Sambutan Presiden RI Usai Menerima The World Statesman Awards dari ACF, New York, 29 Mei 2013 k

 
bagikan berita ke :

Rabu, 29 Mei 2013
Di baca 842 kali

SAMBUTAN

Y.M. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

USAI MENERIMA THE WORLD STATESMAN AWARDS

DARI

THE APPEAL OF CONSCIENCE FOUNDATION (ACF)

NEW YORK, 29 MEI 2013

 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum warramatullahi wabarakatuh,

Shalom,

Selamat malam,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Yang saya hormati, Rabbi Arthur Schneier,

Yang saya hormati, Tuan Louis Chênevert

Rekan-rekan dan teman-teman,

Hadirin sekalian,

 

Perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada Rabbi Arthur Schneier dan Dr. Henry Kissinger yang telah berkenan memperkenalkan diri.

 

Perkenankanlah pula saya memberikan penghargaan kepada the Appeal of Conscience Foundation (ACF) atas dedikasinya yang tinggi dalam menjembatani perdamaian dan rasa saling memahami antarumat manusia. Saya merasa terhormat telah menerima penghargaan yang telah ACF berikan kepada Indonesia melalui saya pada malam hari ini.

 

Saya beserta istri juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para tamu yang telah hadir pada malam hari ini dan atas persahabatan yang telah dijalin dengan Indonesia.

 

Sebelum saya melanjutkan sambutan, perkenankanlah saya menyampaikan rasa belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas banyaknya korban tewas dan penderitaan akibat topan yang melanda Oklahoma serta peristiwa pengeboman Boston Marathon sebelumnya yang mengerikan. Saya yakin, Amerika akan kembali menunjukkan ketegarannya dan mampu bangkit kembali bahkan lebih kuat.

 

Saya juga merasa sedih atas pembunuhan brutal seorang tentara Inggris di London baru-baru ini. Setelah saya mendengar kabar tersebut, saya berbicara dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron untuk menyampaikan belasungkawa saya. Tindakan kekerasan seperti itu tidak dibenarkan dalam agama mana pun yang mencintai perdamaian.

 

Kejadian-kejadian tersebut telah semakin menegaskan adanya tantangan bersama yang menyatukan kita. Tantangan untuk menciptakan perdamaian. Tantangan untuk menegakkan keadilan, termasuk keadilan ekonomi. Tantangan untuk mewujudkan kebebasan, demokrasi, dan HAM. Tantangan untuk menuju peradaban yang harmonis. Tantangan untuk memberantas kemiskinan global melalui pembangunan yang berkelanjutan.

 

Kabar baiknya adalah bahwa kini muncul globalisme baru di antara negara-negara dan masyarakat madani yang diharapkan mampu memperkuat upaya-upaya internasional untuk mengatasi tantangan-tantangan dimaksud. Sebagai bagian dari globalisme baru tersebut, saya merasa terhormat telah bersama-sama mengetuai sebuah Panel PBB  yang hari ini telah menyerahkan laporan akhir mengenai visi dan bentuk agenda pembangunan global pasca 2015 kepada Sekretaris Jenderal PBB.

 

Namun demikian, upaya-upaya global tidak akan berhasil kecuali para pemimpin nasional dan lokal memainkan peranannya.

 

Dan pada tataran lokal dan nasional inilah, segalanya dapat menjadi jauh lebih rumit.

 

Indonesia adalah salah satu contohnya. Kami adalah salah satu negara dengan tingkat keberagaman yang tertinggi di dunia, rumah bagi seperempat miliar orang yang memeluk 5 agama besar dunia, tersebar di 17.000 pulau.

 

Sejak kami memproklamasikan kemerdekaan, kami selalu berusaha menjadi negara yang bersatu dalam keberagaman. Sebuah negara dengan warga negara yang berbeda suku, kepercayaan, dan keyakinan, hidup bersama dalam kerukunan berdasarkan kepastian hukum.

 

Semua prinsip-prinsip dasar ini tertuang dalam Konstitusi dan ideologi negara kami: Pancasila. Kemampuan kami untuk hidup berdasarkan prinsip-prinsip ini akan menentukan tidak hanya kemajuan kami tetapi juga keberlangsungan kami sebagai sebuah negara.

 

Kini, kami telah melangkah jauh dalam mewujudkan visi tersebut. Namun demikian, tidaklah mudah kami menjalaninya. Kami melakukannya dengan kerja keras, keberanian, dan tekad yang kuat.

 

Tepat 15 tahun yang lalu, pada awal transisi demokrasi kami, kami menghadapi krisis multidimensi. Kejatuhan ekonomi. Kekacauan politik. Kerusuhan. Separatisme. Konflik komunal. Kekerasan etnik. Terorisme. Situasinya pada saat itu sangatlah berat, yang membuat beberapa kalangan meramalkan bahwa Indonesia akan seperti Balkan, hancur berkeping-keping.

 

Akan tetapi, rakyat Indonesia membuktikan bahwa ramalan itu salah besar. Satu demi satu, kami menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Kami menuntaskan konflik separatisme di Aceh yang telah berlangsung selama 30 tahun. Kami memperbaiki hubungan dengan Timor Leste. Kami memulihkan stabilitas politik. Kami memperkuat institusi-institusi penunjang demokratisasi. Kami mengeluarkan sebuah undang-undang yang mengakhiri diskriminasi di Indonesia. Ekonomi kami yang pernah terpuruk telah muncul sebagai ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara dan yang kedua tercepat berkembang di antara negara-negara G-20 setelah Cina. Masyarakat madani yang sejahtera maju memang merupakan modal dasar sebuah demokrasi. Alhasil, Indonesia sering disebut-sebut sebagai salah satu kisah paling sukses transformasi pada abad ke-21 ini.

 

Kesukesan demokrasi kami telah membawa manfaat-manfaat strategis untuk kawasan dan di luar kawasan.

 

Alhamdulillah, segala sesuatunya kini tengah menunjukkan titik terang bagi kami.

 

Namun demikian, demokrasi kami masih terus dalam proses kemajuan. Dan, ketahanan kami sebagai sebuah negara juga  terus-menerus diuji. Menjaga perdamaian, ketertiban, dan harmoni memang tidak boleh dipandang sebelah mata.

 

Kini, kami masih menghadapi sejumlah masalah di lapangan. Aksi-aksi intoleransi masih terjadi. Konflik komunal adakalanya muncul. Sensitivitas agama adakalanya menyebabkan terjadinya pertikaian, yang membuat beberapa kelompok main hakim sendiri. Radikalisme juga masih mengancam. Hal ini, saya percaya, merupakan masalah yang tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga menjadi sebuah fenomena global.

 

Namun satu hal yang pasti, kami masih memiliki banyak pekerjaan untuk dilakukan. Kami akan terus menggulirkan transformasi Indonesia seraya mengatasi masalah-masalah ini.

 

Dan seraya Indonesia terus maju, kami tidak akan menolerir tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok mana pun atas nama agama. Kami tidak akan membiarkan tindakan-tindakan yang merusak tempat-tempat ibadah agama apa pun dengan alasan apa pun. Kami akan senantiasa melindungi kaum minoritas dan menjamin bahwa tidak ada seorang pun yang mendapat perlakuan diskriminatif. Kami akan pastikan bahwa mereka yang melanggar hak-hak orang lain akan berurusan dengan hukum.

 

Kami akan melakukan segala upaya untuk menjaga negara kami yang menjadi negeri di mana ratusan kelompok suku bangsa beserta para pemeluk agama Islam, Nasrani, Hindu, Budha, dan Konghucu serta kepercayaan-kepercayaan lain hidup dalam kebebasan dan persaudaraan.

 

Indonesia juga akan senantiasa menjadi negara yang memiliki tempat ibadah dalam jumlah yang sangat banyak. Saat ini, kita memiliki lebih dari 225.000 masjid. Kami juga memiliki lebih dari 13.000 pura, sekitar 2.000 wihara, dan lebih dari 1.300 klenteng. Dan, mungkin ini akan mengejutkan Saudara semua, kami memiliki lebih dari 61.000 gereja di Tanah Air, jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah gereja di Inggris atau Jerman. Dan banyak dari tempat-tempat ibadah ini seringkali dijumpai di jalan yang sama.

 

Dalam konteks hubungan dengan negara lain, Indonesia akan terus menjadi sebuah kekuatan untuk menciptakan perdamaian dan kemajuan.

 

Sebagai negara yang menjunjung tinggi perdamaian dunia, Indonesia akan terus mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke kawasan-kawasan yang dilanda konflik di seluruh dunia.

 

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, kami akan senantiasa berupaya untuk lebih menjembatani dunia Islam dan dunia Barat.

 

Sebagai negara yang memiliki sejarah toleransi yang panjang, Indonesia akan terus dengan lantang menyuarakan sikap yang moderat, yang kami yakini mampu menangkis ekstrimisme.

 

Sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, kami senantiasa menjadi contoh yang baik bahwa demokrasi, Islam, dan modernitas dapat seiring sejalan dalam simbiosis yang positif.

 

Sebagai negara yang didirikan berdasarkan kerukunan beragama, Indonesia akan berada di garda terdepan dalam kerja sama antara agama. Tahun depan, Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi Alliance of Civilizations di Bali. Kami dengan aktif menggalakkan persatuan agama-agama Ibrahim sehingga para keturunan Nabi Ibrahim pada akhirnya dapat hidup berdampingan dengan damai di abad ke-21 ini.

 

Hadirin sekalian,

 

Sebelum mengakhiri sambutan, izinkan saya menyampaikan pandangan saya yang terakhir.

 

Membangun masyarakat yang toleran erat kaitannya dengan kemampuan yang mumpuni dalam memimpin sebuah negara. Membangun masyarakat yang toleran membutuhkan perpaduan yang baik antara tindakan persuasif dan penegakan hukum. Ketika kekerasan terjadi, keadilan harus ditegakkan. Namun, berdasarkan pengalaman masa lampau kami di Indonesia, menegakkan hukum itu saja tidaklah cukup. Hati dan pikiran harus dikedepankan. Anggapan-anggapan lama harus ditinggalkan. Budaya toleransi dan pendekatan inklusif harus senantiasa digelorakan.

 

Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pemimpin seorang diri. Diperlukan upaya bersama di antara para pemimpin dalam tindakan-tindakan persuasif yang dilakukan dalam semua lini, serta kemampuan mereka memimpin negara dan menginspirasi yang lain untuk mengikutinya.

 

Lagipula, pemimpin-pemimpin hebat adalah mereka yang dengan berani berdiri di baris depan dan memberikan setitik harapan untuk masa depan.

 

Marilah kita bekerja sama untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

 

Amin. 

 

 

 

Sumber: http://presidenri.go.id, 30 Mei 2013

"Acceptance Speech by H.E. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden of the Republic of Indonesia, Upon Accepting The World Statesman Award Conferred by The Appeal of Conscience Foundation (ACF), New York, 29 May 2013" 

 

 

Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh

Asisten Deputi Bidang Dukungan Kebijakan

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan

Kementerian Sekretariat Negara Republik IndonesiaÂ