Oleh:
Bubi Iradiadi, Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif
"Together, we are not just economies — we are a living symphony.
Each with our own tone, texture, and tempo.
Let us move from competition to co-creation —
to build not only creative products, but shared dreams."
(Yovie Widianto – Keynote Speech, Manege Hall, Saint Petersburg, 8 October 2025)
Rabu, 8 Oktober 2025, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif Yovie Widianto menjadi pembicara kunci pada Konferensi Internasional Russian International Creative Seasons RICS for BRICS 2025 di Saint Petersburg, Rusia. RICS merupakan konferensi internasional yang bertujuan memperkuat hubungan pemangku kepentingan industri kreatif pada semua tingkatan, pertukaran ide dan pengalaman, maupun kolaborasi inisiasi.
Kehadirin Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif di konferensi yang berlangsung pada 8-9 Oktober 2025 ini, merupakan bagian dari tindak lanjut arahan Presiden Prabowo Subianto mengenai pentingnya menjadikan ekonomi kreatif sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru (new engine of economic growth). Forum ini adalah ajang pertemuan internasional terbesar di bidang ekonomi kreatif pada tahun 2025 ini, menghadirkan lebih dari 2.000 peserta, 300 pembicara (120 internasional), dan disiarkan secara daring kepada lebih dari satu juta penonton di seluruh dunia.
Konferensi ini bukan sekadar forum industri, tetapi juga platform geopolitik budaya yang mempertemukan BRICS, CIS, SCO, dan MENA dalam kerangka kerja sama ekonomi baru berbasis kreativitas, teknologi, dan identitas budaya. Bagi Indonesia, keterlibatan aktif dalam forum ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat posisi nasional sebagai Creative Powerhouse Asia dan membangun jembatan ekonomi lintas benua.
Konferensi ini diselenggarakan selama di dua lokasi utama yaitu Manege Hall dan New Holland Hall, simbol kebangkitan budaya dan ekonomi kreatif Rusia modern.
Total terdapat 52 agenda yang terbagi atas format berikut:
- 1 Grand Plenary Session
- 22 Panel Discussion
- 9 Round Table
- 6 Cross-Country Round Table
- 2 Best Practices
- 1 Showcase
- 1 Masterclass
- 1 Open Talk
- 3 Pitch Session
- 3 Destination Session
- 2 Industry Round Table
Sebanyak 33 negara terlibat secara langsung, dan sembilan perjanjian kerja sama internasional berhasil ditandatangani, termasuk antara Indonesia, Rusia, Ethiopia, dan Abkhazia dalam pengembangan industri kreatif.
Forum ini memperlihatkan bahwa negara-negara BRICS kini melihat ekonomi kreatif sebagai pendorong utama transformasi ekonomi pasca-pandemi, seiring perubahan paradigma global dari industri berbasis sumber daya alam menuju ekonomi berbasis ide, pengetahuan, dan teknologi budaya.
Partisipasi dan Diplomasi Indonesia
Kehadiran Indonesia mendapat perhatian luas karena membawa perspektif yang berbeda — menggabungkan policy leadership dengan artistic vision, serta menampilkan bagaimana kreativitas dapat menjadi fondasi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Indonesia tampil menonjol dengan dua representasi utama: Yovie Widianto, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif, sebagai Keynote Speaker dan Irene Umar, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, sebagai panelis.
Dalam pidato bertema “Harmony in Co-Creation: Indonesia’s Five Creative Harmonies”, Yovie Widianto menyampaikan lima agenda besar Indonesia bagi kolaborasi BRICS:
- International Synergy – Produksi bersama film, musik, gim, dan desain.
- Residencies of Co-Creation – Program residensi lintas negara di Indonesia.
- Creative Investment Partnerships – Pembentukan dana bersama untuk membiayai proyek kreatif lintas batas.
- Digital & Educational Infrastructure – Penguatan 5G, AI, dan literasi digital kreatif.
- Global Storytelling – Membangun narasi bersama BRICS sebagai suara budaya baru dunia.
Pidato ini mendapat tanggapan positif, terutama dari delegasi Tiongkok dan Afrika Selatan yang menilai Indonesia siap menjadi “cultural and creative bridge” antara Asia dan dunia Global South.
Selama dua hari konferensi, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif juga melakukan dialog informal dan pertemuan bilateral dengan beberapa tokoh penting, antara lain:
- Ekaterina Cherkes-Zade (Rusia) mengenai pembentukan Creative Industry Exchange Program;
- Andre Le Roux (Afrika Selatan) terkait potensi kerja sama musik dan festival BRICS;
- Yue Jianxiong (Tiongkok) dalam penjajakan co-production film digital.
Delegasi Indonesia juga menjadi narasumber dalam diskusi tertutup mengenai “Creative Migration and Talent Exchange”, di mana Rusia memperkenalkan kebijakan baru yang menarik imigran kreatif global. Diskusi ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan program pertukaran kreator BRICS–ASEAN, sekaligus memperkuat diplomasi talenta Indonesia.
Berikut adalah hasil pengamatan dan analisis strategis:
- Kreativitas diakui sebagai mesin ekonomi baru dunia.
Negara-negara BRICS menegaskan bahwa ekonomi kreatif kini menjadi penggerak utama diversifikasi ekonomi. Tiongkok mencatat ekspor barang kreatif terbesar di dunia; Brasil menghasilkan USD 43 miliar per tahun dari sektor kreatif; dan India mencatat pertumbuhan 20% ekspor konten digital. - Masih adanya “kegagapan statistik” dalam pengukuran ekonomi kreatif.
Banyak negara belum memiliki Creative Economy Satellite Account yang matang. Indonesia dapat mengambil peran kepemimpinan teknis dengan berbagi pengalaman model BPS–BEKRAF. - Peralihan paradigma dari kompetisi ke kolaborasi.
Forum ini menandai pergeseran besar: co-production over competition. Negara BRICS mulai membangun proyek bersama berbasis cultural complementarity, bukan rivalitas pasar. - Ekonomi kreatif sebagai alat diplomasi global.
Forum RICS menunjukkan bahwa soft power budaya kini menjadi dimensi strategis dalam hubungan antarnegara. Indonesia, dengan keberagaman budaya dan talenta mudanya, berpotensi besar memimpin diplomasi ini. - Pola pendanaan dan investasi baru.
Rusia dan Tiongkok memperkenalkan model Public-Private Creative Funds untuk mendorong pembiayaan sektor kreatif. Skema serupa dapat diadaptasi untuk memperkuat ekosistem investasi kreatif di Indonesia. - Peluang Indonesia di BRICS+.
Dengan status ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia dapat berperan sebagai hub produksi dan distribusi kreatif BRICS di wilayah ASEAN, sekaligus pusat pertukaran talenta dan teknologi kreatif.
Implikasi Bagi Indonesia
Bagi Indonesia, kehadiran dalam konferensi RICS ini memberi implikasi:
- Ekonomi Kreatif sebagai Mesin Pertumbuhan Baru.
Sektor ini telah berkontribusi ±7 persen terhadap PDB nasional. Dengan inovasi lintas sektor, potensi peningkatannya bisa menembus 10 persen dan menopang target pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen per tahun. - Integrasi Teknologi dan Literasi Digital.
Penguatan infrastruktur digital, AI, dan pendidikan kreatif perlu menjadi kebijakan nasional lintas kementerian. - Ekspansi Pasar dan Diplomasi BRICS.
Indonesia perlu aktif melakukan Creative Trade Missions dan membangun Creative Hubs di Rusia, Tiongkok, dan India untuk memperluas ekspor produk kreatif. - Kepemimpinan Internasional dan Regional.
Indonesia dapat memprakarsai pembentukan BRICS Creative Cooperation Platform, yang berfungsi sebagai pusat data, investasi, dan pertukaran teknologi kreatif. - Identitas Budaya sebagai Nilai Tambah Ekonomi.
Produk kreatif Indonesia perlu diposisikan melalui Cultural Code Branding — agar setiap karya membawa makna, bukan sekadar produk.
Ekonomi Kreatif Sebagai Panggung Kepemimpinan Baru Indonesia
Konferensi RICS for BRICS 2025 menjadi saksi kebangkitan diplomasi kreatif global. Melalui partisipasi aktif dan kepemimpinan inspiratif Indonesia, dunia kini menyaksikan bagaimana kreativitas dapat menjadi kekuatan lunak yang menghasilkan dampak ekonomi keras.
Indonesia tidak lagi hanya dikenal sebagai negara budaya yang kaya, tetapi sebagai arsitek masa depan ekonomi kreatif dunia — bangsa yang menjadikan harmoni dan kolaborasi sebagai dasar kemajuan.
Rekomendasi tindak lanjut dari konferensi RICS ini adalah:
- Penyusunan Strategi Nasional Ekonomi Kreatif 2026–2030, berbasis Five Harmonies Framework yang disampaikan pada konferensi.
- Pembentukan Indonesia Creative Fund for BRICS Cooperation, sebagai wadah investasi bersama lintas negara.
- Pendirian Creative Industry International Hub di Bali atau Yogyakarta, sebagai pusat residensi seniman, inkubator startup, dan riset kolaboratif.
- Koordinasi Lintas K/L (Kementerian Ekraf, Kemenlu, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Bappenas) untuk memperkuat diplomasi kreatif dan akses pasar global.
- Pembangunan Creative GDP Tracker untuk mengukur dampak nyata sektor kreatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan tindak lanjut yang konsisten, Ekonomi Kreatif Indonesia akan menjadi mesin penggerak baru dalam perjalanan menuju pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen per tahun, dan menegaskan posisi Indonesia sebagai Creative Nation of the Global South.