Gapai Penguatan Ketahanan Keluarga dengan Perjanjian Pernikahan

 
bagikan berita ke :

Selasa, 29 Maret 2022
Di baca 1186 kali

Biro Sumber Daya Manusia (SDM), Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menyelenggarakan sharing session dengan tema “Perjanjian Pernikahan sebagai Penguatan Ketahanan Keluarga” secara virtual pada Senin (28/3). Menghadirkan narasumber Notaris Pemrakarsa Perjanjian Pernikahan untuk Ketahanan Keluarga, Rosita Y. Suwardi Wibawa memberikan pemahaman mengenai perjanjian pernikahan yang bertujuan menjaga dan meningkatkan keharmonisan keluarga.

Perjanjian pernikahan merupakan suatu perjanjian yang dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dan perjanjian perkawinan wajib disahkan pegawai pencatat perkawinan. Agussalim sebagai Kepala Biro SDM menyampaikan bahwa perjanjian pernikahan ini menjadi salah satu hal yang dibutuhkan para ASN Kemensetneg untuk mencapai kesejahteraan keluarga.

"Dengan adanya perjanjian pernikahan ini juga bisa menjadi antisipasi dan solusi bagi Pegawai Kemensetneg untuk terhindar dari masalah pertentangan hingga perceraian dalam hubungan suami/istri,” ujar Agussalim.

Menurut Putusan Mahkamah Konsitusi (PMK) Nomor 69 Tahun 2015, perjanjian pernikahan itu sepenuhnya dibuat sebelum atau sesudah adanya pernikahan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak di mana pasangan dapat mengadakan perjanjian tertulis yang kemudian disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan/notaris yang isinya berlaku juga kepada pihak ketiga yang masih bersangkutan.

Rosita menjelaskan bahwa pentingnya perjanjian pernikahan guna mempermudah komunikasi antara suami/istri. “Satu kekuatan di dalam perjanjian perkawinan selaku warga negara bisa memanfaatkan perjanjian perkawinan untuk membuat hubungan bersama pasangan lebih kuat, komitmen yang dijanjikan ditulis dalam akta pernikahan masing-masing,” kata Rosita.

Setiap keluarga tentunya memiliki ujian dalam kehidupan berumah tangga, namun hal tersebut dapat diatasi dengan adanya kapasitas untuk mengubah ujian tersebut menjadi kekuatan keluarga. Dengan membuat perjanjian pernikahan, itu menjadi penguatan support system menuju kesejahteraan keluarga. Dengan adanya support system maka akan memberikan dorongan pilihan dan perilaku yang positif, membantu menghadapi stress, serta meningkatan motivasi antar suami/istri tersebut.



“Implemetasi Pacta Sunt Servanda dalam hukum keluarga dapat dijadikan solusi bagi pemberlakukan perjanjian perkawinan sebagai Undang-undang bagi keluarga yang bersangkutan,” ucap Rosita.

Turut berbagi pengalaman, seorang pengusaha agrobisnis, Santi Mia Sipan. Ia menyampaikan bahwa kehidupan suami/istri dalam berumah tangga harus saling support menemukan solusi ketika ada permasalahan. Santi berpesan, sebesar apapun persoalan, berusaha bertahan dengan cara berdiskusi dengan pasangan untuk mencari jalan keluar sehingga tidak terjadi perceraian.

Sebuah perceraian dalam kehidupan rumah tangga bukanlah sebuah solusi yang selalu tepat. “Pernikahan antara suami/istri memiliki janji untuk saling mendukung, saling support, saling menghargai, tetapi diluar hal tersebut paling utama adalah kejujuran antar pasangan,” kata Santi.

Beberapa tips menjaga keharmonisan rumah tangga juga diberikan Santi, antara lain tetap menjalin komunikasi yang baik, keterbukaan, dan kejujuran.
Pada akhirnya, perjanjian pernikahan ini menjadi suatu solusi untuk pasangan suami/istri dan bukan  merupakan suatu kewajiban melainkan dapat digunakan sebagai salah satu  solusi dengan menjaga komitmen yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu, dengan adanya perjanjian pernikahan ini dapat menjadi kekuatan dalam menjalin hubungan rumah tangga. (SEL/IAA/DEW-Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           1           0