Sambutan Presiden RI Pd Peluncuran Buku "Masih Ada Pilihan", tgl 17 Jan 2014, di JCC

 
bagikan berita ke :

Jumat, 17 Januari 2014
Di baca 3184 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PELUNCURAN BUKU "MASIH ADA PILIHAN"

DI JAKARTA CONVENTION CENTRE, JAKARTA

TANGGAL 17 JANUARI 2014

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,


Yang saya cintai dan saya muliakan Bapak Boediono, Bapak Try Sutrisno, Bapak Muhammad Jusuf Kalla,


Para Tamu Undangan dan Hadirin sekalian yang saya hormati,


Saya mengajak Hadirin sekalian, untuk sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kepada kita masih diberikan kesempatan, kekuatan, dan, insya Allah, kesehatan untuk melanjutkan tugas bersama kita membangun negeri ini menuju hari esok yang lebih baik.


Saya juga mengucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak-Ibu, Saudara sekalian untuk memenuhi undangan saya, hadir pada acara malam hari ini. Saya tahu lalu lintas di Jakarta banyak yang terganggu karena bekas banjir yang melanda Jakarta dua-tiga hari yang lalu, tetapi Bapak-Ibu tetap berkenan hadir. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga budi baik Bapak-Ibu, Saudara mendapatkan balasan dan pahala dari Allah SWT.


Tadi pagi istri saya, Ibu Ani menerima SMS dari seorang teman. Intinya: mengucapkan selamat atas peluncuran buku malam hari ini. Meskipun ada kata-kata, "Sayang, timing-nya masih ada banjir di sana-sini." Saya jawab dengan baik pesan SMS itu, dan ini kesempatan yang baik pula untuk saya sampaikan kepada Hadirin sekalian, serta saudara kami, rakyat Indonesia, yang mungkin mendengarkan sambutan saya ini.


Sebenarnya, buku ini dirancang untuk diluncurkan pada bulan Desember tahun lalu, tetapi sengaja saya meminta untuk ditunda karena pekerjaan rumah akhir tahun banyak, antara lain, kami, pemerintah, harus mengelola perekonomian nasional yang mendapatkan tekanan atau gejolak baru, baik itu yang bersifat eksternal maupun internal. Kemudian yang kedua, kami harus merampungkan kesiapan BPJS Kesehatan yang mesti diimplementasikan mulai 1 Januari 2014 yang lalu.


Staf kami berkomunikasi dengan pimpinan Jakarta Convention Center. Kalau mundur, dapatnya hari apa. Satu hari yang tersedia bulan Januari ini, yaitu hari ini, tanggal 17 Januari. Oleh karena itu, ya kebetulan masih ada banjir. Tetapi tadi siang saya berkomunikasi dengan Gubernur Jakarta, Pak Jokowi, saya lanjutkan berkomunikasi dengan Gubernur Sumatera Utara, Pak Gatot, dan Gubernur Sulawesi Utara, Bapak Sarundajang.


Jakarta, alhamdulillah, menurut Pak Jokowi, banjirnya sudah mulai surut dan pengungsi sudah kembali ke tempatnya, tinggal beberapa kantong-kantong kecil. Sumatera Utara, Sinabung masih terus dikelola, dan insya Allah, awal minggu depan saya akan berkunjung kembali ke Sinabung, Kabanjahe untuk mencari solusi yang paling baik bagi saudara-saudara kita yang ada di penampungan. Sedangkan di Sulawesi Utara, juga sudah mulai susut, namun masih ada sejumlah rumah yang terendam dan tengah diatasi.


Kemarin siang, saya juga menggelar Sidang Kabinet untuk memastikan bahwa semua penanganan bencana alam di tingkat nasional berlangsung dengan baik. Tentu saja, melalui mimbar ini, saya meminta para pemimpin daerah, gubernur, bupati, dan wali kota, juga terus menangani dan mengelola bencana alam itu dengan sebaik-baiknya.


Bapak-Ibu, Saudara, dan Hadirin yang saya hormati,


Saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Larto atas sambutan Pak Jakob Oetama yang menyejukkan tadi, membangun optimisme, dan observasi yang baik, saya mengucapkan terima kasih. Mudah-mudahan, observasi itu benar dan ada dalam buku yang insya Allah, akan segera kita luncurkan pada malam hari ini. Tentu saya mengucapkan terima kasih kepada Penerbit Kompas, kepada Kompas Gramedia Group, karena tanpa jasa Kompas buku ini tentu tidak bisa diterbitkan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memungkinkan buku ini bisa dihadirkan, terutama jajaran Staf Kepresidenan. Tentunya, terima kasih juga saya sampaikan kepada keluarga, atas dorongan dan bantuan yang penuh dengan kasih dan sayang, mulai dari istri tercinta, Ibu Ani, beserta anak-anak saya, Agus Harimurti dan Annisa serta Edhie Baskoro dan Aliya. Tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada panitia dan petugas, yang memungkinkan acara peluncuran pada malam hari ini dapat dilaksanakan.


Hadirin yang saya muliakan,


Malam ini, saya tidak hendak menyampaikan pidato politik, tentunya juga bukan semacam pidato kampanye pilpres, karena alhamdulillah saya bukanlah seorang capres. Saya hanya mantan capres. Dan insya Allah sembilan bulan lagi, saya juga akan menjadi mantan Presiden. Malam ini adalah malam tentang buku, tentang refleksi, dan tentang pembelajaran. Pembelajaran agar hari esok lebih baik dari hari ini. Agar Indonesia yang kita cintai juga makin baik di masa depan.


Jeremy Collier, seorang warga negara Inggris lulusan Cambridge, yang hidup di abad 17 dan 18 pernah berkata, "A man may as well expect to grow stronger by eating as wiser by always reading." Saya terjemahkan secara bebas: manusia ingin menjadi lebih kuat dengan makan yang cukup, sebagaimana ia ingin menjadi lebih bijaksana dengan terus membaca.


Berbicara tentang buku dan membaca, saya juga ingin menyampaikan kembali apa yang sering saya ucapkan di berbagai kesempatan, bahwa masyarakat yang gemar membaca, tentu membaca dalam arti yang luas, adalah masyarakat yang sedang bergerak maju menuju masyarakat maju. Jalan atau proses yang dimaksud sering disebut seperti ini, from reading society to learning society, to advanced society. Manakala masyarakat rajin membaca, dia akan menjadi masyarakat yang rajin belajar, dan masyarakat yang rajin belajar itulah jalan setapak lebih maju lagi menjadi masyarakat yang maju. Semoga kita semua yang ada di ruangan ini menjadi bagian dari transformasi besar bangsa kita menuju ke negara maju, developed country, developed nation, di abad 21 ini.


Tadi, saya sudah berjanji tidak akan menyampaikan pidato politik. Oleh karena itu, saya ingin berbagai, ulangi, berbagi cerita saja tentang mengapa saya menulis buku ini, untuk siapa buku ini, dan apa saja yang ada dalam buku ini.


Awal tahun 2009, saya berbincang ringan dengan teman-teman di Cikeas. Mereka minta agar saya menulis buku. Itu awal tahun 2009. Katanya, agar rakyat tahu kebijakan pemerintah, dan apa saja yang saya pikirkan dan lakukan untuk rakyat Indonesia, agar rakyat kita tahu. Kata teman-teman, sebagian besar rakyat tidak tahu apa kebijakan dan yang dilakukan oleh pemerintah serta pemimpinnya.


Setelah berdebat, saya tetap tidak setuju. Mereka mengatakan, saya salah dan bisa merugi karena begitu banyak kritik, cemooh, dan hujatan dari berbagai kalangan, lantas saya biarkan tanpa saya memberikan hak jawab yang saya miliki. Mereka bahkan mengatakan, maaf, kalau saya berminat untuk maju lagi, sebagai capres pada Pemilu 2009 dulu, saya bisa kalah. Itu bacaan mereka, meskipun saya punya bacaan sendiri, bacaan yang berbeda.

 

Tiga setengah tahun kemudian dari awal 2009 itu, berarti akhir tahun 2012 yang lalu, saya ingat kembali apa yang disampaikan oleh teman-teman itu, bahwa sebaiknya, sekali lagi, saya bisa menyampaikan sesuatu kepada rakyat Indonesia melalui buku. Sejak itulah, akhirnya, saya memutuskan untuk mulai mempersiapkan buku itu, tentu dengan mengorbankan waktu senggang saya yang juga amat terbatas.


Memang benar, sebagaimana yang dinarasikan dalam tayangan video tadi, bahwa buku yang saya tulis ini bukanlah sebuah otobiografi atau memoar politik, bukan. Memoar itu akan saya tulis, insya Allah setelah saya merampungkan tugas sejarah nanti, setelah saya tidak lagi menjadi pemimpin di negeri ini. Buku ini meskipun agak tebal, tadi Pak Larto juga sudah menyinggung, bukanlah sebuah textbook yang sarat dengan teori, bukan pula sebuah critical analysis yang bersifat, yang bersifat ilmiah, misalnya tentang politik, demokrasi, dan ekonomi, bukan. Bukan pula, katakanlah, kiat atau buku pintar tentang bagaimana cara memenangkan pemilihan Presiden, how to win the Presidential election, karena saya tidak ingin menggurui siapa pun.


Itulah dua minggu yang lalu, saya tidak setuju ketika staf saya menyampaikan kepada saya, "Pak SBY, ada baiknya, pada malam peluncuran buku itu, buku itu diserahkan secara simbolis kepada calon-calon Presiden yang, insya Allah akan segera bertanding di medio tahun ini." Saya tidak mau karena kalau saya begitukan, beliau-beliau pasti tersinggung. Dan kalau saya ingin menyampaikan sedikit tentang judul buku yang tadi disampaikan, "Selalu Ada Pilihan", There Is Always A Choice, saya ingin menyampaikan jalan pikiran saya.


Saya berpandangan bahwa hidup ini adalah pilihan, life is choosing. Ingin menjadi apa seseorang, itu pilihan masing-masing, masa depan seperti apa yang diharapkan oleh seseorang, itu juga pilihannya sendiri, pendekatan dan cara apa untuk mengatasi permasalahan, itu juga pilihan; sampai, siapa yang paling tepat memimpin negeri ini ke depan, itu juga soal pilihan. Dan sebenarnya puncak dari kebebasan atau freedom adalah bebas untuk memilih. Dengan perspektif dan konteks seperti itulah, maka buku ini, saya beri judul "Selalu Ada Pilihan".


Kemudian, Hadirin sekalian, kepada siapa buku ini saya dedikasikan? Tentu, sebenarnya kepada siapa pun, siapa pun yang memilih untuk membaca buku ini, apa pun profesinya, status, dan jabatannya, baik yang ada di Tanah Air maupun yang ada di mancanegara. Terutama, wabilkhusus, buku ini sungguh saya presentasikan, saya persembahkan kepada para pencinta demokrasi dan para pemimpin Indonesia mendatang. Dan memang, judul kecil dari buku itu adalah untuk pencinta demokrasi dan para pemimpin Indonesia mendatang.


Pertanyaannya kemudian adalah apa saja yang ada dalam buku itu? Untuk para sahabat yang sungguh mencintai demokrasi, saya memang banyak bertutur dan berbagi cerita tentang keadaan negara kita dewasa ini, tentang politik dan demokrasi kita saat ini, baik itu yang berkaitan dengan perkembangan dan kemajuan, maupun yang menyangkut tantangan dan permasalahan yang kita hadapi. Semua itu saya tulis dalam kapasitas saya sebagai seorang pelaku sejarah, serta pelaku politik dan demokrasi, bukan pandangan seorang ahli politik dan ahli demokrasi. Juga dalam kapasitas saya sebagai seorang praktisi dan penyelenggara kehidupan berpemerintahan dan bernegara, bukan sebagai seorang pakar dan ahli tata negara. Sementara, bagian lain yang saya sampaikan adalah penuturan seorang SBY kepada siapa pun, siapa pun yang memiliki cita-cita untuk menjadi pemimpin di negeri ini, terutama yang jalan untuk menjadi pemimpin itu mesti melalui proses demokrasi. Saya senang, saya bersyukur kepada Allah karena banyak putra-putri bangsa yang ingin menjadi pemimpin, termasuk ingin menjadi Presiden. Bayangkan kalau tidak ada yang mau, tidak ada yang bersedia.


Sebagai rasa sukacita dan ucapan selamat saya kepada siapa pun yang berkeinginan untuk menjadi pemimpin di negeri ini, saya ingin berbagi, sekali lagi, bukan mengajari, apalagi menggurui. Berbagi tentang apa? Tentang suka-duka dan pahit-manis menjadi seorang pemimpin di negeri ini, di era transisi demokrasi sekarang ini. Juga tentang serba-serbi dan lika-liku perjuangan dalam proses demokrasi, khususnya dua kali mengikuti pemilihan Presiden. Pengetahuan dan pengalaman yang saya bagikan di buku ini mungkin relevan dan berguna bagi yang membacanya, atau mungkin juga tidak relevan dan tidak berguna.


Sedangkan bagian akhir dari buku ini, sebenarnya, Hadirin sekalian yang saya muliakan, tiada lain adalah sebuah do'a dan harapan kepada para pemimpin Indonesia mendatang, utamanya para Presiden Indonesia mendatang.


Semua itu saya wujudkan dalam cerita dan pengalaman mengemban tugas memimpin negara dan menjalankan roda pemerintahan selama sembilan tahun lebih ini. Seperti kisah pemimpin siapa pun dan di negara mana pun, kisah itu tidak selalu indah. Banyak pasang surutnya, serta keberhasilan dan kebelumberhasilannya. Semua saya sampaikan secara terbuka dan lugas kepada para pemimpin Indonesia mendatang, tentu dari perspektif yang positif dan nuansa yang penuh dengan optimisme. Karena saya ingin siapa pun nanti yang memimpin negeri ini, harapan saya dan tentu harapan kita semua, beliau bisa berbuat lebih banyak dan lebih baik lagi untuk negeri ini. Itulah kandungan utama buku "Selalu Ada Pilihan", sebenarnya, tidak luar biasa, tetapi barangkali berguna.


Saya ingin secara singkat memberikan ilustrasi, kira-kira artikelnya apa saja. Dalam Bab I, Inilah Negara Kita Saat Ini, Bapak-Ibu, Saudara bisa menjumpai artikel ringan, cerita-cerita segar, misalnya berjudul Politik di Era Demokrasi Multipartai dan Otonomi Daerah, Revolusi Harapan dan Tuntutan Rakyat di Era Kebebasan, Sekali Merdeka, Merdeka Sekali, Negara Kita Masih Terbuka untuk Perubahan dan Penataan Kembali, dan seterusnya.


Sedangkan dalam Bab II dengan judul Asalkan Tahu Beginilah Jadi Presiden. Bapak-Ibu juga akan menjumpai artikel seperti ini: Keseharian Presiden dan Ketika Waktu Menjadi Amat Mahal; Tiada Hari Tanpa Kritik dan Kecaman; Pers Bisa Sangat Kritis dan Sangat Minir, tetapi Ada Juga Baiknya; Keluarga dan Teman pun Ikut Jadi Korban; Mengapa Presiden Harus Sering Mengalah; dan Resep Bisa Bertahan, saya ulangi lagi, Resep Bisa Bertahan Harus: Tenang dan Sangat Sabar; Sabar Saja Tidak Cukup.


Bab III dengan judul: Ingin Jadi Presiden, Menangkan Pemilihan Mendatang. Di situ artikel yang saya tampilkan, antara lain: Banyak Pilihan dan Cara untuk Berkampanye; Uang Penting, Tetapi Ingat Rakyat Tidak Bisa Dibeli; Tidak Cukup Bermodalkan Pencitraan; Rakyat Tidak Suka Capres Yang Menyerang Lawan Secara Berlebihan; Jauhi dan Cegah Kampanye Hitam, Black Campaign; Jangan Underestimate atau Menganggap Remeh Lawan.


Sedangkan Bab IV atau terakhir dengan judul Semoga Menjadi Presiden Yang Sukses, artikel yang dapat ditemukan di buku itu, antara lain: Setelah Terpilih Jadi Presiden Berhentilah Berkampanye, Pascapemilu, Selalu Berpikir untuk Melakukan Rekonsiliasi; Pimpin Rakyat Secara Adil Meskipun Tidak Semua Memilih Anda; Presiden Harus Punya Visi, Strategi, dan Agenda, tentu ini: Harus Siap Menghadapi Politik Yang Aneh dan Ganjil; Politik Juga Tentang Kompromi dan Take and Give Tanpa Mengorbankan Prinsip Dasar; Awas, Kekuasaan Itu Menggoda; Pemimpin Terkadang Harus Melawan Arus; Pemimpin Memang Harus Tegas Tetapi Tetap Rasional; Jangan Suka Menyalahkan Presiden Terdahulu dan Presiden Pengganti; Yang Penting Tegar dan Berupayalah Sekuat Tenaga, Setelah Itu Berserah Dirilah Kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Tentu, masih banyak artikel yang lain. Bapak-Ibu tinggal memilihnya nanti.

Hadirin yang saya hormati,


Buku ini memang tebal. Terus terang, saya stres. Setelah jadi ternyata tebal buku itu. Saya khawatir kalau sahabat-sahabat saya takut dan enggan membacanya karena tebalnya buku itu. Tetapi, katanya, bagi yang telah membaca, ketebalan buku itu tidak perlu ditakutkan karena bahasanya ringan dan mudah, serta banyak sekali cerita dan dialog-dialog yang segar. Maaf, tidak berarti malam ini saya menjadi salesperson, bukan.


Intinya, intinya, Bapak-Ibu, Saudara, sebagaimana yang menjadi buku, e menjadi judul buku yang saya tulis, "Selalu Ada Pilihan", siapa pun tentunya bebas memilih. Memilih membaca atau tidak; memilih membaca sebagian, namanya tebang pilih itu, atau memilih membaca keseluruhannya. The choice is yours. Pilihan ada pada Bapak-Ibu dan Saudara sekalian.


Akhirnya, sebagai penutup, saya ingin mengakhiri sambutan saya dengan menyampaikan kepada Hadirin sekalian dan juga saudara-saudara saya, seluruh rakyat Indonesia, di mana pun Saudara berada, bahwa bangsa kita tengah melakukan perubahan besar, transformasi menuju masa depan yang lebih baik. Setiap perubahan selalu menghadirkan tantangan, permasalahan, dan bahkan perlawanan di dalamnya. Perubahan besar juga bukan sebuah kegiatan sekali jadi, tetapi sebuah proses yang akan terus berjalan dan bergerak secara berkesinambungan. Dalam arti lain, sesungguhnya kita tengah mengukir dan menulis sejarah perjalanan bangsa kita yang baru.


Dan bicara soal sejarah, saya jadi teringat apa yang dikatakan oleh Lewis F. Powell, Jr. sebagai berikut: history balances the frustration of ‘how far do we have to go' with the satisfaction of ‘how far we have come'. It teaches us tolerance for the human shortcomings and imperfections which are not uniquely of our generation, but of all time. Terjemahan bebasnya adalah, sejarah memberikan keberimbangan atas kepuasan dan ketidakpuasan, atas apa yang ingin kita capai dengan apa yang dapat kita capai. Sejarah juga mengajarkan kita untuk memberikan toleransi atas keterbatasan dan ketidaksempurnaan manusia, bukan hanya bagi generasi kita, tetapi hakikatnya berlaku sepanjang masa.


Demikianlah, Hadirin sekalian. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, senantiasa membimbing perjalanan bangsa kita menuju ke arah yang benar, arah yang menjadi pilihan bijak kita semua.


Terima kasih.


Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI