani berapa lama? Udah lama ya?   

 

Merkiore:

Ya tiga kali sekarang di kampung satu kali.

 

Presiden RI:

Udah? Oke.

 

Merkiore:

Namanya, Bapak, ini baru mau belajar-belajar ini.

 

Presiden RI:

Iya, oke jadi yang sudah panen kemarin satu hektar dapat berapa ton?

 

Merkiore:

Belum panen, Bapak.

 

Presiden RI:

Oh belum, oh belum panen? Berarti baru apa? Baru akan mulai panen ini ya? Oke. Padinya udah kuning? Kira-kira berapa ton itu? Perkiraan dapat berapa ton kira-kira?

 

Merkiore:

Satu hektar.

Presiden RI:

 

Oh sudah satu hektar? Ya moga-moga dapet di atas tujuh ton lah per hektarnya. Kalau 7 ton di sini beras berapa harga?

Hah? Rp 6.700? Kok murah banget ya? Oke, kalau gitu sebentar, mumpung ingat. Di sini ada beras berapa ton sekarang? Yang siap dibeli ada ndak? Nah, gabah? Sebentar, kalau gabah di sini berapa harga? Nggak ada yang beli? Ada berapa ribu ton? Saya beli. Bu kepala Bulog, ini perintah langsung, dibeli semuanya, seadanya. Ini harganya juga masih murah. Nanti kalau nanem-nanem nggak ada yang beli... Oh iya, lupa, jadi nanti kalau sudah nanem, dijamin ada yang beli. Kalau nggak ada yang beli, Bulog saya perintahkan untuk beli. Mau ndak gitu? Kok diem gitu, nggak tepuk tangan? Ya, jadi nanti anunya di Bulog. Kalau kita usahakan, nanti bisa ekspor jadi harganya lebih baik tapi kalau mentok, sulit, berarti akan dibeli oleh Bulog. Berarti berapa tadi? Satu hektar? Baru nyoba satu hektar. Pak.. Pak Merkiorese, waduh pendek aja sulit, disuruh nambahin panjang. Oh ini, Merkioerese, oke udah, sekarang di sini ada namanya. Pak Merkiore, coba ini kan sudah nyoba sekali. Minta disebutkan, saya minta dissebutkan dua, atau satu aja lah, satu jenis tanaman padi. Kalau bisa, saya beri sepeda.

 

Merkiore:

Kemarin Bapak tanam padi biasa dengan rojolele.

 

Presiden RI:

Oh rojolele? Itu kualitas paling bagus itu rojolele. Aduh... Ya, terima kasih. Berarti udah, udah, udah milihnya udah pinter. Di lain-lain tempat nggak milih rojolele, Pak Merkiore malah milih rojolele. Udah, sepedanya diberikan. Ya, terima kasih, Pak, Pak Merkiore. Terima kasih. Ayo, terima kasih. Ini sepeda dari saya, khusus dari saya. Udah langsung dibawa di situ aja nggak apa-apa, biar di situ aja nggak apa-apa. Udah, biar di situ. Nanemnya kok ya milih rojolele, pinter. Sudah, ini coba yang belakang, yang petani juga. Coba tunjuk jari yang pengen ke depan. Ayo silakan, Pak.

 

Nikolas:

Selamat siang semua.

 

Presiden RI :

Siang, nama Pak, nama?

 

Nikolas:

Nikolas, petani teladan di Kampung Wapoke.

 

Presiden RI:

Waduh kayaknya kalau ini petani teladan udah.

 

Nikolas:

Panennya setiap tahunan.

 

Presiden RI:

Setiap tahunan? Bisa panen berapa kali Pak, Pak Nikolas?

 

Nikolas:

Satu hektar biasa saya dapat padi bagus 80 karung

 

Presiden RI:

Berarti, berarti 80 karung jumlahnya berapa ton itu kira-kira? Ya, 4 ton? Bagus sekali dong udah 4 ton. Pak Nikolas sudah bertani berapa tahun?

 

Nikolas:

Mulai dari awal sampai sekarang saya masih tiga tahun.

 

Presiden RI:

Ya udah selamat, selamat. Hahahaha. Ini, ini contoh seperti Pak Nikolas ini yang diperlukan di sini, supaya orang semuanya senang bertani. Terus yang sudah ditanam padinya apa jenisnya?

 

Nikolas:

Padinya apa itu.

 

Presiden RI:

Masa nama padinya nggak tahu yang ditanam?

 

Nikolas:

Saya yang ditanam padi yang 64

 

Presiden RI:

Oh 64, IR-64. IR ? IR-64, Oke IR-64, tunggu aja. Terus jualnya di mana kalau sudah panen, Pak? Dipakai sendiri?

 

Nikolas:

Dipanen sendiri, sebagian kita jual. Banyak ya

 

Presiden RI:

Iya dijual di mana? Dijualnya dimana?

 

Nikolas:

Saya jualnya di gilingan.

 

Presiden RI:

Oh di gilingan? Ya sama saja. Dijual berapa sekarang gabah?

 

Nikolas:

Ya belum panen

 

Presiden RI:

Yang kemarin?

 

Nikolas:

Kemarin saya jadikan modal tanam

 

Presiden RI:

 Berapa dijual? Bisa berapa dijual?

 

Nikolas:

Saya jual berapa, 5 karung saya jual habis itu persiapan tani.

 

Pesiden RI:

Satu kilonya bisa berapa rupiah dijual kira-kira?

 

Nikolas:

Rp 6000 satu kilo

 

Presiden RI:

Rp 6000 satu kilo ya? Tadi beras ya? Ya masih, masih murah harganya.

 

Nikolas:

Di Dolok 7.300

 

Presiden RI:

Yaa APP Bulog Rp 7.300, kan? Masih murah banget berarti. Oke, nanti biar Bulog yang menyelesaikan. Terima kasih, Pak Nikolas. Karena petani teladan saya juga berikan kenang-kenangan ya. Ada lagi yang petani? Yang putri ada ndak? Nggak ada? Ibu-ibu nggak ada? Ibu-ibu, ibu-ibu dulu. Ibu-ibu, sini Ibu-ibu. Petani atau pedagang ini Ibunya? Pegang Bu, dibawa. Di pertanian atau di perdagangan? Atau di...

 

Ibu:

Saya petani pak.

 

Presiden RI:

Petani? petani apa?

 

Ibu:

Padi

 

Presiden RI:

Oh, padi juga. Setahun bisa panen berapa kali?

 

Ibu:

Dua kali

 

Presiden RI:

Dua kali ya? Pasti dua kali?

 

Ibu:

Pasti

 

Presiden RI:

Pasti. Satu hektar bisa berapa ton?

 

Ibu:

Kurang lebih 4 ton

 

Presiden RI:

4 ton ya? Tapi Pak Dr. Ratno, harusnya satu hektar bisa berapa ton harusnya? 3,8 berarti ini kalau nanti dikerjakan dengan mekanisasi bisa berapa ton? 7 ton? Bisa lipet dua kali ya kurang lebih ya? Kalau dikerjakan dengan ini, dengan traktor besar, Ibu setuju ndak?

 

Ibu:

Sangat setuju pak.

 

Presiden RI:

Setuju? Terus pembagian tadi, 70:30 mau ndak?

 

Ibu:

Mau, Pak.

 

Presiden RI:

Kok mau?

 

Ibu:

Mau, karena selama ini kami belum pernah mendapat seperti itu. Jadi, mungkin untuk awal-awalnya kami sangat senang.

 

Presiden RI:

Tapi dihitung betul lho. Pendapatannya harus lebih dari yang sudah didapat ini, ya. Nanti dihitung betul, artinya apa? Masyarakat harus diuntungkan jangan sampai tidak diuntungkan. Pesan saya itu aja.

 

Ibu:

Iya, Pak.

 

Presiden RI:

Taninya di mana? Lokasi pertaniannya di mana?

 

Ibu:

Di kampung Senayu

 

Presiden RI:

Senayu?

 

Ibu:

Ya, Distrik Tanah Miring.

 

Presiden RI:

Jauh dari sini?

 

Ibu:

Jauh.

 

Presiden RI:

Berapa kilo? Oh kita lewat tadi? Oh iya, berarti lewat, oke. Sekarang pertanyaan satu aja. Selain padi, sawah itu mau ditanami apa?

 

Ibu:

Jagung.

 

Presiden RI:

Jagung? Di sini jagung saya lihat tadi di jalan gede-gede sekali, Bu ya?

 

Ibu:

Iya.

 

Presiden RI:

Sepedanya, silakan.

 

Ibu:

Terima kasih, Pak.

 

Presiden RI:

Ya sama-sama, terima kasih. Bawa, nggak apa-apa dibawa ke belakang juga nggak apa-apa. Bawa aja nggak apa-apa. Ada lagi siapa silakan? Pak, maju. Dari tadi gini terus kok tadi. Berarti punya semangat. Nama siapa Pak? Oh nggih. Wah, ini namanya bagus, tapi agak mudah. Pak Agustinus Base ya. Mudah. Sudah bertani berapa tahun?

 

Agustinus:

Kurang lebih 10 tahun.

 

Presiden RI:

Oh 10 tahun? Udah lama Pak Base, ya? Apa yang ditanam di sawahnya?

 

Agustinus:

Yang ditanam di sawah saya adalah jenis padi Mekongga dan Ciherang.

 

Presiden RI:

Ciherang sama? Mekongga itu dari mana ya? Oh anu iya, saya kira... Bukan, bukan asli dari sini ya? Memang Merauke, ya, ya. Apa tadi yang pertama? Padinya apa?

 

Agustinus:

Ciherang.

 

Presiden RI:

Ciherang, sama yang kedua?

 

Agustinus:

Mekongga.

 

Presiden RI:

Mekongga? Itu apa, kalau ditanem yang ciherang sama mekongga tadi hasilnya bagus mana?

 

Agustinus:

Sama.

 

Presiden RI:

Semua sama?

 

Agustinus:

Ya, sama.

 

Presiden RI:

Lahannya 2 hektar. Yang satu hektar ciherang, yang satu lagi mekongga. Iya iya. Terus pertanyaan, ini pertanyaan. Selain padi, selain jagung, apa lagi yang bisa ditanam di sawah? Sebutkan dua.

 

Agustinus:

Kacang panjang, Pak.

 

Presiden RI:

Tanem kacang panjang. Terus apalagi satu lagi yang bisa? Hanya itu aja?

 

Agustinus:

Pepaya.

 

Presiden RI:

Oh pepaya.. Ya bolehlah, sepeda. Terima kasih, Pak. Udah sepedanya habis. Oh masih, masih. Siapa lagi nih? Yak, belakang itu boleh. Ya, ya. Nama?

 

Daud:

Nama saya Daud, Pak.

 

Presiden RI:

Daud, Pak Daud ya?

 

Daud:

Iya, petani.

 

Presiden RI:

Petani? Pakai traktor atau masih tangan?

 

Daud:

Masih pakai traktor tangan, Pak.

 

Presiden RI:

Traktor tapi yang tangan, ya? Pertanyaannya pakai traktor apa pakai tangan, jawabannya pakai traktor tangan. Udah lah langsung sepedanya ambil. Pertanyaannya dijawab pinter sekali kok. "Pakai traktor atau pakai tangan? Pakai traktor tangan." Ya udah, langsung dapat sepeda, udah, udah.

 

Ibu dan Bapak sekalian, seluruh Petani di Merauke yang saya hormati,

Sekali lagi, apa yang saya sampaikan tadi 1,2 juta hektar itu bukan sebuah mimpi. 4,6 juta hektar juga bukan sebuah mimpi. Tetapi keinginan keras kita. Kerja keras kita itulah nanti yang akan itu terwujud atau tidak terwujud. Dan itu berada pada Saudara-saudara semuanya, pada seluruh petani yang ada di hadapan saya dan petani yang lainnya. Oleh sebab itu, saya titip sekali lagi, mari kita kerja keras, nanti kita lihat hasilnya dalam waktu tiga tahun ini seperti apa. Kemudian kalau itu terjadi, saya akan lihat ini memakmurkan atau tidak. Saya meyakini itu akan memakmurkan rakyat.

 

Terimakasih, itu yang bisa saya sampaikan.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Semoga Tuhan selalu menyertai kita.

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI