PERESMIAN PEMBUKAAN The 2008 ASIA PACIFIC CONFERENCE AND EXHIBITION (APCONEX), 7 MEI 2008

 
bagikan berita ke :

Rabu, 07 Mei 2008
Di baca 1154 kali

SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA PERESMIAN PEMBUKAAN
The 2008 ASIA PACIFIC CONFERENCE AND EXHIBITION (APCONEX)
ON FINANCIAL TRANSFORMATION
TANGGAL 7 MEI 2008
DI JAKARTA CONVENTION CENTER



Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Yang saya hormati Saudara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Yang saya hormati Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Yang saya hormati Gubernur DKI Jakarta. Ketua Umum Perbanas, para peserta Konferensi dan Eksibisi dari negara-negara sahabat, dan para diplomat, para pimpinan Badan-badan Usaha Milik Negara, para pimpinan perbankan, baik milik negara maupun milik swasta, pimpinan Kadin dan para pimpinan dunia usaha, peserta konferensi,

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Marilah sekali lagi pada kesempatan yang baik dan semoga senantiasa penuh berkah ini, kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan ridho-Nya, kita semua masih diberi kesempatan, kekuatan, dan insya Allah kesehatan untuk melanjutkan karya kita, tugas kita, dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta. Kita juga bersyukur hari ini dapat bersama-sama mengikuti pembukaan Apconex tahun 2008. Saya mengucapkan terima kasih kepada Perbanas atas prakarsanya melaksanakan konferensi dan pameran di bidang keuangan se-Asia Pasifik ini. Semoga dengan kegiatan ini sektor keuangan dan industri perbankan di tanah air dapat terus kita tingkatkan kehandalannya dan kerjasama baik secara multilateral maupun regional dengan negara-negara sahabat di bidang keuangan juga dapat kita lakukan secara lebih efektif lagi.

Saudara-saudara,

Saya ingin menyampaikan pandangan, pikiran, dan ajakan saya berkaitan dengan konferensi dan eksibisi ini lebih dari topik yang diangkat, yaitu Towards a Less Cash Society. Saya ingin meletakkan permasalahan keuangan dan perbankan ini, saat ini, dalam dimensi, dalam konteks yang lebih luas. Dengan demikian, kita makin menyadari pentingnya sektor keuangan, pentingnya peran industri perbankan di dalam menggerakkan perekonomian nasional bahkan dalam upaya untuk menggalang kerja sama antar bangsa dalam era globalisasi yang tentu membawa tantangan-tantangannya tersendiri.

Ada tiga konteks yang ingin saya kedepankan. Konteks pertama adalah bagaimana kita dapat memetik pelajaran dari yang kita sebut dengan krisis keuangan, financial crisis. Dalam kurun waktu sepuluh tahun saja, di dunia ini mengalami dua kali krisis keuangan. Yang pertama tepat sepuluh tahun yang lalu, 1997, 1998, yang kita kenal dengan Asia financial crisis. Yang kedua sekarang ini. Meskipun seolah-olah yang mengalami krisis adalah Amerika Serikat, tapi kita semua tahu, pengaruh dan dampaknya juga dirasakan oleh negara-negara lain, bahkan juga berpengaruh pada perlambatan atau slowdown dari global economy. Di Amerika sendiri bayang-bayang dan realitas resesi juga telah nampak.

Kalau kita melihat kembali, memotret kembali, kedua krisis ini, krisis 1997,1998, dan krisis 2007, 2008, sepuluh tahun kemudian, maka pada krisis sepuluh tahun yang lalu, Indonesia was directly and badly hit. Kita merasakan betapa susahnya ekonomi kita waktu itu. Nah, krisis sekarang ini memang seolah-olah Indonesia tidak directly hit by the crisis yang dipicu oleh kredit macet perumahan di Amerika Serikat itu. Tetapi kalau kita kaitkan sekaligus dengan inflasi minyak dan harga pangan yang menggila ini, Indonesia juga directly hit dengan perkembangan global sekarang ini. Mengapa indirectly? Kalau ekonomi Amerika Serikat mengalami resesi, dan ingat, Amerika Serikat adalah satu partner penting dengan Indonesia di bidang ekspor dan investasi, sebagaimana Jepang dan negara-negara lain, kalau ada resesi di negara itu tentu akan berkaitan dengan peluang ekspor kita, peluang investasi dan kerjasama bilateral yang lain, dan juga dengan negara-negara lain yang mendapatkan dampak dari krisis keuangan itu. Oleh karena itu, barangkali pelajaran yang dapat kita petik dari konteks yang pertama ini, expansi, yes, dari segi keuangan, perbankan untuk menggerakkan roda perekonomian, menggerakkan sektor riil, tapi risk calculation, risk assesment yang tepat juga jangan ditinggalkan. Dan pelajaran yang kedua diperlukannya governance yang baik, good corporate governance. Pada sisi pelaku, good governance pada sisi regulator. Inilah pelajaran berharga yang menurut saya mesti kita petik, karena sekarang pun kita menghadapi another financial crisis dengan dimensi dan magnitude yang juga cukup besar.

Saudara-saudara,

Konteks yang kedua adalah berkaitan dengan topik atau tema dari konferensi ini yaitu berkaitan dengan menuju masyarakat yang berkurang dalam penggunaan transaksi pembayaran secara tunai. Saya setuju dengan a less cash society. Nampaknya agak sulit kalau kita sebut dengan a very cash society. Kalau kita ingin beli bakso keliling itu, sulit membayangkan kita menggunakan e-money. Minggu lalu saya shalat berjamaah, shalat jum’at di Magelang, kemudian biasanya ada kotak keliling untuk memberikan sumbangan pada kaum du’afa dan fakir miskin, sulit kita masukkan credit card dalam kotak itu. Jadi, masih diperlukan. Tapi saya setuju, tidak mungkin kita bawa karung isinya cash untuk sebuah transaksi dalam skala menengah dan skala besar. Saya dukung, daya dorong, aplikasi IT dalam transaksi pembayaran di lingkungan perbankan maupun kegiatan perekonomian kita. Yang kita tuju adalah transaksi pembayaran itu must be faster, real time, cepat.

Yang kedua efisien. Jadi handling cost-nya yang lebih murah. Kata Ibu Miranda tadi, mencetak uang biayanya besar, kaya Pak Sigit Pramono tadi, jadi mesti lebih efisien. Kalau kita menggunakan e-money, menggunakan sesuatu yang tidak selalu tunai. Tapi yang ketiga mesti safer, aman. E-money aman terhadap street crime, tapi mesti aman terhadap cyber crime. Mari kita bikin instrumen, safety measures, supaya betul-betul aman dari berbagai jenis kejahatan apapun. Dalam kaitan ini saya mempersilahkan kepada saudara-saudara peserta konferensi membahasnya secara mendalam karena banyak masalah teknis, masalah operasional, sistemnya seperti apa, modelnya seperti apa, instrumennya seperti apa, mekanismenya juga seperti apa, yang kita sebut dengan a less cash society itu. Saya berterima kasih dengan Bank Indonesia yang selama ini terus melakukan restrukturisasi membangun arsitektur perbankan yang lebih credible, termasuk survey tadi, sejauh mana kesiapan masyarakat kita menerima sistem ini dan sudah berapa banyak yang sudah mempraktekan sistem ini. Demikian juga kepada Perbanas sebagai pelaku teruslah berinovasi, teruslah kreatif untuk membangun sistem yang lebih baik.

Saudara-saudara,

Akhir dari konferensi ini, saya senang nanti mendengar apa yang telah difikirkan dan dirumuskan secara bersama karena saudara-saudara adalah profesional dan juga expert di bidang ini, harapkan saya bisa dirumuskan satu perangkat yang betul-betul tepat dan credible. Itu konteks yang kedua. Konteks yang ketiga adalah saya ingin meletakkan dalam perkembangan situasi kontemporer, bagaimana keuangan dan perbankan kita utamanya pada tingkat nasional dapat berkontribusi secara lebih baik lagi dalam pembangunan ekonomi kita termasuk mengatasi permasalahan ekonomi yang sedang kita hadapi dewasa ini. Tentunya, baik dalam kaitan upaya kita terus membangun perekonomian dalam negeri pasca krisis, dan juga apa yang bisa disumbangkan oleh sektor keuangan dan dunia perbankan, industri perbankan, untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang sedang kita hadapi. Dan konteks yang ketiga inilah yang nanti secara ringkas akan saya sampaikan dengan harapan kita semua bisa menyatukan potensi kita, langkah kita, kerja kita, agar di satu sisi persoalan bisa kita atasi, di sisi lain, kita terus bisa menumbuhkan, mengembangkan perekonomian nasional kita.

Saudara-saudara,

Saya ingin menggunakan kesempatan yang baik ini untuk mengajak saudara melakukan suatu refleksi, suatu pencerahan tentang apa yang tengah berlangsung pada tingkat dunia sekarang ini yang pengaruhnya juga kita rasakan. Yaitu apa yang saya sebut dengan hukum, perilaku dan kadang-kadang unfairness dari globalisasi dan global capitalism. Sepuluh tahun yang lalu, pada bulan Maret 1998, Presiden-nya masih Pak Harto, saya berbicara di depan Sidang MPR sebagai juru bicara fraksi ABRI MPR waktu itu. Saya mengingatkan melalui mimbar MPR kepada rakyat Indonesia bahwa kita harus betul-betul memahami hukum dan perilaku globalisasi agar kita tidak mengalami shocked dan kita tidak reaktif, terlambat mengetahui bahwa dunia telah berubah dengan hukum-hukum dan perilakunya tersendiri. Kita tahu waktu itu puncak krisis, dimulai dari krisis moneter, krisis ekonomi, dan seterusnya, yang dalam pikiran saya globalisasi ini dengan hukum-hukum tersendirinya itu bisa mengakibatkan pihak-pihak yang tidak berdosa, yang innocent, ikut menjadi korban. Kita rasakan.

Itulah kita masih ingat dulu ada debat yang keras antara Pak Mahatir Mohamad dengan George Soros, dan kemudian belakangan tahun-tahun terakhir ini, ada yang menulis buku globalization and 8 its discontents and To make globalization work, yaitu Joseph Stiglitz, pemerima Nobel, dan saya sudah bertemu ketiga beliau itu, itu menggambarkan bahwa globalisasi tetap membawa sisi baik dan sisi buruk. Kalau kita cerdas, kita bisa mengalihkan sumber-sumber dari globalisasi ini, opportunity. Tetapi, kita juga harus mampu menghadapi sisi buruk, threat, dari apa yang dialirkan ke negeri kita dalam era globalisasi ini. Contoh, untuk menjustifikasi fikiran ini adalah krisis harga minyak. Mengapa harga minyak yesterday tembus 122 dolar per barrel. Apakah betul hanya mismatch antara supply dengan demand ? Apakah betul karena growing demand di India dan di China dan Amerika yang tetap tinggi? Apakah betul ada decline dari global production? Apakah betul ada dual political factor? Apakah betul ada psycology yang aneh? Ada gangguan sedikit saja di Nigeria, di Scotland, tiba-tiba harganya menaik tajam sekali, ada statement dari pejabat-pejabat perminyakan, Menteri Perminyakan, Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, harganya juga menggila-gila, apa betul yang tadinya orang “berdagang” pada stok, pada modal, beralih sekarang pada komoditas energi, tapi ini adalah contoh dari tatanan dari games, dari play globalisasi.

Banyak negara akhirnya menjadi korban dari meningkatnya harga minyak seperti ini. Yang tadinya satu liter minyak tanah kita hanya mensubsidi empat ribu, sekarang satu liter minyak tanah kita mensubsidi delapan ribu rupiah. Bayangkan, kali sembilan juta kilo liter atau sembilan miliyar liter per tahunnya. Hanya dari minyak tanah. Indonesia kena. Kita menjadi victim dari keganjilan, keanehan, menyangkut kenaikan harga minyak ini. Krisis harga pangan kita tahu mengapa nya, satu, dua, tiga, empat. Tapi kita kena. Krisis keuangan di Amerika Serikat seperti yang saya jelaskan tadi, kita juga kena dampaknya. Nah di sini, saya mengajak kita melihat secara jernih, membangun pemahaman yang mendalam, sekali lagi, terhadap hukum dan perilaku globalisasi. Jangka pendek memang kita terpukul tapi saya mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia, saudara-saudara pelaku perbankan, pelaku ekonomi, pelaku usaha di negeri ini, mari kita segera dengan cerdas mengubah a crisis ini menjadi opportunity. Insya Allah ini berkah, buka musibah. Kalau betul-betul kita bisa melakukan sesuatu yang sangat tepat di negeri kita ini, kita punya sumber daya alam, kita punya wilayah yang luas, sehingga sangat mungkin meningkatkan produksi pangan, meningkatkan ketahanan energi, mendapatkan keuntungan dari bumi, harga-harga tambang seperti batu bara, dan sumber daya mineral yang lain. Saya ingin mengajak saudara memahami sekali lagi realitas globalisasi sekarang ini.


Hadirin sekalian yang saya hormati,

Dari cerita semuanya itu, maka dua hal yang ingin saya kedepankan. Pertama, apa yang mesti kita lakukan pada tingkat multilateral, pada tingkat global dan regional? Bersama-sama dengan negara sahabat. Kita menghadapi semuanya ini perlu bersama-sama membangun sistem dan praktik kerjasama global termasuk kerja sama di bidang keuangan yang tidak rentan terhadap shock, yang tidak mudah terjatuh dalam krisis, apalagi meluas. Kita harus memiliki mekanisme dan instrumen untuk menghadapi setiap contigency. Kita harus juga memiliki mekanisme untuk saling membantu apabila sebuah negara mengalami kesulitan yang besar. Contoh, apa yang berlaku di Forum Asia Timur, BSA (Billateral Swap Arrangement), memberikan bantuan, cadangan, second line of defense, apalagi sebuah negara di kawasan Asia Timur ini mengalami krisis keuangan. Ini menunjuk satu contoh, dan tentu banyak lagi format atau kerangka kerja sama yang bisa kita bangun dan kita juga harus mampu mencegah contingent effect dari terjadinya krisis di satu negara untuk tidak dengan cepat meluas ke negara-negara yang lain. Itu yang mesti kita bangun bersama-sama untuk kita fikirkan, kita rumuskan seperti apa kerangkanya, mekanismenya, instrumennya.

Yang kedua, masih bertepatan dengan apa yang masih, yang mesti kita lakukan secara bersama pada tingkat global, risk assesment, risk calculation itu menurut saya tidak cukup hanya dilakukan pada intra boundary. Mesti ada satu ruang bagaimana kita memikirkan, mengkalkulasikan, menghitung risk, resiko, lintas negara, inter boundary. Mengingat ekonomi kita sudah terintegrasi dengan ekonomi global. Tidak bisa masing-masing bikin pagar tinggi-tinggi, dan tidak tembus dari pengaruh atau dampak manapun. We need that kind of framework and instrument and mechanism, yang saya berharap forum ini atau forum-forum lain bisa difikirkan secara bersama, bisa kita rumuskan secara bersama dengan negara-negara sahabat, dengan pelaku ekonomi dan usaha negara-negara yang lain.

Nah, tingkat domestik, tingkat nasional, pertanyaannya sama, apa yang mesti kita lakukan terutama menghadapi perkembangan situasi global dewasa ini? Saya ingin saudara untuk memikirkan, menjalankan empat hal penting. Pertama, sistem dan governance kita harus benar-benar handal. Jangan tidak merasa cemas kalau kita punya sistem dan governance masih rapuh. Harus credible. Karena ini dasar dari segalanya.

Yang kedua, tentunya termasuk sistem dan governance dari industri perbankan. Oleh karena itulah reformasi, termasuk structural adjustment, yang sedang kita lakukan harus terus kita lakukan, tuntas sampai hasilnya nyata. Jadi pertama-tama saya ingin melihat akar landasan. Bangun dari semuanya itu agar menghadapi shock, menghadapi discontinuities, kita akan tetap tahan. Yang kedua, setelah kita memperkuat semuanya tadi, maka the real fundamentals harus makin kuat dan berketahanan. Makro ekonomi dalam hal ini menjadi sangat sangat penting. Iklim investasi, iklim bisnis, harus benar-benar kondusif sehingga terjadi pergerakan ekonomi. Economic policy harus tepat. Monetary policy juga harus tepat. Ditemukan satu policy mix, antara otoritas moneter dan otoritas fiskal. Dengan demikian, tidak pecah kongsi, dengan demikian, tidak saling menjauh tapi saling memperkuat. Ini yang kedua.

Ketiga, menghadapi volatilitas global sekarang ini, semua potensi, semua sumber daya, our resources, harus dapat didayagunakan, dikelola dengan tepat, dengan sebaik-baiknya agar terjadi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan dalam arti yang umum. Dalam kaitan ini, kita punya banyak sumber daya, kita punya banyak potensi, mari kita yakinkan investasi makin bergerak dan makin tumbuh. Infrastruktur harus terus kita bangun di seluruh tanah air. Kalau kita bicara investment, kita bicara infrastructur building, maka tentu sektor keuangan dan industri perbankan memiliki peran yang sangat penting. Fungsi saudara untuk melaksanakan intermediasi, tugas saudara untuk menyalurkan kredit dan langkah-langkah pro-aktif lainnya jangan menunggu agar investasi terus bergerak. Ini yang ketiga.

Nah, yang keempat, yang tidak kalah pentingnya, adalah menghadapi gejolak perekonomian global yang tentunya juga menjadi gejolak perekonomian nasional. Kita harus benar-benar melindungi dan membantu kaum lemah. Wilayah ini sering terabaikan dalam hukum dan perilaku global capitalism. Tidak masuk dalam wilayah yang betul-betul menjadikan, mendapatkan perhatian dari globalisasi sekarang ini. Contoh, berkali-kali saya mengatakan mengahadapi persoalan APBN, subsidi, saya mengatakan bahwa menaikkan harga BBM adalah jalan terakhir. Kalau tidak ada cara lain kecuali harus menaikkan BBM, bukan kecuali, hanya, setelah yang lain kita lakukan, a,b,c,d,e,f, masih harus kita lakukan kenaikan harga BBM, mari kita pastikan kenaikannya pun dalam prosentase yang tepat, timing yang tepat, plus sejumlah instrumen, sejumlah paket bantuan untuk melindungi, mencegah golongan ekonomi lemah menerima beban yang terlalu berat.

Lagi-lagi ini beyond pertimbangan ekonomi, tapi ini adalah dimensi sosial, dimensi kemanusiaan, dimensi keadilan, yang harus betul-betul kita pertimbangkan. Saya mendapat sms cukup banyak minggu ini. Nadanya macam-macam. Dari rakyat. Mungkin tidak masuk di koran-koran, di majalah, di tayangan televisi. Karena tiap hari ratusan, kadang-kadang ribuan sms masuk yang kami ketahui apa yang menjadi aspirasi fikiran, feedback dari rakyat kita. Ada yang mengatakan, “Pak SBY, kalau naikkan BBM nanti saja Pak, setelah Pilpres”. Saya mengatakan, kalau itu yang jadi pertimbangan, salah. Berdosa saya. Berarti hanya memikirkan diri sendiri. Bukan itu pertimbangannya. Apakah dengan menaikkan BBM itu membawa kebaikan bagi negeri kita atau tidak. Dan apabila BBM itu dinaikkan, apa yang mesti kita lakukan untuk melindungi yang lemah, yang miskin apalagi. Itu pertimbangannya. Bukan pertimbangan politik praktis. Bukan pertimbangan kepentingan orang seorang.

Ada juga sms yang masuk. “Pak SBY, terus terang, kalau kelompok menengah ini kan mampu, Pak. Terus terang. Apalagi yang kuat, yang kaya. Jadi kenaikan BBM itu bisa kami menerima. Memang suaranya keras. Noise akan ada nanti. Tapi, jujur, Pak, kami bisa. Negara lain juga sudah naik. Tinggal Indonesia yang belum. Cuma Pak, pertimbangkan ekonomi yang lemah, saudara-saudara kami yang miskin”. Ada sms seperti itu. Kami dengar, di samping siang dan malam, pemerintah, DPR, sekarang Menteri Keuangan sedang berkonsultasi dengan panitia anggaran, dan teman-teman di DPR-RI merumuskan solusi yang terbaik. Kami juga pada tingkat pemerintah terus melakukan exercise sambil mendengarkan apa aspirasi dan pandangan rakyat kita.

Yang jelas, ini real. Oleh karena itulah, saudara tahu, bahwa pemerintah telah mengembangkan tiga cluster untuk menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Cluster pertama bantuan langsung kepada masyarakat, beras untuk rakyat miskin, pendidikan gratis bagi yang miskin. Kesehatan atau pengobatan gratis bagi rakyat miskin, pendidikan gratis bagi yang miskin, kesehatan atau berobat gratis bagi yang miskin, bantuan langsung tunai bersyarat dan sejumlah instrumen yang kita sebut cluster perlindungan dan bantuan sosial. Bertriluin-triliun rupiah kita keluarkan anggaran untuk itu. Cluster yang kedua, kalau tadi itu ikannya, kailnya adalah kita keluarkan anggaran bertriliun-triliun untuk pemberdayaan masyarakat lokal tingkat kecamatan dengan desa-desanya.

Tahun depan bahkan semua kecamatan akan dapat, satu kecamatan rata-rata tiga milyar rupiah agar pembangunan lokal bergerak dan ternyata efektif. Nah cluster yang ketiga, saudara juga tahu adalah Kredit Usaha Rakyat. Inilah yang saya minta bantuan, dukungan, dari dunia perbankan. Tesis saya adalah, ada jutaan usaha mikro. Menteri UKM juga di sini. Tukang pecel, tukang bakso, kerajinan, kelompok usaha keliling, koperasi, di pertanian x, dan usaha kecil menengah yang lain. Kalau mereka mendapatkan modal, bergerak, tumbuh, income orang seorang akan naik. Kemiskinan pasti berkurang. Kesejahteraan pasti naik. Oleh karena itu saya berharap perbankan betul-betul memprioritaskan penyaluran kredit untuk usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah baik dalam format pola penjaminan Pemerintah maupun dengan format yang reguler yang biasa dilakukan. Oleh karena itu, saya senang tadi akan ada awards atau penghargaan baik bank perkreditan rakyat yang memberikan kredit usaha kecil mikro kecil itu agar mereka juga mendapatkan ruang yang pantas dan bisa menjalankan tugasnya lebih baik lagi. Demikian juga pola-pola yang lain, bank syariah dan sejumlah paket, silahkan dikembangkan untuk membantu usaha mikro kecil dan menengah ini. Itulah yang keempat yang sangat penting.

Saudara-saudara,

Kita harus merubah paradigma dan mindset. Tidak bisa rakyat diminta untuk sudahlah sabar dulu karena kita ingin membangun lebih cepat. Pertumbuhan lebih tinggi. Toh, nanti semua akan kita nikmati secara bersama. Clean. Sejak awal pun growth must be inclusive. Growth must be broad base. Kita harus melindungi, to protect, to rescue the poor. Oleh karena itulah dari anggaran pun kita alirkan yang cukup besar untuk social safety net di samping untuk growth stimulation. Saya sungguh mengajak terima kasih kepada perbankan yang sudah menyalurkan lebih banyak lagi kredit usaha rakyat selama ini.

Hadirin yang saya hormati,

Menutup dari sambutan saya ini, maka a less cash society yang hendak kita bangun secara umum harus dapat mendukung, harus compatible dan klop dengan apa yang saya sampaikan tadi, 1,2,3,4. Apa yang saudara ingin kembangkan, kerjasamakan juga klop, baik dalam kerjasama global regional maupun dalam pengembangan perekonomian di tanah air kita. Kalau itu kita lakukan, maka kita bukan hanya ingin menanam, membesarkan pohon yang sehat dan indah tapi kita juga ingin memelihara rimba yang luas dengan ekosistem yang baik. Itu akan lebih abadi. Itu akan lebih lestari. Meletakkan sesuatu dalam konteks. Dengan demikian, ada perubahan apapun, dinamika apapun, kita tidak akan pernah mengalami disorientasi. Kita mengerti masalahnya apa, solusinya seperti apa. Jangka pendek apa. Jangka menengah dan jangka panjang apa. Itulah saudara-saudara yang saya sampaikan dan dengan pesan, ajakan, dan harapan itu, dengan terlebih dahulu memohon ridha Allah Subhaanahu wa Taa’ala, dengan mengucapkan bismillaahirrahmaannirrahhiim, the 2008 Asia Pacific Conference and Exhibition on Financial Transformation, dengan resmi saya nyatakan dibuka.


Sekian

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.




Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI