Pembekalan Presiden RI kepada Calon Perwira Remaja Akmil dan Akpol, Magelang, 11 Juli 2012
PEMBEKALAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPADA CALON PERWIRA REMAJA
AKADEMI MILITER DAN AKADEMI KEPOLISIAN
DI GEDUNG JENDRAL NASUTION, AKADEMI MILITER, MAGELANG
PADA TANGGAL 11 JULI 2012
Â
Â
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Â
Salam sejahtera untuk kita semua,
Â
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Panglima TNI, Kapolri, Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, dan Kepala Staf Angkatan Udara, Saudara Gubernur Jawa Tengah, Para Pimpinan Lembaga Pendidikan, khususnya di Jajaran Akademi TNI dan Polri,
Â
Para Taruna Calon Perwira Remaja, baik dari TNI dan Polri yang saya cintai dan saya banggakan,
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, insya
Allah besok Kalian akan saya lantik menjadi perwira remaja di Jajaran TNI dan
Polri. Saya tahu, bahwa Kalian telah dididik, dilatih, dan dipersiapkan dengan
baik dalam kurun waktu sekitar empat tahun. Dan sesungguhnya Kalian telah siap
untuk mengemban tugas bangsa dan negara, setelah Kalian resmi menjadi perwira
TNI dan Polri. Besok, pada acara Prasetya Perwira, saya akan memberikan amanat
untuk dijalankan oleh para perwira remaja baru dan sekaligus juga oleh jajaran
TNI dan Polri, utamanya yang mengemban tugas di lembaga pendidikan. Oleh karena
itu, malam hari ini saya ingin menyampaikan pembekalan khusus, arahan khusus,
dan nasihat khusus saya, baik selaku Presiden Republik Indonesia yang menurut
Undang-Undang Dasar 1945 sekaligus menjadi Panglima Tertinggi TNI, tapi juga
sebagai senior Kalian yang hampir selama 30 tahun dulu saya juga mengabdi di
jajaran Tentara Nasional Indonesia.
Para Taruna dan Taruni, Calon Perwira TNI dan Polri yang saya cintai,
Â
Apa yang akan saya sampaikan pada malam hari ini, secara substansial, sebenarnya sama dengan apa yang saya sampaikan kepada kakak-kakak kalian, yang juga satu hari setelah itu dilantik menjadi perwira remaja TNI dan Polri. Meskipun substansinya sama, tentu ada tambahan-tambahan nasihat dan arahan saya, sesuai dengan perkembangan situasi dari tahun ke tahun serta, sesuai pula dengan evaluasi yang kita lakukan setiap tahunnya. Dengan harapan, sejak besok sepanjang perjalanan karier di jajaran TNI dan Polri sampai mengakhiri masa bakti Kalian, Kalian sukses. Jadi nasihat saya, pembekalan saya, pengarahan saya, memiliki satu tujuan besar, kita ingin Kalian semua berhasil, sukses menjadi pimpinan-pimpinan TNI dan Polri di masa depan.
Dengan pengantar itu, saya ingin langsung saja menyampaikan pembekalan dan
nasihat saya, yang selalu saya sampaikan dalam 10 hal penting, yang harus Kalian
camkan, Kalian pedomani, dan yang lebih penting Kalian laksanakan. Saya kira
tidak perlu dicatat, nanti akan dibagikan transkrip, karena yang saya sampaikan
direkam, ada rekamannya, dan secara tertulis akan dibekalkan kepada Kalian
semua. Oleh karena itu, dengarkan baik-baik, apa yang saya sampaikan ini,
karena insya Allah kalau Kalian benar-benar menjalankannya nanti, dengan
izin Tuhan, Kalian akan berhasil dalam karier dan pengabdian.
Â
Sepuluh hal penting itu saya mulai dari yang pertama:
Â
Yang nomor satu adalah jaga idealisme. Ingat, Kalian pasti punya alasan, mengapa memilih profesi militer dan kepolisian. Kalian tentu tidak begitu saja, mengambil resiko untuk memasuki Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut, Akademi Angkatan Udara, dan Akademi Kepolisian, yang alhamdulillah telah Kalian tuntaskan hingga hari ini. Saya berharap cita-cita besar idealisme Kalian di dalam memilih profesi dan pengabdian di dunia militer dan kepolisian itu dipegang teguh sampai akhir masa bakti Kalian kelak. Jangan luntur, jangan menyimpang. Ingatlah, kalau ada persoalan, ada ujian, ada cobaan, maka sekali lagi ingatlah apa cita-cita kalian ketika memasuki Akademi TNI dan Polri ini. Idealisme harus terus hidup, tidak boleh padam. Kalau idealisme Kalian padam, Kalian tidak akan bisa bergerak maju dan sukses. Akan banyak tantangan dan godaan.Tapi sekali lagi, pegang teguh dan jaga idealisme. Itu yang pertama.
Yang kedua, dalam setiap tugas, tugas apa pun, apakah Kalian sebagai letnan
atau ipda- betul di jajaran kepolisian?, kapten, mayor, dan seterusnya sampai Jenderal,
laksamana, marsekal, dan jenderal polisi, bintang satu, bintang dua, bintang
tiga, bintang empat, berbuatlah yang terbaik. Dalam setiap tugas,
berbuatlah yang terbaik. Do the best. Mengapa? Agar sukses. Jangan
asal-asalan. Jangan sekedar tugas selesai. Do the best. Capai yang terbaik,
capai prestasi sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebagai perwira profesional,
kuasai masalah teknis, kuasai apa yang dilakukan oleh seorang perwira di
lapangan, di pangkalan atau di home base, maupun di daerah operasi,
daerah pertempuran.
Kalian juga mesti memiliki kepedulian yang tinggi. Jangan apatis dalam setiap melaksanakan tugas. Saya juga berharap seorang
perwira profesional juga memiliki perhatian pada masalah-masalah teknis,
masalah-masalah yang kecil, attention to detail. Itu ciri dari profesi
militer dan kepolisian. Dalam setiap tugas, tugas apa pun, pertempuran,
latihan, pendidikan, apa pun, selalu melaksanakan check and recheck.
Jangan menganggap semuanya akan baik-baik saja. Check and recheck. Kalau
Kalian diberikan tanggung jawab untuk merawat alutsista, baik di Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian, rawatlah sebaik-baiknya
dengan penuh tanggung jawab agar tidak ada masalah apa pun, tidak ada
kecelakaan apa pun, karena semua dirawat dengan baik, dengan penuh tanggung
jawab. Jika Kalian memimpin latihan, Kalian melatih karena letnan, kapten,
mayor, sampai letnan kolonel itu hampir setiap hari akan melaksanakan latihan
atau memimpin latihan. Ada semboyan, "Berlatih hari ini, bertempur hari esok,
menang hari lusa." Oleh karena itu, sebagai perwira yang ingin do the best,
dalam mempersiapkan latihan, dalam melaksanakan latihan, laksanakanlah dengan
baik. Kalau dalam latihan itu diutamakan keselamatan, safety,
laksanakan betul itu.
Â
Contoh, bagi Angkatan Darat, kalau dalam latihan turun tebing, retying, mountaineering, menurut protap, setelah tali itu digunakan oleh 30 orang, pelatih harus menguji kembali kekuatan tali itu. Dengan teknik tertentu, lakukan itu. Sebab kalau pelatih tidak melakukan, ada kecelakaan yang turun nomor 40, pelatih salah, dan itu bisa diadili dalam pengadilan militer karena kelalaiannya. Kalau Kalian melatih kompi batalion, lembaga pendidikan, cuaca sangat panas, suhu sangat tinggi, kelembaban udara juga tinggi, menurut teori itu merah, jangan dipaksakan latihan. Kalau kuning, harus diatur sedemikian rupa setelah sekian jam, harus ada akses air, lakukan itu. Kalau tidak Kalian lakukan, ada kecelakaan, ada yang meninggal karena dehidrasi, dan pelatih tidak melakukan sesuatu yang seharusnya, pelatih juga dinyatakan salah dan siap untuk diadili dalam pengadilan militer.
Tetapi manakala sudah kalian laksanakan semua tidakan-tindakan itu, ada
kecelakaan, kesalahan si entah siswa, entah taruna, entah prajurit, berarti
bukan kesalahan pelatih. Banyak latihan-latihan yang mengandung risiko yang
tinggi: penerjunan atau airborne operations, di lautan, banyak sekali
yang memerlukan profesionalitas, tanggung jawab, dan keinginan dan kesadaran
untuk melaksanakan check and recheck yang dilaksanakan oleh para
pelatih. Saya harus menggarisbawahi hal-hal begini karena saya amati, banyak di
antara perwira, bintara, tamtama, yang kurang memberikan perhatian pada
masalah-masalah yang teknis, masalah-masalah detail.
Saya sekarang Presiden Republik Indonesia. Saya punya perangkat, saya punya
staf, ada menteri banyak sekali. Tetapi kalau saya menjadi tuan rumah, sebagai
contoh tahun lalu, menjadi tuan rumah ASEAN Summit dan East Asia Summit, yang
dihadiri oleh 18 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, yang saya tahu, belum
tentu 20 tahun sekali kita menjadi tuan rumah, yang saya tahu, apa yang dia
alami di Bali, Indonesia akan diingat selamanya. Kalau baik, memori mereka
baik. Kalau jelek, memori mereka jelek. Maka, saya pastikan, saya sendiri
mengecek langsung, langsung secara fisik, di mana nanti tamunya datang,
kursinya di mana, sound system di mana, dan seterusnya, termasuk security
and safety.
Â
Apa artinya? Kita sudah bekerja siang dan malam, biaya sudah keluar. Bayangkan
kalau gagal, yang diingat oleh mereka semua, "Indonesia tidak beres, Indonesia
tidak pandai melaksanakan international event, buktinya berantakan."
Sebaliknya, kalau event itu bagus, akan diingat selamanya, "Lihat itu
Indonesia. Contoh negara yang tertib, yang bagus." Saya mengatakan, itu pun
pada tingkatan saya, saya lakukan. Kalau saya menyampaikan pidato di mana pun,
di dalam negeri, di luar negeri, di Perserikatan Bangsa Bangsa, selalu saya cek
one by one, sentence by sentence, word by word. Tidak boleh ada satu
kata pun yang salah. Tidak boleh ada angka yang keliru, karena itu dampaknya
akan besar. Itu pun saya lakukan. Oleh karena itu, pada tingkat Kalian,
terutama pada level perwira pertama, wajib hukumnya untuk melakukan check
and re-check dan peduli pada masalah-masalah yang teknis seperti ini. Itu yang
nomor dua.
Yang nomor tiga adalah bangunlah kemampuan Kalian, kemampuan Kalian. Knowledge
is power. Panglima TNI menjelaskan, kita hidup di abad globalisasi, abad
teknologi, sekaligus revolusi informasi. Oleh karena itu, perwira harus
berpengetahuan luas. Asahlah pengetahuan dan wawasan kalian sejak sekarang.
Jangan menunggu, "Ah, nanti saja kalau saya sudah jadi kapten." Jadi kapten pun lewat. "Nanti kalau saya jadi kolonel." Kolonel apalagi.
Sejak sekarang, teruslah diasah pengetahuan dan wawasan Kalian. Sekarang ini di
banyak negara, di militer yang modern, modern army, modern navy, modern air
force, modern police corps, itu ada istilah soldier scholar. Artinya dia soldier, prajurit, tapi juga punya pengetahuan, apakah
dia bergelar atau tidak. Nah, sistem kita telah memungkinkan kalian jadi
perwira, dan kalian juga mendapatkan gelar ilmu kemiliteran. Kuasai IT
atau ICT (Information and
Communication Technology; Information Technology). Kuasai betul.
Kalau perwira tidak menguasai, akan tertinggal. Ini universal, ini global. Sistem
persenjataan akan berkembang terus. Kalau kalian tidak menguasai sekali lagi
IT, kalian tidak akan bisa menggunakan alat-alat militer, persenjataan militer,
dan kepolisian yang canggih, dan makin canggih itu.
Tetapi pesan saya, di tengah demam IT, jangan Kalian menjadi generasi video
games. Banyak keluhan di luar negeri sekarang, di negara-negara maju,
khawatir kalau perwiranya menjadi generasi video games. Asyik sendiri,
lupa untuk berinteraksi secara sosial, lupa kepada atasan, lupa kepada kawan-kawan,
bahkan lupa kepada anak buah, pada bawahan, yang seharusnya waktu Kalian harus
lebih banyak beserta bawahan dan keluarganya. Akan egois, merasa dunianya di
dunia video games. Dalam arti yang luas, militer harus siap turun naik
gunung siang dan malam. Itulah lingkungan Kalian,
medan Kalian, pertempuran juga di situ.Teknologi penting, saya tahu, informasi
penting. Tetapi, akhirnya yang memenangkan pertempuran adalah mentalitas dan
kemampuan kalian mengarungi medan-medan yang berat dalam melaksanakan
tugas-tugas pertempuran itu. Camkan betul-betul. Saya tidak suka kalau ada
pertemuan satu jam misalnya, ada yang bicara, yang mendengarkan asyik main handphone
sendiri. Tidak bagus. Ada kalanya kalian menggunakan itu, ada kalanya bersama-sama
dalam pelatihan, dalam pendidikan, dalam briefing komandan, dan
sebagainya. Itu yang ketiga, bangun kemampuan kalian.
Yang keempat, setelah punya kemampuan one by one semua, maka bangunlah
keunggulan dan daya saing masing-masing. Memang, kompetisi persaingan di antara
Kalian itu adalah cara untuk menuju ke prestasi dan kemajuan. Itu terjadi di
mana pun. Tetapi, kompetisi yang harus Kalian lakukan adalah kompetisi yang
sehat, bukan sekedar mengalahkan seseorang, menjatuhkan seseorang. Bahkan dalam
dunia militer, sering disebut berkompetisilah dengan standar. Misalnya, saya
ingin memiliki kesemaptaan yang baik. Saya tidak mau kalah dengan kawan saya
itu. Apalagi, kawan saya itu agak sombong, merasa fisiknya paling hebat. Saya
ingin tidak kalah sama yang bersangkutan. Caranya? Kalau pull up,
minimal enam kali. Kalau sit up, minimal 42
kali. Kalau push up, juga 42 kali. Kalau lari 12 menit, harus 2.400 atau
2.500. Dikejarlah itu. Bukan sekedar, "Ah, dia cuma empat kali kuatnya. Saya
lima kali." Sama-sama jelek. "Ah, dia kan
cuma tiga putaran nggak kuat. Saya
cukup tiga putaran lebih sedikit." Sama-sama nggak lulus. Berkompetisilah dengan standar. Dalam membangun daya
saing, dalam membangun keunggulan, dalam berkompetisi, jangan menjegal, jangan
main fitnah, jangan mengadukan kawannya kepada atasan.
Saya punya prinsip. Saya pernah menjadi komandan brigade. Ada perwira secara
tidak langsung datang ke saya, kebablasan ngomong menjelekkan yang lain. Saya
katakan, "Kamu, keluar ruangan! Kamu yang jelek!" Pantang menjelek-jelekkan
kawan, pantang memfitnah orang lain agar dirinya menjadi kelihatan lebih bagus.
Cegah itu. Kompetisi itu, para Taruna Calon Perwira, seperti kompetisi dalam
pertandingan atau lomba olahraga. Kalau mau menang sepak bola, berlatihlah. Bikin
taktiknya, tekniknya, post dowel, stamina, berlatih siang dan malam,
berbagai medan, berbagai cuaca, jam terbangnya tinggi, insya Allah akan
banyak menang. Bukan, "Biar menang, saya ganjal, biar pincang kakinya, keluar
lapangan," dan seterusnya. Bukan itu. Kompetisi di militer juga tidak boleh
seperti itu.
Mau lomba marathon, sepuluh kilo, ten
K itu sering kita lakukan. Bahkan, ada satuan yang dua minggu sekali atau
seminggu sekali latihan, lari 10 kilo, itu bagus. Kalau memang kalian ingin
bagus, ya berlatih sehingga kuat 10 kilo dengan waktu kurang dari 1 jam. Itu
yang diharapkan, bukan tengok kiri-tengok kanan, nyegat ojek, muter, tiba-tiba sudah di depan, bukan seperti itu,
karena kalau ketahuan akan dicap selamanya dan tidak pernah Kalian dipercaya
oleh siapa pun, karena kalau sekali saja melakukan hal yang curang seperti itu,
hanya ingin menjadi juara, tapi dengan cara-cara yang tidak benar. Bangun
keunggulan dan daya saing, sekali lagi, dengan cara-cara yang benar. Itu yang keempat.
Yang kelima, jaga dan tegakkan etika profesionalisme, professional ethics.
Setiap kaum profesional itu memiliki etika, memiliki kode etik, apakah dia
perwira militer, apakah dia dokter, apakah dia lawyer, apakah dia
perwira kepolisian, punya kode etik. Oleh karena itu, kalian sudah tahu kode
etik perwira, jangan hanya dihafalin, jangan hanya dibaca, camkan dan jalankan
sepanjang karier Kalian. Bagi perwira militer, kehormatan adalah di atas
segala-galanya. Di luar negeri, pernah kita dengar semboyan, "Duty, honour,
country," "Tugas, kehormatan, negara," itu juga berlaku di Indonesia. Kita
juga menganut falsafah atau semboyan seperti itu, tugas, kehormatan, dan
negara, jadikan satu. Dengan demikian, kapan pun Kalian mengemban tugas,
sebesar apa pun bahaya dan risikonya, kalau ingat duty, honour, country,
insya Allah Kalian akan dapat dan Kalian akan bisa mengemban tugas dengan
baik. Pantang gagal dalam tugas, jangan menyerah. Harus betul-betul memiliki
sikap untuk mengatasi segala rintangan. Jadilah perwira yang dedicative.
Kalian sering mendengar contoh kakak-kakak Kalian di medan tugas selama ini
ataupun juga kisah-kisah di negara-negara lain, heroisme dalam pertempuran,
maka dikenal dengan beyond the call of the duty, melampaui panggilan
tugasnya. Kalau Kalian punya darah dan punya jiwa, punya semangat, punya spirit,
saya akan bisa lakukan itu. Saya tahu berbahaya, resikonya tinggi, tidak mudah,
tapi terus berikhtiar. Akhirnya berhasil menyelamatkan satuannya, menyelamatkan
teman-temannya. Itu yang disebut dengan beyond the call of the duty, dan
negara akan memberikan penghargaan sambil memberikan hormat kepada prajurit dan
perwira seperti itu.
Masih berkaitan dengan etika profesionalisme, Kalian harus punya jiwa korsa
yang tinggi, kohesi yang kuat, soliditas di antara kalian. Bukan hanya di
masing-masing angkatan, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara,
Kepolisian, soliditas intra dan soliditas di antara kalian semua. Kalian harus
punya etiket, punya manner, punya budi pekerti yang baik, ini sangat
menentukan. Jangan mentang-mentang merasa pintar, lantas menyepelekan
atasannya, tidak menganggap kawan-kawannya, itu awal dari kegagalan.
Bagaimanapun atasan, komandan, ya komandan dan atasan, lebih banyak
pengalamannya, lebih bijak biasanya. Kalian harus belajar, kalau Kalian punya
pengetahuan lebih, sumbangkan untuk menyukseskan satuan yang dipimpin oleh
atasan-atasan kalian itu.
Dalam sistem penilaian di jajaran militer, ini juga berlaku secara universal,
ada yang disebut dengan peer reports. Begini, misalkan ada 50 letkol,
pimpinan akan mengisi jabatan 5 dari 20 itu menjadi kolonel, maka diceklah
riwayat jabatannya, riwayat kepangkatannya, pendidikannya, dan sebagainya.
Kadang-kadang dalam situasi tertentu, komandan ingin tahu, di antara 20 letnan
kolonel itu, mereka sendiri siapa yang diunggulkan. Itulah yang dilaksanakan
dengan peer reports. Bisa jadi, orang yang lulusnya di pendidikan bagus,
cerdas, menonjol, tapi dalam peer reports yang paling bawah. Mengapa?
Tidak ada satu pun temannya yang suka, sombong, mentang-mentang, atasan pun enggak dianggap, di situ bisa kena. Oleh
karena itu, ini juga bagian dari budi pekerti, perilaku, manner, yang
harus kalian jaga dengan baik sebagai seorang perwira profesional. Itu yang
kelima.
Yang keenam, Kalian harus bermental tangguh, ulet, jangan takut gagal, jangan
takut gagal, kalau kalian takut gagal, kalian takut salah, pasti berhenti, do
nothing. Mengatasi krisis ekonomi takut, ah biar sajalah, ada krisis ini,
diam saja. Kalau Kalian takut gagal dan takut salah, tidak akan terjadi
apa-apa. Kalau Kalian berbuat, meskipun ada salah-salahnya sekali-kali gagal,
kalian telah berbuat dan pasti ada manfaatnya. Yang penting, kalau Kalian
salah, memiliki kesalahan atau pernah gagal dalam tugas, segera bangkit
kembali, lakukan perbaikan, dan kemudian berbuatlah agar tugas-tugas yang
diemban berikutnya lagi, itu berhasil. Sepanjang karier Kalian, percayalah, mulai
besok saya lantik sampai pensiun nanti atau sampai alih profesi, alih karier,
tidak akan pernah sepi Kalian dari masalah, tantangan, ujian, dan cobaan,
hampir pasti, selalu ada. Saya pun punya, Pak Gubernur Jawa Tengah punya, para
Menteri punya, para Pimpinan TNI Polri punya, semua punya masalah, punya
tantangan, punya ujian. Tetapi kalau kita bermental tangguh selalu ada solusi,
di masa krisis pun, ada peluang. Itu yang keenam.
Yang ketujuh, percaya kepada diri sendiri. Jangan gantol, cari siapa yang kira-kira mau kalian gantoli,
supaya ditarik begitu, jangan. Jangan dikit-dikit minta sponsor. Ini SMS-nya
Ibu Negara, SMS ADC saya, penuh dengan permintaan sponsor, mulai dari ujian
Secaba, Secapa, Seskoad, minta pindah Koramil. Bayangkan Presiden suruh ngurusi
yang ingin lulus Secaba, Secapa. Tanya Ibu Negara itu, ndak pernah
berhenti, dalam hati saya, kenapa sih kok
mudah sekali minta sponsorship. Kalau mau berhasil ujian, entah Secapa,
entah Suslapa, entah Seskoad, syaratnya satu, belajar.
Saya punya pengalaman. Saya Mayor, bertugas di Timor-Timur. Saya terlambat 3
tahun dari teman-teman saya Seskoad, tapi tidak apa-apa, tidak kecil hati, setelah
itu dapat giliran untuk ujian. Ada teman saya mengatakan, "Ah
ngapain ujian? Ngapain belajar-belajar? Berapa sih
Sesko? Paling-paling 10 juta kita siapin."
Saya dengan istri waktu itu kami sebagai guru setelah lewat, apa namanya,
ulangi, setelah, betul, pada saat mau ujian itu lewat guru, kemudian Danyon itu
dengan istri dengan Ibu Negara dari mana uang 10 juta, tidak punya, dari mana. And I did
not believe, bahwa dengan uang segalanya akan ok. Maka kami berdua Bismillah, kita belajar. Belajar betul
saya, belajar. Tuhan ngasih
jalan, lulus. Mungkin yang punya 10 juta, mungkin lulus, mungkin juga tidak.
Karena kalau mau lulus ujian, ya belajar sebaik-baiknya. Kalau mau jabatan baik,
ah kok saya mudah-mudah mendapatkan
promosi di jabatan itu, ya caranya tunjukkan prestasi dan kemampuan, pastilah
diangkat kepada posisi itu.
Â
Saya punya anak, sekarang berpangkat Mayor. Waktu dulu memasuki
Akademi Militer, saya sudah Jenderal. Mestinya saya bisa memberikan sponsorship
atau minta Jenderal yang lebih senior memberikan sponsorship. Apa yang
saya lakukan? Saya latih selama satu tahun, kesamaptaan, cek kesehatan,
pengetahuan. Karena saya ingin kau lulus karena dirimu sendiri. Lulus. Saya
kadang-kadang sedih. Ada seorang yang gemuknya luar biasa, over weight, pull
up tidak kuat, lari harusnya 6 putaran, hanya 1,5 putaran. Orang tuanya
menelpon, waktu saya masih Bintang I, Bintang II, tolong diluluskan anak saya.
Saya bilang, tahun depan saja, latihlah yang baik. Saya juga melatih anak saya.
Pernah itu, dan ternyata masuk betul, tahun depannya lagi, kurus,
kesemaptaannya bagus, akan puas. Kalau dipaksakan gemuk begitu, ya ditolak di
Magelang, atau kalau bablas, celaka. Waktu peluncuran barangkali jatuh. Percaya kepada diri sendiri termasuk itu. Jangan punya falsafah, cari siapa yang bisa digantoli ini. Kalian naik
harus karena Kalian sendiri. Kalau Kalian sukses, Kalian mekar, mekar sendiri
dengan cara bertugas sebaik-baiknya. Mengikuti pendidikan, laksanakan dengan
sebaik-baiknya, pelatihan, laksanakan pula dengan sebaik-baiknya. Itu yang ketujuh.
Â
Yang kedelapan, jangan pilih-pilih tugas dan jabatan. Sering mendengar, begitu
jadi perwira, letnan, kapten, mayor, enggak
mau jadi guru, jadi guru militer, nggak mau, jadi dosen juga tidak mau. Ah, apa
itu? Itu di Pusat Infanteri di Bandung, cemara aja kering, apalagi guru militer, tidak mau. Ada yang maunya
ditempatkan di sekitar Jakarta, yang penting Monas kelihatan. Begitu mau
ditugaskan di luar Jawa, cari jalan untuk tidak, kasak-kusuk. Ada yang
berfalsafah, ah mari kita cari jabatan yang basah. Basah apa? Yang basah-basah
itulah yang bisa membikin orang jatuh. Bahkan untuk mendapatkan posisi yang
enak, tempat yang enak, mau nyogok. Cegah itu, hindari itu. Ingat, Kalian punya
keinginan, saya ingin menjadi ini, menjadi itu, bertugas di sini, bertugas di
situ, belum tentu, itu yang diberikan oleh atasan, oleh Angkatan Darat,
Angkatan Luat, Angkatan Udara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, belum
tentu. Tapi percayalah, rencana Tuhan itu selalu lebih indah dari rencana
manusia. Rencana manusia belum tentu sama dengan rencana Tuhan.
Â
Dan saya pernah mengatakan bukan karena jabatan, seseorang menjadi hebat, bukan. Jabatan bagus pun, kalau di situ tidur, asal-asalan, jabatannya bahkan lebih kecil, sekecil orang yang tidak menjalankan tugas dengan baik. Tapi jabatan apa pun, kalau Kalian di situ berbuat yang terbaik, berprestasi, kelihatan menonjol, mengemuka, besar jabatan itu. Jadi orangnya, bukan jabatannya. Masih sekitar jangan pilih-pilih tugas. Kalian tentu tidak menyangka kalau saya pernah bertugas di jabatan-jabatan yang paling tidak disukai oleh orang, tapi saya tidak bisa memilih, tidak bisa. Meskipun saya juga sama dengan yang lain, di Angkatan Darat pernah danton, danki, danyon, danbrig, seperti itu, tetapi saya pernah jadi Gubmil 2 tahun di Pusat Infanteri, dosen Seskoad 2 tahun, staf pribadi, pada enggak mau, pernah. Kemudian tugas di Dispenad, Dinas Penerangan. Sampai atasan, kamu salahnya apa kok pakai Dispenad. Ya tugas, Pak, kan enggak bisa milih. Sospol, mestinya kalau riwayatnya ops, ops, ops, mestinya kan, asops atau kasum, saya jadi askasospol. Ah, ngapain askasospol itu, tapi enggak bisa milih. Tapi ternyata ragam pengalaman yang saya miliki itu ternyata lebih menyempurnakan kepribadian, lebih menambahkan bekal lagi. Maksud saya, kalau Kalian nanti mendapatkan tugas yang, bukan jabatan komandan, jabatan yang begitu-begitu, laksanakan, jalankan dengan sebaik-baiknya. Karena itu semua akan menambah bekal kalian untuk mengemban tugas apa pun yang akan diberikan oleh negara, oleh TNI dan Polri. Itu nomor delapan.
Yang nomor sembilan, ini Ibu-ibu pasti senang ini, tahanlah terhadap godaan
harta, wanita, dan tahta. Harta, wanita, dan tahta. Jangan baru berdinas 3-4 tahun, ingin memiliki harta yang tidak pantas.
Kesejahteraan akan mengikut jenjang jabatan, penugasan, dan posisi Kalian.
Negara, alhamdulillah, karena ekonomi kita tumbuh baik, Anggaran Belanja
Negara meningkat, demikian juga anggaran pertahanan, maka tahun-tahun terakhir,
para prajurit kita, tamtama, bintara, dan perwira, mengalami kenaikan gaji yang
signifikan, ada remunerasi, ada uang lauk-pauk dan sebagainya. Akan ada
perhatian negara, mengikut itu. Jangan belum-belum sudah ingin mengumpulkan
harta sebanyak-banyaknya. Itu yang bisa nanti kalian jatuh.
Alutsista, kita tingkatkan 5 tahun terakhir ini cukup signifikan, belum pernah
terjadi. Mengapa? Karena memang kita punya kemampuan ekonomi,
sudah lama kita tidak memodernisasi dan mengembangkan alutsista kita.
Sekaranglah kita lakukan.
Insya
Allah, tahun-tahun
mendatang, negara akan memikirkan perumahan bagi TNI dan Polri. Dengan
demikian, tidak ada lagi masalah-masalah yang berkaitan dengan perumahan
prajurit yang sering menjadi masalah politik. Itu menunjukkan bahwa negara pun,
pemerintah pun, saya pun, pimpinan-pimpinan Kalian pun memikirkan kesejahteraan
bagi para prajuritnya. Wanita, tahta. Wanita, tetaplah dekat dengan keluarga. Itu
benteng yang paling utama. Kalau kalian berjarak sama keluarga, godaan akan
mudah datang. Kemudian waspada terhadap jebakan. Kadang-kadang kompetisi itu
tidak sehat, ada saja, politik, non politik, kawan bisa menjebak kawan,
mengorbankan kawan. Waspada. Ingat, jangan mau dan mudah dijebak. Kembali
urusan harta, tahta, dan wanita.
Yang kesepuluh atau yang terakhir, kalian harus senantiasa dekat dengan Yang
Maha Kuasa, tetap dan selalu dekat dengan Yang Maha Kuasa. Sebagai manusia,
umat hamba Allah SWT, umat hamba Tuhan, kita harus bertawakal, berserah diri.
Setelah kita berupaya, berikhtiar sekeras-kerasnya. Bukan berarti, ya sudahlah
tawakal saja, bukan itu. Kita bekerja, kita berikhtiar, kita berupaya, all
out, sekeras-kerasnya, setelah itu mari kita bertawakal, mari berserah diri
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sambil memohon pertolongan Allah. Percayalah pertolongan
Tuhan itu akan selalu datang, manakala kita, Kalian benar-benar merasakan
sesuatu yang amat berat, seolah-olah tidak mungkin diatasi, padahal Kalian
sudah menjalankan segalanya. Nah, dari situlah sebetulnya pertolongan Tuhan
amat dekat, kalau kita tawakal, kita berserah diri, dan kita memohon
kepada-Nya. Ini bisa terjadi di mana pun, di basis, di medan
pertempuran, di mana pun Kalian bertugas.
Para Taruna, Calon Perwira yang saya cintai,
Â
Saya pun sudah menjadi Presiden, tetapi selalu ada persoalan, ujian, cobaan, dan tantangan, tidak pernah berhenti. Boleh dikata siang dan malam. Tetapi saya tidak pernah putus harapan, patah semangat, menyerah, saya berikhtiar, berusaha, bekerja terus sambil sekali lagi, berserah diri dan memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sepuluh hal itulah yang ingin Kalian, bukan hanya pedomani dan camkan, tapi juga Kalian jalankan mulai esok hari, ke depan. Dan barangkali sepuluh hal penting ini, bukan hanya berlaku, ketika Kalian bertugas di jajaran TNI dan Polri, tapi juga relevan atau bisa diberlakukan kapan pun, pada profesi apa pun, karier apa pun, yang akan Kalian tempuh di masa depan. Dan dengan apa yang telah saya sampaikan tadi, nanti kalau sudah mulai berdinas, kemudian Kalian terima apa yang saya sampaikan ini dalam bentuk transkrip, sekali-kali baca, baca kembali. Karena saya sebagai kakak, sebagai senior, sebagai Presiden, sebagai Panglima tertinggi, ingin semua sukses, selamat, sesuai dengan cita-cita Kalian, sesuai dengan harapan orang tua Kalian, sesuai dengan doa para pelatih semua, yang ingin negara kita makin maju, yang ingin tentara dan polisinya makin berhasil dalam mengemban tugas-tugas negara.
Itulah, para Taruna Calon Perwira, yang dapat saya sampaikan. Dan saya diberi tahu, Kalian ingin mengajukan pertanyaan kepada saya.
Setelah ini, saya persilakan. Tolong dibantu oleh Pimpinan TNI maupun Polri,
siapa yang ingin mengajukan pertanyaan. Dan lebih baik saya berdiri di sini,
supaya bisa langsung melihat wajah-wajah Kalian. Silakan Panglima TNI.
Â
Laksamana Agus Suhartono, Panglima TNI (Moderator):
Terima kasih, Bapak Presiden. Untuk Taruna Calon Perwira Remaja diberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada Bapak Presiden. Satu dari Akademi
Militer, satu dari Akademi Angkatan Laut, satu dari Akademi Angkatan Udara,
selanjutnya nanti dari Kepolisian. Saya persilakan dari Akademi Militer.
Silakan.
Kadet Patria Amanzha:
Nama  Patria Amanzha, Sersan  Mayor Satu  Taruna,  Nomor  Akademik:
2008-267
Selamat  malam, Bapak Presiden. Kami selaku penerus generasi TNI-Polri mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden, karena sejak kepemimpinan Bapak, pengembangan alutsista bagi TNI dan Polri mengalami kemajuan yang signifikan. Yang kami tanyakan, bagaimanakah rencana pengembangan alutsista ke depan dan apakah ini saling berkesinambungan? Selesai.
Â
Presiden Republik Indonesia:
Terima kasih. Silakan duduk lagi.
Ya, ini saya kenal ayahnya, sahabat dekat saya, Jendral Ryamizard, tentara yang hebat. Mudah-mudahan Patria bisa mengikuti jejak ayah, ya menjadi pemimpin. Baik, saya juga masih ingat, ketika saya menjadi Komandan Brigade Infanteri 17 Lintas Udara, Kujang I Kostrad, ayah Patria ini kepala staf. Dan ingat saya, masih kecil dulu, umur berapa itu? Ini Ibu Ani saya kira masih ingat.
Pertanyaannya bagus, apakah kebijakan kita, policy kita untuk
mengembangkan alutsista ini akan terus berlanjut. Jawaban saya, ya, akan terus
berlanjut. Mengapa? Sudah cukup lama, kurang lebih 20 tahun terakhir, kita
tidak melakukan modernisasi dan pembangunan kekuatan yang seharusnya dilakukan.
Bukan kesalahan masa lalu, bukan kesalahan pemimpin-pemimpin yang dulu; karena
memang ekonomi kita belum mampu, kita mengalami krisis, kemudian kita lebih
mengutamakan untuk kesejahteraan rakyat kita. Nah sekarang, ekonomi kita makin
baik, kemampuan kita meningkat secara signifikan, kita juga bisa memberikan
alokasi anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan lain-lain yang juga besar.
Maka, sudah saatnya tentara kita dilakukan modernisasi dan pembangunan kekuatan.
Agar, pertama, bisa menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia yang amat
luas, dari Sabang sampai Merauke, yang luasnya 8 juta kilometer persegi daratan
dan lautan, yang setiap saat bisa terjadi konflik di wilayah kita. Oleh karena
itu, kita perlu memiliki tentara yang modern. Kita perlu memiliki the
minimum essential force yang bisa menjalankan tugas-tugas operasional di
masa damai dan di masa perang, bisa dikembangkan menjadi kekuatan yang lebih
besar lagi. Itu tujuan kita. Oleh karena itu, kita lakukan lima tahun terakhir
ini dengan anggaran yang tidak sedikit, anggaran yang kita kumpulkan dengan
membangun ekonomi kita. Oleh karena itu, saya meminta kepada pimpinan
TNI-Polri, para menteri terkait, agar apa yang kita rencanakan dengan upaya
yang tidak ringan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan anggaran itu
berjalan sesuai dengan waktu yang kita harapkan. Jangan ada hambatan di mana pun.
Saya dengar ada hambatan-hambatan di sana-sini. Ada hambatan di pemerintahan, ada
di DPR. Ajaklah semuanya. Apa kita mau tentara kita kurang modern, kurang kuat,
bahkan dibandingkan tetangga-tetangga kita, kita di bawah? Tidak boleh terjadi.
Indonesia negara terbesar di ASEAN. Tentara kita harus kuat
bukan untuk berperang melawan negara lain, menjaga tanah air kita, kedaulatan
kita, keutuhan wilayah kita. Dan harus kita lakukan.
Oleh karena itu, saya ingin sekali lagi yang sudah kita rencanakan mari kita
laksanakan untuk rakyat kita, untuk pertahanan negara kita, untuk kedaulatan
kita, dan tentunya sampai dengan 2014, kita punya planning, punya
rencana, punya program, dengan harapan pada titik yang jauh lebih meningkat
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dan kemudian presiden yang akan datang,
pemerintah yang akan datang tentu akan melanjutkannya lagi, meningkatkan
kemampuan itu menuju minimum essential force, dengan tentu tidak boleh mengenyampingkan
anggaran untuk kesejahteraan rakyat kita.
Jadi, jawabannya ya, anggaran akan terus dikeluarkan, tapi dalam batas
kemampuan negara, dan kemudian alutsista yang diadakan pun harus betul-betul
sesuai dengan tantangan jaman, modern. Yang bisa dibikin di dalam negeri, kita
bikin sendiri. Wajib hukumnya. Yang belum bisa, kerja sama dengan negara
sahabat. Dan akhirnya, industri pertahanan kita juga berkembang. Kita punya
tentara juga akan makin modern dan kuat. Dan akhirnya, tugas yang diberikan
oleh negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dapat kita jalankan dengan
baik. Begitu.
Laksamana Agus Suhartono, Panglima TNI
(Moderator):
Terima kasih, Bapak Presiden. Selanjutnya dari Akademi Angkatan Laut. Silakan.
Kadet Dian Haris Susilo:
Dian Haris Susilo, Sersan Mayor Satu, Kadet Laut, Nomor Akademi: 2008-385,
Calon Perwira Remaja Akademi Angkatan Laut. Izin bertanya.
Sebagai seorang purnawirawan TNI, tentunya Bapak Presiden sangat mengetahui beraneka ragam hambatan yang dihadapi oleh TNI dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dikaitkan antara pelaksanaan tugas dan tanggung jawab di lapangan dengan hak asasi manusia yang ada di masyarakat, bagaimana cara yang efektif dan efisien agar TNI dapat menarik simpati masyarakat dalam melaksanakan tugas tanpa melanggar hak asasi manusia, guna mengatasi permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia saat ini? Sekian pertanyaan dari kami. Terima kasih.
Presiden Republik Indonesia:
Terima kasih. Silakan duduk. Ini juga pertanyaan yang bagus. Dan ini juga
berlaku bagi TNI dan Polri, terlebih Polri yang lebih langsung berhadapan
dengan masyarakat luas. Begini, para Taruna, para Kadet, para Karbol, Calon Perwira
TNI dan Polri. Sebenarnya, dengan reformasi yang dijalankan oleh TNI dan Polri,
prajurit TNI dan Polri sekarang benar-benar memahami hak asasi manusia, dan
sungguh ingin menghormati hak-hak asasi manusia itu. Kalian telah diberikan
pelajaran, pendidikan, bahkan pelatihan bahwa di dalam melaksanakan tugas,
tugas apapun, seringkali bersentuhan dengan masyarakat luas, yang oleh karena
itu kalian di satu sisi harus bisa menjalankan tugas pokok militer atau
kepolisian, tapi di sisi lain tidak perlu harus melanggar hukum dan melanggar
hak asasi manusia.
Â
Memang, sekarang ini seperti mudah sekali menuduh TNI dan Polri melaksanakan pelanggaran HAM, pelanggaran HAM berat. Ingat, ketentuan internasional dan undang-undang kita sendiri, yang dinamakan pelanggaran HAM berat, bahasa Inggrisnya adalah gross violations of human rights, itu ada dua. Satu adalah genocide, genosida. Satu adalah crimes against humanity. Banyak di dunia ini contoh pelanggaran HAM berat. Satu rezim memusnahkan penduduk atau etnis, korbannya ribuan dibasmi, ditumpas dengan menggunakan kekuatan militer, persenjataan. Ya, itu yang disebut dengan pelanggaran HAM berat, apakah crimes against humanity atau genocide. Itulah yang bisa diadili sebagai penjahat perang. Jadi, jangan cepat-cepat mengatakan, "Ah, ini terlibat pelanggaran HAM berat." Ada syarat-syaratnya.
Tetapi, saya tahu, kadang-kadang, meskipun Kalian sudah sangat berhati-hati,
ada barangkali anak buah yang di dalam melaksanakan tugas, itu melebihi
kepatutannya, kadang-kadang, ada juga melanggar hukumnya. Itu yang tidak boleh
terjadi.Tetapi, itu bukan termasuk pelanggaran HAM berat, sebagaimana yang
mudah diisukan di mana-mana. Tetapi, itu tindakan yang harus dicegah, jangan
melawan hukum, jangan melanggar hak asasi manusia, ada semua aturannya.
Jalankan saja, tidak perlu khawatir.
Tetapi, saya ingin mengingatkan, misalnya ada kerusuhan dilaksanakan sekelompok
massa, Polri turun, memagari, mereka melempar dengan bom molotov, melempar
dengan batu, ada anggota Polri yang berdarah, kemudian Polri tetap
mendesak-mendesak-mendesak, ketika kelihatan di televisi sepertinya Polri
melaksanakan kekerasan, Polri menjalankan tugasnya. Kalau dibiarkan, akan habis
kota itu. Kalau dibiarkan, betapa banyak korban harta benda dan jiwa. Nah,
dalam konteks itu, Polri menjalankan tugasnya. Tidak perlu misalkan dalam
membubarkan massa kerusuhan itu, lantas mereka sudah mundur, masuk suatu
tempat, dikejar lagi oleh polisi, digebukin sampai masuk rumah sakit, itu yang
tidak perlu. Tetapi, ketika mengamankan, menjaga apakah instansi, apakah
kegiatan, tugas Polri, itu tidak termasuk melanggar HAM ataupun apalagi
pelanggaran HAM berat, asalkan tidak melebihi kepatutannya, yang saya berikan
contoh tadi.
TNI mengemban tugas keamanan di Papua. Sah, sah. Akhir-akhir ini, ada isu di
luar negeri, Indonesia tidak sepatutnya melaksanakan operasi keamanan di Papua,
dan tidak sepatutnya polisi menghalang-halangi mereka untuk menyampaikan
ekspresinya. Saya katakan, yang namanya mau merdeka, keluar dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia itu bukan freedom of speech, bukan hak
asasi. Itu ya separatisme, harus dihentikan, hukum ditegakkan. Saya mengatakan
kepada para pemimpin dunia, Indonesia memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga
kedaulatan kita, untuk menjaga keutuhan wilayah kita. Di Papua, kita tidak
melaksanakan operasi besar-besaran, tidak. Sejak tahun 2005, kita lebih
mengutamakan pendekatan kesejahteraan dan keadilan. Operasi militer untuk
melindungi masyarakat, menjaga keamanan. Jangan sampai ada gangguan-gangguan agar
pembangunan bisa berlangsung. Tidak pernah Indonesia, kemarin saya sampaikan
waktu saya melaksanakan jumpa pers dengan Kanselir Jerman Angela Merkel,
menjawab pertanyaan wartawan dari Jerman, Indonesia tidak pernah menggunakan
helikopternya, tanknya, pesawat tempurnya, artilerinya untuk menembaki
rakyatnya sendiri, tidak pernah. Kita meningkatkan kemampuan kita, alutsista
untuk menjaga kedaulatan kita. Siapa tahu ada negara lain yang ingin
melaksanakan agresi. Bukan untuk rakyat kita. Oleh karena itu, ketika mengemban
tugas, apakah di daerah operasi, apakah di daerah basis, rujuk saja ketentuan
hukum, rujuk saja tentang hak asasi manusia, jangan ragu-ragu, asalkan sekali
lagi jangan melebihi kepatutannya. Di situ peran Kalian, peran letnan, peran
kapten, peran mayor, peran letnan kolonel, memastikan bahwa Kalian profesional,
profesional dan proporsional, itu.
Saya berharap, pimpinan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara terus
melatihkan Kalian pendidikan, pelatihan, drill di lapangan tentang hak asasi
manusia. Misalnya, dalam pertempuran, tiba-tiba pesawat musuh tertembak. Kalau
pilotnya itu bail out, menyelamatkan diri, maka ketika dia menyelamatkan
diri, tidak boleh ditembak. Itu Konvensi Jenewa, asalkan setelah sampai di
daratan, kalau mau tidak ditembak, ya angkat tangan, menyerah. Itu hukum
perang. Itu Konvensi Jenewa. Tetapi, kalau dalam pertempuran, tiba-tiba musuh
menerjunkan satu batalion pasukan linud dengan payungnya maka, meskipun turun
dari atas pesawat, mereka bisa ditembak karena mereka datang bukan untuk
menyelamatkan diri, untuk menyerang. Payung itu sama dengan sarana angkut.
Kalian melewati tempat ibadah, entah gereja, entah masjid, entah pura, apapun,
kalian tidak boleh menembak. Ada orang ibadah di situ, jangan ditembak. Tetapi
kalau di gereja itu musuh menembaki kalian dengan senapan mesin, dengan SMS,
melempar mortir, melempar granat, maka sebetulnya hilanglah kekebalan rumah
ibadah itu. Itu hukum perang. Itu Konvensi Jenewa. Sebenarnya, sudah cukup
gamblang, cukup banyak apa yang harus diketahui oleh seorang prajurit, oleh
perwira dalam menjalankan tugas sehari-harinya. Oleh karena itu, pastikan, para
Jenderal, Laksamana, dan Marsekal, agar mereka tidak pernah ragu-ragu dalam
menjalankan tugas, karena tahu mana yang termasuk pelanggaran HAM dan mana yang
bukan pelanggaran HAM, mana yang termasuk pelanggaran hukum dan mana yang
dibenarkan secara hukum. Nah, tugas kalian memang keamanan, pertahanan. Ya, itu
jawaban saya.
Laksamana Agus Suhartono, Panglima TNI (Moderator):
Terima kasih, Bapak Presiden. Selanjutnya dari Akademi Angkatan Udara. Silakan.
Kadet Agung Budi Purnawan:
Agung Budi Purnawan, Sersan Satu, Karbol, Nomor Akademi: 2008-448, Calon
Perwira Remaja dari Matra Udara, izin bertanya.
Dalam era globalisasi, menuntut adanya perkembangan teknologi sehingga kebebasan akses media dan akses informasi tidak terbatas. Melihat hal tersebut, merujuk pada suatu konsep perang di zaman modern, perang tidak hanya kontak fisik atau simetris, melainkan dapat berwujud serangan fisik atau asimetris. Perang asimetris merupakan ancaman dalam pertahanan dan keamanan maupun bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Yang ingin kami tanyakan bagaimana peran kami sebagai TNI dan Polri untuk mengawasi dan mengatasi ancaman asimetris secara profesional. Terima kasih.
Â
Presiden Republik Indonesia:
Ya, terima kasih. Di era sekarang ini, bentuk peperangan dan pertempuran telah
berkembang sedemikian rupa, berbeda dengan doktrin, strategi, taktik dan teknik
yang dulu berlaku di dunia. Apakah sejak era Rusia, Alexander the Great,
Napoleon, Hitler dan seterusnya. Ingat, abad modern itu dimulai dari abad 18.
Oleh karena itulah, sering disebut the evolution of modern warfare itu
terjadi atau dimulai pada abad 18. Sekarang berkembang, mengapa? Karena
teknologi informasi, information and communication technology
mempengaruhi, mengubah banyak hal dalam peperangan ini.
Kalian tentu telah diajari oleh para pelatih, oleh para dosen, pendidik, yang
disebut revolution in military affairs. Berkembangan doktrin, taktik,
dan teknik pertempuran karena intervensi, karena aplikasi, informasi,
komunikasi, dan teknologi. Dengan demikian, benar memang perang menjadi sering
asimetris, asymmetric warfare. Banyak sekali faktornya, banyak sekali.
Peperangan di Afganistan dan di Iran. Modern military dari sekutu
misalkan berhadapan dengan gerilya, dengan hit and run tactics berada di
tengah-tengah masyarakat itu juga asimetris. Senjata modern tidak selalu bisa
melumpuhkan kondisi seperti itu, itu juga sesuatu yang asimetris.
Â
Pengertian keamanan juga berkembang dari yang traditional security threat
menjadi non-traditional security threat, macam-macam. Oleh karena itu,
ya kita harus siap. Oleh karena itu, saya senang TNI telah mengembangkan, telah
memutakhirkan doktrin, yang di Magelang ini dulu kita mulai. Saya sudah dilapori, sudah selesai, kapan-kapan nanti tolong
dipresentasikan. Saya akan dukung, Menhan juga akan mendukung semuanya. Dengan
demikian, apa yang ada dalam doktrin bisa kita lengkapi dengan persenjataan,
perlengkapan dan segala sesuatunya untuk doktrin itu bisa dijalankan.
Yang ditanyakan apa yang bisa dan harus kalian lakukan? Ikuti saja doktrin. Apakah itu yang bersifat strategis maupun yang bersifat operasional dan
bersifat taktis. Ikuti saja Standing Operating Procedures. Ikuti
dan terus ikuti dinamika dan perkembangan dunia kemiliteran, termasuk the
nature of conflict, the nature of warfare dari waktu ke waktu dan seringlah
diacarakan dalam pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian, kalian akan tahu,
tentu masing-masing punya porsi, masing-masing punya fungsi, masing-masing
punya tugas dalam menghadapi asymmetric warfare bagi seorang Kepala Staf
Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, berbeda dengan para Pangkotama,
berbeda dengan para Komandan Brigade, berbeda dengan para kapten dan para letnan.
Semua akan diatur di situ. Tapi saya senang Kalian sudah mengetahui bahwa ilmu
kemiliteran, ragam, dan bentuk peperangan di dunia ini sudah jauh berubah dan
jauh berkembang. Oleh karena itu, doktrin kita juga harus dimutakhirkan. Begitu
jawaban saya.
Â
Laksamana Agus Suhartono, Panglima TNI (Moderator):
Â
Terima kasih, Bapak Presiden. Selanjutnya dari Akademi Kepolisian. Silakan.
Kadet Abdul Rauf:
Abdul Rauf, Brigadir Satu Taruna, Nomor Akademi 09033, izin bertanya. Izinkan
kami mengutip pernyataan dari Bapak Presiden yang mengatakan bahwa kepada
seluruh Capaja, do the best, lakukan yang terbaik. Berkenaan dengan itu,
ada hal yang cukup menarik perhatian kami, yakni pada akhir-akhir ini, berkenaan
dengan pemberitaan di berbagai media massa yang menyoroti mengenai
profesionalisme, kinerja dari TNI dan Polri, khususnya kepada Polri sendiri.
Dari temuan beberapa hasil tim survei LSM di beberapa tempat, menemukan bahwa
saat ini memang masih minimnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Hal ini
kemudian diperkuat dengan pemberitaan di media massa, dan seolah-olah membentuk
opini publik yang mengeneralisasikan bahwa memang pada umumnya kinerja Polri di
Indonesia saat ini belum mendapat kepercayaan yang optimal dari masyarakat.
Untuk itu, pertanyaan kami kepada Bapak Presiden, apakah menurut Bapak hal ini
memang benar kenyataannya bahwa pada umumnya kinerja Polri di Indonesia ini
belum mendapat kepercayaan dari masyarakat, ataukah ada hal kesengajaan dari
oknum-oknum media massa yang dengan sengaja mem-blow-up dengan
pemberitaan yang tidak seimbang sehingga membentuk opini publik, sebagaimana
dalam teori agenda setting yang
mengatakan bahwa adanya pemberitaan, ulangi, penciptaan vonis tertentu oleh
media massa, kemudian membentuk opini publik yang dilatarbelakangi oleh
faktor-faktor atau kepentingan tertentu? Sekian. Terima kasih. Selesai.
Presiden Republik Indonesia:
Mari kita lihat satu per satu. Ini pertanyaannya juga bagus. Survei atau poling
itu dilakukan oleh lembaga survei. Tentu harapan kita lembaga survei itu
kredibel, sahih, dapat sungguh dipercaya hasil surveinya, metodologinya bagus,
sampelnya kena, bentuk pertanyaannya pun juga netral, neutral, tidak ada
manipulasi, tidak ada tendensi.
Dengan asumsi seperti itu, memang benar akan ada jawaban rakyat, sampel, entah
2.000, entah 2.500. Hasilnya bisa saja, ada yang menganggap kinerja Polri belum
baik, bisa begitu. Nah, kalau itu belum baik, mari kita telusuri. Mungkin,
mungkin ada perilaku satu, dua, tiga orang anggota Polri, satu, dua satuan
Polri yang oleh rakyat dianggap belum baik benar. Dia, waktu ditanya, ah belum
baik, bisa begitu atau rakyat kita, karena sekarang teknologi informasi,
terutama televisi masuk di seluruh penjuru negeri kita, di seluruh dunia, kalau
ada
talk show, ada percakapan, ada reportase, yang disimpulkan
seolah-olah kinerja Polri tidak bagus, belum memuaskan dan ini, dan itu, dan
itu didengar berulang kali oleh rakyat, meskipun dia tidak melihat langsung
bahwa kinerja Polri itu belum baik misalnya, dia bisa menjawab, ah iya belum
baik. Itulah sifat sebuah survei. Bisa jadi dia merasakan, oh tidak, saya punya
keyakinan, saya punya bukti kinerja Polri bagus, dia mengatakan bagus. Jadi
pahamilah apa makna survei itu. Dan memang terus terang
era sekarang ini, pengaruh televisi sungguh dahsyat. Survei mengatakan pengaruh
televisi lebih dahsyat dibandingkan media massa cetak. Sekarang televisi punya
pengaruh ke mana-mana dan juga social media punya pengaruh ke mana-mana.
Itu penjelasan yang pertama.
Penjelasan yang kedua, nasehat saya, arahan saya, kalau memang ada penilaian
yang tidak baik terhadap Polri karena A, B, C, D, lakukan introspeksi. Apakah
A, B, C, D ini benar. Kalau benar, lakukan perubahan
dengan sesadar-sadarnya. Itu solusinya. Tetapi kalau Polri dikatakan gagal,
jelek, enggak bagus, alasannya 1, 2, 3, 4, padahal tidak begitu, Polri
jelaskanlah tidak begitu, salah kalian. Tidak begitu inti masalahnya, ini yang
betul. Dengan demikian, tertepis persepsi atau pandangan yang keliru terhadap
Polri itu. Itu bisa begitu. Oleh karena itu, lihatlah semua aspek, semua
faktor. Pertama-tama, lakukan introspeksi selalu ada kekurangan
Polri, kekurangan TNI, kekurangan mana pun, termasuk kekurangan media massa. Di negeri ini, tidak ada lembaga yang tidak punya kekurangan. Oleh karena itulah, masing-masing melakukan koreksi, melakukan
perbaikan-perbaikan. Nah kemudian setelah introspeksi, perbaikan diri, kalau
betul-betul persepsi itu salah, ngaco, tidak jelas sumbernya, tidak jelas
beritanya, aktiflah menjelaskan, jangan diam. Kalau diam, dikira benar. Aktif.
Polda, Polres, semua jelaskan bahwa tidak seperti itu.
Â
Kalau saya ditanya, terus terang, banyak yang telah dilakukan oleh Polri. Kalian termasuk yang berhasil mencegah terorisme, menangkap pelaku-pelaku terorisme dan mengadilinya, bahkan dengan pengadilan yang terbuka sesuai dengan nilai-nilai universal dan rule of law. Kalian bisa membongkar kejahatan narkoba, kalian bertugas di tempat-tempat yang melampaui panggilan tugasnya. Tidak sedikit yang dilakukan, yang berhasil dilakukan oleh Polri, yang begitu-begitu biasanya tidak menjadi bagian dari berita. Di negara mana pun, katanya good news is no news. Tapi kalau berita itu tidak bagus cepat melebar, bahkan bisa berhari-hari, berminggu-minggu. Tentu di samping pujian saya, apresiasi saya, di tubuh Polri, saya kira Kapolri juga merasakan masih ada hal-hal yang harus diperbaiki dan diluruskan. Kesalahan oknum, kesalahan sejumlah orang, kesalahan perilaku tertentu itu juga mesti diperbaiki, mesti dikoreksi.
TNI juga pernah dulu, tahun 1998-1999 dihujat, dicaci-maki, dianggap tidak ada
gunanya dan seterusnya. Saya masih bersama-sama dengan almamater TNI waktu itu,
bahkan masih bersama Polri-ABRI. Caranya kita
introspeksi, mana yang keliru, mana yang kebablasan, kita hentikan, kita
perbaiki diri sendiri. Tapi yang fitnah, yang keterlaluan, ya kita hadapi dan
hasilnya indah. Karena ternyata yang sering menuding, menyalahkan, menghujat,
itu malah lupa melihat dirinya sendiri. Yang lain sudah berubah, ternyata
orang-orang itu tidak berubah.
Oleh karena itu, tidak usah kecil hati kalau dikoreksi, kalau dihujat,
disalahkan, lakukan perbaikan, tetapi kalau itu tidak seperti itu, hadapi dan
jelaskan, jangan diam saja. Dengan demikian, keadilan dan kebenaran akan
datang. Saya yakin Tuhan itu Maha Adil, kebenaran dan keadilan akan datang,
meskipun sering terlambat, pasti datang. Dan teruslah mengemban tugas para
Calon Taruna dari Polri. Saya percaya Polri akan terus melaksanakan reformasi. Polri
akan terus meningkatkan kinerjanya. Polri akan mengoreksi kesalahan-kesalahan
anggotanya, sambil menjaga prestasi yang telah disumbangkan kepada bangsa dan
negara. Saya kira demikian.
Â
Laksamana Agus Suhartono, Panglima TNI (Moderator):
Â
Mungkin Bapak Presiden, ada satu perwakilan Taruni.
Â
Presiden Republik Indonesia :
Â
O, silakan. Gender.
Kadet Ahira Ceria:
Ahira Ceria, Brigadir Satu Taruna, Nomor Akademi: 0109061 dari Calon Perwira
Remaja Akademi Kepolisian mohon izin bertanya. Terkait dengan pelaksanaan
pemilukada yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 nanti, Bapak. Kita mengacu
pada tugas pokok Polri, yaitu terletak pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002, di mana Polri, di sini bertugas dan memiliki tanggung jawab untuk
mengawal pelaksanaan pesta demokrasi. Dan juga kita lihat dari Pasal 5 yang
terdapat pada PP Nomor 2 Tahun 2003, mengenai peraturan disiplin, di sana juga dijelaskan
bahwa anggota Polri tidak boleh ikut serta di dalam politik praktis. Namun
dalam Pasal 5 tersebut, tidak dijelaskan bahwasanya anggota Polri tidak
memiliki hak pilih.
Yang ingin saya tanyakan kepada Bapak Presiden, apakah menurut Bapak nanti ke
depannya, anggota Polri maupun anggota TNI diberikan kesempatan untuk memiliki
hak pilih untuk pemilu yang akan datang? Terima kasih. Selesai.
Presiden Republik Indonesia:
Iya, terima kasih. Berapa semua Taruninya? 40? Berapa persen dari yang Taruna?
Ada 10%? Oh ndak ada ya, oh lebih ya? Berapa? Ok, cukup besar ya, kalau
Ibu-ibu maunya lebih banyak lagi. Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut,
Akademi Angkatan Udara belum punya rencana untuk menerima Taruna, Kadet dan
Karbol perempuan? Belum. Di luar negeri ada itu, West Point ada juga yang perempuannya. Ok, biar beliau yang
memikirkan nanti. Iya, memang dalam undang-undang yang berlaku, menyangkut
pemilihan umum, itu dirancang tidak diskriminatif, semua punya hak, begitulah
demokrasi yang sudah matang. Itu juga yang terjadi di banyak negara. Sehingga
kalau anggota TNI dan Polri dalam undang-undang dinyatakan memiliki hak, itu
sebenarnya menuju kepada kaidah-kaidah demokrasi yang universal. Yang dikatakan
hak, bukan kewajiban. Lain halnya kalau dalam undang-undang, TNI dan Polri
wajib memilih. Itu kewajiban. Tapi kalau hak, hak seseorang, hak itu bisa
digunakan, bisa tidak digunakan oleh orang itu.
Suatu saat, manakala sistem politik sudah well-established, sudah
matang, demokrasi kita juga betul-betul sudah consolidated, kesadaran
berpolitik sudah tinggi, budaya politik sudah memberikan cermin yang baik. Kemudian
tidak ada konflik apa pun, tidak ada permasalahan apa pun, manakala seorang
anggota TNI dan Polri ikut memilih, barangkali niat baik undang-undang untuk
tidak melakukan diskriminasi itu bisa dijalankan. Tetapi saya berpendapat,
manakala dalam keadaan yang terjadi di negeri kita ini, tingkat kemajuan,
kedewasaan, dan kematangan politik dan demokrasi kita justru tidak akan lebih
baik, kalau TNI dan Polri ikut memilih dalam pemilihan-pemilihan umum,
pemilihan umum kepala daerah misalnya. Berarti kita sadar, bangsa ini juga
sadar, barangkali saatnya belum tepat untuk TNI dan Polri menggunakan hak
pilihnya. Ini pandangan saya.
Â
Tetapi saya ini seorang yang taat pada konstitusi, pada undang-undang. Saya seorang konstitusionalis. Kita lihat nanti tahun 2014 ataupun dalam pemilu, pemilukada. Tetapi kalau pandangan saya, harus betul-betul siap kondisi politik di negeri kita ini untuk seorang anggota Polisi dan TNI menggunakan hak pilihnya. Saya tidak bisa membayangkan, misalkan di asrama, kalau keliru kita menggunakan kebebasan kita, freedom kita dan rights kita, hak kita. Kompi A memasang bendera partai A. Kompi B memasang bendera partai satunya lagi. Kaosnya berbeda-beda, anaknya berbeda-beda, kampanye dan seterusnya, dan seterusnya. Saya belum bisa membayangkan apakah sudah saatnya dilaksanakan di negeri kita ini. Saya takutnya bukan justru mengamankan proses politik, tapi kalian bisa berantem sendiri intra satuan, baik TNI maupun Polri.
Oleh karena itu, marilah kita menjadi bangsa yang berjiwa besar, yang arif,
yang bijak, pandai mengetahui kita ini berada di mana, kematangan demokrasi
kita seperti apa. Jangan latah ikut-ikutan, negara itu bisa kok. 300 tahun sudah merdeka, 600 tahun
sudah berdemokrasi. Kita, menurut saya masih harus bekerja keras untuk
mematangkan kehidupan demokrasi dan politik di negeri ini. Oleh karena itu,
meskipun itu hak masing-masing, saya yakin TNI sebagai lembaga, Polri sebagai
lembaga, tentu akan menyampaikan pandangan-pandangannya. Saya yakin kalau
pandangan itu jernih, logis, dan tulus disampaikan kepada rakyat, rakyat juga
akan menerima dengan baik.
Itulah jawaban saya. Terima kasih. Kalau begitu, sudah cukup saya berdiri, sudah
dihukum di sini.
Â
Terima kasih.
Â
Â
Â
Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,
Kementerian Sekretariat Negara RI