Desain Hilirisasi Indonesia dalam Lensa Developmental State

 
bagikan berita ke :

Senin, 29 April 2024
Di baca 215 kali

Foto Cover: BPMI Setpres


 

Konsep Developmental State telah menjadi fokus perdebatan dalam literatur ekonomi, terutama ketika merujuk pada negara-negara Asia Timur yang berhasil membangun kekuatan ekonomi mereka pasca-Perang Dunia II melalui strategi industrialisasi.  Jepang, dengan "Japanese Miracle" yang terkenal, menunjukkan tiga ciri kunci dari model Developmental State, yakni intervensi pemerintah yang kuat dalam sektor ekonomi, kebijakan industri yang terfokus, dan adanya agen pembangunan dalam birokrasi negara (Chalmers, 1982). Sejarah keberhasilan ekonomi Jepang memberikan pembelajaran dan success story yang penting bagi negara-negara lain yang ingin mengadopsi model serupa. Tiongkok, dengan reformasi ekonomi di bawah Deng Xiaoping, menandai peralihan yang signifikan dari ekonomi terencana menjadi ekonomi pasar sosialis yang lebih berorientasi pasar (Daniel, 2015). Melalui kombinasi inisiatif pemerintah dan reformasi pasar, Tiongkok berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang pesat.

 

Korea Selatan menunjukkan transformasi yang mengesankan melalui kebijakan ekonomi yang kuat, terutama dalam mendorong pertumbuhan sektor manufaktur dan ekspor. Dengan fokus pada diversifikasi industri dan pengembangan teknologi, Korea Selatan berhasil mencapai prestasi ekonomi yang luar biasa. Ketiga negara ini mengakui pentingnya penelitian dan pengembangan Research and Development (R&D) serta inovasi dalam memperkuat sektor-sektor ekonomi. Pemerintah negara-negara developmental state tersebut mendorong investasi dalam R&D, membangun lembaga penelitian, dan mendorong kerja sama antara sektor publik dan swasta dalam hal inovasi teknologi.

 

Indonesia yang saat ini sedang melakukan peningkatan industrialisasi melalui kebijakan hilirisasi ekonomi dapat melakukan penyempurnaan dengan memperhatikan pembelajaran dari negara-negara Developmental State yang sebelumnya sudah berhasil melakukan industrialisasi. Selain itu, Indonesia sebagai negara dengan cadangan sumber daya alam yang besar, seperti nikel, dapat menjadi langkah yang strategis untuk menaikkan nilai tambah.

 

Saat ini, permintaan nikel Indonesia secara dominan diarahkan ke produksi baja, menyumbang sekitar 70%. Namun, seiring dengan pergerakan global menuju dekarbonisasi transportasi, baterai yang menjadi komponen pentingnya diprediksi akan menjadi sektor dengan pertumbuhan terbesar. Proyeksi menunjukkan bahwa permintaan nikel untuk pembuatan baterai kendaraan listrik dapat meningkat dari hanya 6% pada tahun 2020 menjadi sekitar sepertiga dari total permintaan nikel pada tahun 2030 (Fraser, J et al, 2021). Menyadari potensi ekonomi yang ditawarkan oleh perubahan ini, Indonesia semakin bisa untuk menarik investasi dalam upaya meningkatkan kapasitas produksi di sepanjang rantai pasokan Kendaraan Listrik (EV). Selain itu, Indonesia memiliki keuntungan komparatif dalam komoditas nikel, yang menguatkan posisinya untuk memanfaatkan kedua aspek ini sebagai momentum dalam mendorong hilirisasi komoditas nikel.

 


Ilustrasi: Nikel sebagai komponen baterai mobil listrik/Sumber: Kementerian Investasi/BKPM

 

Pentingnya mendorong hilirisasi sebagai penggerak utama perekonomian memang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Namun, untuk menghindari deindustrialisasi dan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam peta ekonomi global, langkah-langkah strategis perlu diambil. Pembelajaran dari negara-negara Developmental State, seperti Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan, dapat memberikan pandangan yang berharga dalam hal ini. Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu mengidentifikasi kebijakan yang diterapkan oleh Developmental State seperti intervensi pemerintah yang lebih banyak dalam pengembangan R&D dan mendorong kerja sama antara sektor publik dan swasta dalam hal inovasi teknologi yang dilakukan oleh pemerintah Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok untuk menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat dukungan terhadap hilirisasi sumber daya alam lainnya dengan kebijakan yang progresif, termasuk insentif fiskal dan kebijakan pengembangan infrastruktur.

 

Melalui pemahaman yang mendalam tentang pengalaman masa lalu dan pembelajaran dari negara-negara Developmental State, Indonesia dapat merumuskan strategi yang komprehensif untuk memperkuat dan mendorong hilirisasi ekonomi. Hal ini tidak hanya akan membantu menghindari middle-income trap, tetapi juga akan memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang berkelanjutan di tingkat global.

 

Daftar Pustaka

Chalmers Johnson (1982) MITI and the Japanese Miracle: The Growth of Industrial Policy, 1925-1975 in order to account for the rapid economic transformation of Japan after the Second World War.

Mollaer, Ö. (2016). Developmental State: A Theoretical and Methodological Critique. Bulletin of Economic Theory and Analysis, 1(1), 1-12.

Fraser, J., Anderson, J., Lazuen, J., Lu, Y., Heathman, O., Brewster, N., Bedder, J., & Masson, O. (2021). Study on future demand and supply security of nickel for electric vehicle batteries. Publications Office of the European Union, Luxembourg. ISBN 978-92-76-29139-8.


 

Penulis            : Amalia Fitri Ardiani
Pekerjaan        : Analis Kerja Sama Bilateral dan Regional
Instansi           : Kementerian Investasi/BKPM

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
35           5           2           2           3