Sambutan Presiden RI pd Peringatan Hari Lahir Pancasila, Jawa Timur, tgl 1 Juni 2015

 
bagikan berita ke :

Senin, 01 Juni 2015
Di baca 1223 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA

BLITAR, JAWA TIMUR

TANGGAL 1 JUNI 2015

 

 

 

Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semuanya,

Om Swastiastu,

Namo buddhaya,

 

Yang saya hormati Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia ke-5,

Yang saya hormati, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-11 Bapak Profesor Boediono beserta Ibu,

Yang saya hormati Pimpinan MPR dan Pimpinan Anggota Lembaga Negara, Para Menteri Kabinet Kerja, para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Gubernur Jawa Timur, Walikota dan Bupati Blitar,

Seluruh Keluarga Besar Bung Karno, Hadirin, Tamu Undangan serta masyarakat Blitar yang saya hormati,

 

Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran Proklamator kita, Bapak Bangsa kita, Penggali Pancasila, Bung Karno, hati saya selalu bergetar. Getaran ini senantiasa muncul karena kota ini kita secara bersama-sama bisa menghayati semangat yang bersumber pada ide, bersumber pada cita-cita, bersumber pada gagasan besar Bung Karno, cita-cita, gagasan, dan harapan Bung Karno, yakni untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, Indonesia yang berdaulat, Indonesia yang berdikari, Indonesia yang berkepribadian.

 

Saya selalu teringat Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, 70 tahun yang lalu, di depan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), beliau menyatakan, "Pancasila, itulah yang berkobar-kobar dalam dada saya sejak berpuluh-puluh tahun. Diterima atau tidak, terserah Saudara-saudara. Tetapi, saya sendiri mengerti seinsyaf-insyafnya bahwa tidak satu weltanschaung dapat menjelma dengan sendirinya menjadi realiteit jika tidak dengan perjuangan".

 

Pernyataan Bung Karno itu mengingatkan kita bahwa tidak ada satupun dasar negara yang menjelma menjadi realitas tanpa perjuangan. Jika ingin merealisasikan Pancasila, perlu perjuangan. Dengan berdirinya negara Indonesia tidak berarti perjuangan selesai, justru kita baru memulai perjuangan.

 

Saudara-saudara se-bangsa dan se-Tanah Air,

Perjuangan untuk mewujudkan cita-cita itu bukanlah jalan yang mudah. Bukan jalan yang mudah. Perjuangan memang jalan yang mendaki. Medan perjuangan inilah yang membuat kita tidak boleh berhenti. Adalah tugas kita bersama untuk membumikan Pancasila, menjadikannya realiteit dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Dalam menempuh medan perjuangan itu, kita harus punya dua hal pokok; pertama, persatuan Indonesia. Republik ini sejatinya bukan sebuah negara yang dibangun untuk satu golongan ataupun beberapa kelompok saja. Republik ini memerlukan persatuan, memerlukan kebersamaan, memerlukan gotong-royong seluruh elemen bangsa. Kedua, keberanian untuk menjebol, keberanian untuk membangun, sampai di sini, kembali saya mengutip kembali apa yang pernah disampaikan Bung Karno, "Pergerakan kita janganlah pergerakan yang kecil-kecilan. Pergerakan kita haruslah pada hakekatnya, suatu pergerakan yang ingin mengubah sama-sekali sifatnya masyarakat. Suatu pergerakan yang ingin menjebol kesakitan-kesakitan masyarakat, sampai ke sulur-sulurunya, sampai ke akar-akarnya".

 

Saya memiliki keyakinan yang sama dengan Bung Karno bahwa jalan perubahan yang ingin kita wujudkan pasti dihadapkan pada bertahannya mentalitas-mentalitas lama, mulai dari mentalitas kolonial, mentalitas budak, sampai dengan mentalitas feodal.

 

Perjuangan kita sebenarnya menjebol mentalitas bangsa yang berada dalam keterjajahan, dalam ketertindasan, dalam ketidakadilan, dalam ketidakmerdekaan serta membangun mentalitas baru sebagai bangsa merdeka 100%. Namun, harus diingat tujuan dari perjuangan bukanlah popularitas atau kemakmuran para pemimpinnya. Namun, apakah rakyat di perbatasan, di pulau terluar, para pembantu rumah tangga, pedagang kecil, buruh, petani, hingga tukang cuci pakaian dan rakyat kecil lainnya merasakan kemerdekaan dan benar-benar berdaulat dalam arti yang sesungguhnya.

 

Tugas sejarah kita adalah mewarisi api dari pemikiran dan perjuangan Bung Karno, bukan mewarisi abunya. Bukan mewarisi abunya. Untuk bisa mewarisi api semangat Bung Karno, maka saya mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia di mana pun berada, marilah gunakan momentum Peringatan Hari Kelahiran Pancasila, hari di mana Bung Karno berpidato tanggal 1 Juni 1945, untuk bersatu-padu, bergandengan tangan, bergotong royong mewujudkan janji-janji kemerdekaan untuk membumikan Pancasila di bumi pertiwi.

 

Mari kita gunakan momentum ini untuk memperbarui komitmen bersama untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

 

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, yang telah memprakarsai acara peringatan Hari Lahir Pancasila di kota Blitar ini, kota kelahiran Bung Karno.

 

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa merestui upaya kita bersama.

 

Terima kasih.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Om Santi, Santi, Santi, Om.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI