PERINGATAN HARI JADI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT RI KE-63, 29 AGUSTUS 2008,DI GEDUNG MPR, JAKARTA
SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA
PERINGATAN HARI JADI
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT RI KE-63
PADA TANGGAL 29 AGUSTUS 2008,
DI GEDUNG MPR, JAKARTA
Bismillahirrahmanirrahiim,
Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Yang saya hormati Saudara Ketua dan Para Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Yang saya hormati Para Pimpinan Lembaga-Lembaga Negara, Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu.
Yang Mulia Para Duta Besar Negara-Negara Sahabat.
Para Anggota MPR dalam hal ini Anggota DPR dan DPD Republik Indonesia.
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Marilah pada kesempatan yang baik, dan insya Allah penuh berkah ini, sekali lagi kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa, karena kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan dan kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara tercinta, bahkan dalam upaya kita ikut membangun tatanan dunia yang lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Atas nama negara dan pemerintah dan mewakili hadirin sekalian, izinkan saya untuk mengucapkan selamat kepada MPR RI atas hari jadinya yang ke-63. Sebagaimana disampaikan oleh pimpinan MPR RI tadi, panjang lintasan perjuangan dan pengabdian MPR dari masa ke masa bersama-sama pasang surut dan dinamika perjuangan bangsa Indonesia. Tentu saja apa yang telah dilakukan oleh lembaga yang sama-sama kita hormati ini, telah menjadi bagian abadi dalam sejarah bangsa Indonesia. Kami tentu berharap ke depan, Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat lebih meningkatkan peran dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Selaku Kepala Negara, tentunya saya juga mengajak kepada seluruh Lembaga Negara untuk terus mengemban tugas sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar dan Undang Undang secara sinergis sehingga membawa hasil yang optimal bagi kemajuan negara kita.
Hadirin yang saya hormati,
Pada kesempatan malam hari ini, saya ingin merespons apa yang disampaikan oleh Pimpinan MPR tadi. Pertama, berkaitan dengan pendidikan. Alhamdulillah, tahun depan, Insya Allah, kita akan memenuhi amanah konstitusi, dengan mengalokasikan anggaran pendidikan dalam APBN kita sebanyak 20 persen. Sebagaimana Saudara ketahui, saya juga meminta pimpinan-pimpinan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dalam APBD-nya masing-masing juga memenuhi amanah konstitusi itu dan juga mengalokasikan anggaran sebanyak 20 persen.
Saya tangkap rasa syukur dari rakyat kita sekaligus harapan yang tinggi dari mereka semua sebagaimana Pimpinan Majelis tadi mengingatkan agar anggaran itu digunakan dengan sebaik-baiknya, tepat guna, tepat sasaran, dan dikelola dengan baik. Oleh karena itulah, pada kesempatan yang mulia ini, perlu saya sampaikan bahwa Pemerintah sekarang sedang mengembangkan satu kebijakan, master plan dan rincian dengan tambahan kurang lebih 46 triliun dengan harapan nanti disetujui oleh DPR RI bersama DPD RI, kita pastikan bahwa anggaran itu dapat kita gunakan dengan sebaik-baiknya, efektif, efisien, dan betul-betul bisa meningkatkan mutu pendidikan nasional kita. Tidak perlu harus menambah biaya rutin, tidak perlu harus menambah biaya manajemen kelembagaan, tapi dialirkan untuk betul-betul secara nasional bisa meningkatkan kualitas pendidikan nasional kita. Saya mengundang semua pihak tentunya, baik Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, masyarakat luas, siapapun, untuk juga melakukan pengawasan bersama, untuk memastikan anggaran pendidikan nasional kita yang jumlahnya besar, betul-betul digunakan dengan sebaik-baiknya.
Yang kedua, juga merespon apa yang disampaikan oleh Saudara Ketua MPR RI tadi menyangkut pikiran atau wacana tentang amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Kalau kita sebut wacana berarti itu diskursus, discourse. Oleh karena itu, pendapat Pimpinan MPR, pendapat Pimpinan DPD, pendapat Pimpinan DPR yang tentu merepresentasikan lembaga masing-masing, pendapat saya selaku Kepala Pemerintahan, dan pihak-pihak lain, tentulah menjadi bagian dari komunikasi politik kita, bukan harus diletakkan dalam artian polemik. Karena kita peduli, kita ingin betul Undang-Undang Dasar kita sebagaimana Pak Hidayat Nurwahid sampaikan tadi, memecahkan masalah-masalah kebangsaan, mendorong kemajuan dalam kehidupan kita, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks itu, kita sama-sama memahami bahwa ada berbagai pendapat tentang amandemen konstitusi kita ini.
Yang pertama, ada yang mengatakan sudah empat kali Undang-Undang Dasar kita diamandemen, berarti sudah cukup, tidak perlu lagi dilakukan perubahan. Pendapat yang lain mengatakan, meskipun sudah empat kali dilakukan perubahan, masih ada yang mesti ditata kembali, sehingga perlu dilakukan amandemen berikutnya lagi. Sementara ada juga yang berpendapat, kita lakukan amandemen untuk mengembalikan Undang-Undang Dasar sebagaimana sebelum dilakukan amandemen yang pertama dulu. Itu adalah pikiran yang berkembang di kalangan masyarakat luas. Oleh karena itu, saya ingin konsisten untuk menyampaikan bahwa, sebagaimana juga yang berlaku di banyak negara, untuk mengubah suatu Undang-Undang Dasar, lazimnya kita meminta pendapat yang memberikan mandat kepada kita dalam sistem politik, dalam Undang-Undang Dasar, dan demokrasi yang kita anut sekarang ini, rakyat memberikan mandat kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan tentunya Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam pemilu legislatif. Rakyat juga memberikan mandat kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan secara langsung. Dengan istilah kita meminta pendapat rakyat, di banyak negara dikenal dengan plebisit untuk memvalidasi apakah betul keinginan merubah Undang-Undang Dasar itu valid, atau referendum, menanyakan kepada rakyat one by one dalam satu questioners untuk memastikan bahwa perubahan Undang-Undang Dasar ini diniscayakan.
Itulah yang telah kita bahas bersama beberapa saat yang lalu agar apabila ada pikiran untuk mengubah Undang Undang Dasar, mestilah kita bawa pada arena yang lebih luas. Pada titik ini kita semua nampaknya memiliki kesepakatan. Oleh karena itu, pikiran-pikiran yang muncul dari banyak pihak, dari universitas, dari lembaga-lembaga kajian, bahkan orang per orang harus kita maknai dari ownership dia terhadap Undang-Undang Dasar yang mereka harus menjalankannya. Kemudian tentunya semua itu bagian dari freedom of expression, freedom of thought and freedom of speech yang sebenarnya juga diatur dalam Undang-Undang Dasar kita dalam pasal 28 dengan beberapa penjelasan dalam pasal-pasal itu. Pada titik ini pun, kita memberikan ruang seperti itu, dan akhirnya manakala dari proses semuanya itu, sungguh mendapatkan semacam konsensus meskipun tidak melalui referedum atau plebisit maka proses untuk pengubahan suatu Undang-Undang Dasar harus kita kembalikan pada Undang-Undang Dasar itu sendiri, di mana Majelis Permusyawaratan Rakyat-lah yang memiliki kewenangan untuk menuangkannya dalam satu proses perubahan Undang-Undang Dasar yang dimaksud.
Tentu saja saya bersetuju dengan Pimpinan MPR tadi, bahwa kalau harus dibentuk satu komisi yang melakukan pengkajian yang mendalam, Majelis Permusyawaratan Rakyat-lah yang bisa merealisasi dibentuknya komisi itu. Saya mendukung langkah-langkah itu, dan dengan harapan Pimpinan Lembaga Negara lain juga mendukung, dengan demikian Majelis Permusyawaratan Rakyat bisa membentuk komisi yang dimaksud dan tentunya kalau kita bicara MPR, menurut Undang-Undang Dasar adalah penggabungan atau bagian dari anggota DPR dan anggota DPD secara bersama-sama. Kami dukung penuh, silahkan, yang penting bagi saya ini sesuatu yang fundamental, menyangkut kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara, menyangkut masa depan kita, mesti merespons dengan tuntutan perkembangan zaman dalam era globalisasi dewasa ini dan juga dalam alam transformasi yang kita lakukan secara bersama. Kita tidak ingin sebagaimana pengalaman yang dulu, perubahan sesuatu yang fundamental, katakanlah, diserahkan kepada semacam Badan Pekerja MPR. Sebelas tahun yang lalu saya juga menjadi anggota BP-MPR, bekerja sekian bulan untuk merumuskan sesuatu yang fundamental yang menyangkut haluan negara kita, yang menyangkut tatanan kita dalam bernegara. Kalau ada komisi tentunya akan lebih bagus karena bisa berpikir secara jernih, menelaah secara komprehensif, melibatkan para pakar dan praktisi, dengan demikian pikiran itu akan lebih bulat dibandingkan dengan proses yang dulu pernah kita lakukan dengan komisi-komisi yang sifatnya ad hoc. Yang penting Saudara-saudara, kehendak untuk melakukan amandemen ini, mengejawantahkan, me-manifest-kan pikiran dan kehendak rakyat dan kemudian setelah kita bersepakat, bersetuju untuk masuk pada proses perubahan itu, kita lakukan secara sistemik sesuai dengan kaidah konstitusi dan oleh lembaga yang berwenang.
Itulah tanggapan atau pun pendapat saya, Saudara Ketua MPR, tentang amandemen dan yang terakhir, saya juga mendukung ditetapkannya 18 Agustus sebagai Hari Konstitusi. Insya Allah dalam waktu yang tidak terlalu lama, karena dalam tata administrasi harus ada Keputusan Presiden menyangkut hari-hari besar, akan kami keluarkan sebagai pertanda bahwa kita menghormati sejarah, menghormati konstitusi dan yang lebih penting menjalankannya dalam kehidupan bersama kita.
Sekian. Selamat bertugas, MPR yang kita cintai.
Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI