PERTEMUAN DENGAN BUPATI/WALIKOTA, TOKOH AGAMA, MASYARAKAT, DAN PEMUDA SE-PROV. SUMUT, 17 JULI 2008

 
bagikan berita ke :

Kamis, 17 Juli 2008
Di baca 1035 kali

SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA
PERTEMUAN DENGAN BUPATI/WALIKOTA, TOKOH AGAMA, MASYARAKAT,
DAN PEMUDA SE-PROVINSI SUMATERA UTARA
DI HOTEL TIARA MEDAN, SUMATERA UTARA
PADA TANGGAL 17 JULI 2008

 


Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, para pimpinan Badan-Badan Usaha Milik Negara,

 

Yang saya cintai Saudara Gubernur Sumatera Utara, Ketua DPRD Sumatera Utara, dan para pejabat negara yang bertugas di Sumatera Utara, baik dari unsur eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun TNI dan Polri, Bung Jaya Suprana, sahabat saya,

 

Yang saya cintai dan saya muliakan para ulama dan pemuka agama, para tokoh masyarakat, para tokoh adat, para cendekiawan, para usahawan, pimpinan organisasi kemasyarakatan, termasuk kaum perempuan dan pemuda,

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Marilah sekali lagi pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, serta dalam suasana yang penuh dengan persaudaraan dan keakraban, sekali lagi, kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta. Kita juga bersyukur, malam hari ini, sebagaimana disampaikan oleh Saudara Gubernur tadi, dapat bersilaturahim, insya Allah bukan hanya mempertemukan wajah dengan wajah kita, tapi juga hati dengan hati kita untuk membangun hari esok yang lebih baik, untuk memajukan Sumatera Utara, dan memajukan Indonesia yang sama-sama kita cintai.

 

Saya ingin pertama-tama, mengucapkan selamat kepada masyarakat Sumatera Utara atas dapat dilangsungkannya pemilihan Kepala Daerah beberapa saat yang lalu yang berjalan secara aman, tertib, dan demokratis. Ini contoh, ketika banyak orang seperti Bung Syamsul Arifin tadi meramalkan yang seram-seram akan terjadi di Sumatera Utara ini, tapi berkat ridho Allah, berkat jiwa-jiwa besar dari para tokoh masyarakat beserta masyarakat luas di Sumatera Utara ini, hal-hal yang dicemaskan itu tidak terjadi dan akhirnya pemilihan Kepala Daerah berjalan dengan baik, dengan dan semoga semuanya itu membawa berkah dari Allah dan Sumatera Utara yang sama-sama kita cintai ini dapat menjalankan pembangunan dan kehidupan masyarakatnya lebih baik lagi.

 

Saudara-saudara,

 

Kunjungan saya ke Sumatera Utara kali ini, pertama-tama atau diawali dengan silaturrahim saya dengan hadirin sekalian malam hari ini. Ini sangat penting karena saya tentu ingin menyampaikan pesan, ajakan, dan harapan kepada para pemimpin semua yang hadir di ruangan ini, saya pun juga ingin mendengar pikiran, pandangan, dan harapan dari Bapak, Ibu sekalian. Besok, insya Allah saya akan melanjutkan perjalanan ke Parapat melalui Pematang Siantar untuk menghadiri Pesta Danau Toba. Kegiatan yang penting untuk melestarikan nilai budaya, adat, dan tradisi sekaligus menggerakkan kepariwisataan di Danau Toba dan sekitarnya. Esok harinya, insya Allah saya akan kembali ke Simalungun untuk menghadiri acara panen bersama petani dan masyarakat setempat sekaligus menggalakkan program-program pro rakyat seperti program pemberdayaan masyarakat dan penggerakkan ekonomi mikro, kecil, dan menengah. Setelah itu, saya akan kembali ke Medan dan selanjutnya saya mohon restu untuk kembali ke Jakarta untuk menjalankan tugas-tugas yang lain yang tidak pernah usai di negeri ini dan ini amanah saya., dan insya Allah sebagaimana harapan Saudara Gubernur tadi, kita dapat bersua kembali di waktu yang akan datang.

 

Ini adalah kunjungan saya yang kesekian kalinya. Saya memiliki kesimpulan, kesimpulan yang positif bahwa ada satu potensi, satu modal besar, satu capital yang dimiliki oleh Sumatera Utara dengan masyarakatnya. Masyarakat Sumatera Utara menurut penilaian saya adalah masyarakat yang dinamis, suka bekerja keras, berani menghadapi tantangan, dengan kultur yang kuat sehingga banyak sekali kemajuan yang dicapai sepanjang perjalanan wilayah ini, banyak putra-putri dari Sumatera Utara yang berhasil, baik di Sumatera Utara maupun di tingkat nasional maupun tingkat dunia. Ini satu modal, satu capital yang mesti dipertahankan. Jangan disia-siakan, jangan sampai ada potensi, ada kekuatan tidak digunakan dengan baik, sehingga kemajuan yang seharusnya diraih lebih cepat lagi tidak dapat dilakukan.

 

Banyak diantara kita, orang-seorang, masyarakat, bahkan negara yang tidak yakin diri, melihat dirinya selalu kurang, selalu jelek, selalu lemah, dan seterusnya. Melihat orang lain, melihat masyarakat lain, melihat bangsa lain silau seolah-olah bangsa itulah yang besar, kita tidak. Itu pikiran yang keliru, itu jiwa yang gelap, itu pikiran yang negatif dan sikap yang pesimis. Bangsa kita tidak akan ke mana-mana dan tidak menjadi bangsa apa-apa kalau kita semua berjiwa gelap, bepikiran negatif, dan bersikap pesimis. Saya ingin kita semua, apalagi Sumatera Utara yang berkarakter sangat kuat tadi, ke depan, sambil mengajak yang lain, termasuk generasi muda kita, untuk terus berjiwa terang, berpikir positif, dan bersikap optimis. Kalau itu tetap kita miliki dan makin kokoh negeri ini, insya Allah dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan kerja keras kita, dengan persatuan dan kebersamaan kita, seberat apapun persoalan yang kita hadapi di Sumatera Utara, di Indonesia, kita akan terus maju menjadi masyarakat dan bangsa yang kita cita-citakan bersama.

 

Saudara-saudara,

 

Ini malam yang baik, saya senang dengan pengantar dari Pak Gubernur tadi, cair suasananya. Memang kita ini tidak sepatutnya terpecah belah, indah kalau kita bersatu, rukun, damai, sayang-menyayangi, dan hormat-menghormati. Alangkah malangnya negeri kita kalau kita dipecah belah oleh agama, oleh etnis, oleh suku, oleh identitas apa pun termasuk oleh partai-partai politik, jangan. Dalam demokrasi, kompetisi diniscayakan tapi kompetisi itu tidak boleh menghancurkan silaturahmi, tidak boleh memutus tali persaudaraan. Mari kita jalankan semuanya ini dengan pikiran yang terang sebagaimana yang disampaikan Pak Gubernur meskipun dalam bentuk seloroh ataupun humor tadi, tapi maknanya, marilah kita tetap kokoh bersatu, bersaudara, saling sayang-menyayangi sehingga kekuatan ini dahsyat untuk membangun masa depan kita.

 

Malam ini sebutlah malam refleksi, malam kontemplasi, tafakur melihat diri kita ini di mana, bangsa kita ini dari mana dan menuju ke mana. Kalau kita paham kita tidak akan mengalami yang saya sebut disorientasi, gamang, tidak yakin diri, dan akhirnya kita akan berjalan di tempat. Saya ingin kembali dengan suasana yang baik malam hari ini untuk memaknai sesungguhnya kita ingin membangun dan terus membangun sejak mendiang Bung Karno, mendiang Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Ibu Mega, saya, dan pemimpin-pemimpin berikutnya lagi. Untuk apa? Untuk apa bangsa ini membangun? Banyak teori pembangunan. Kita membangun untuk a, b, c, d, e, f, panjang sekali. Tetapi sesungguhnya kita membangun agar rakyat kita makin sejahtera. Yang ingin kita capai, kesejahteraan hidup lahir dan batin. Kesejahteraan dalam arti yang luas, kebutuhan-kebutuhan dasarnya dapat dipenuhi, pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rasa tentram, lingkungan hidup yang baik, dan seterusnya. Sederhana, tapi itulah yang ingin kita capai, yang ingin kita majukan dari masa ke masa. Mendasar, elementer, dan ya memang itu, tidak boleh kita keluar dari upaya untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bangsa manapun, bangsa yang lebih dahulu maju dibandingkan kita memerlukan ratusan tahun untuk membangun bangsa dan negaranya. Tidak seperti membalik telapak tangan.

 

Mengatasi ujian, cobaan dan tantangan tidak seperti berjalan di bawah sinar bulan purnama. Kadang-kadang kita mengalami badai, topan, kerasnya perjalanan maka diperlukan kesabaran, ketabahan, ketegaran, ikhtiar, kerja keras, dan yang lain-lain, yang akhirnya kita menerobos, menembus, melangkah dan melangkah untuk menuju ke peningkatan kesejahteraan rakyat kita. Mari kita kembalikan lagi pada hakekat mengapa kita mengapa kita membangun dan terus membangun sekarang dan ke depan. Indonesia yang kita tuju, Sumatera Utara yang kita tuju tiada lain adalah Indonesia dan Sumatera Utara yang makin aman dan damai lahir dan batin, makin adil dalam kehidupan masyarakatnya, makin demokratis demokrasi disertai akhlak dan manfaat dan makin sejahtera. Ada yang mengatakan yang kita ingin capai ini apa? Masyarakat yang baik, good society, rukun, saling hormat-menghormati, tentram, kegiatan sehari-hari berjalan dengan baik, budayanya, tradisinya, adatnya, semua mencerminkan masyarakat yang baik, good society.

 

Yang kedua, ya ekonomi yang baik. Semua merasa makin baik penghasilannya, kesejahteraannya, pertanian, perindustrian, jasa, terus berkembang, kemiskinan terus berkurang, solidaritas, baik yang kaya membantu yang miskin, yang punya membantu yang belum punya sehingga ekonomi itu berjalan secara adil, kalau makmur, ya makmur bersama-sama, bukan makmur sendiri-sendiri. Itulah yang kita tuju, ekonomi yang baik, good economy.

 

Yang ketiga, demokrasi dan kehidupan politik yang baik, good political process, good democracy. Kebebasan selalu ada batasnya, tidak absolut, tidak mutlak. Kompetisi harus dilakukan dalam sebuah demokrasi tanpa kekerasan, tetap memelihara persaudaraan dan tidak boleh menghalalkan segala cara, hukum ditegakkan, keadilan sama dijaga. Kehidupan politik seperti itulah yang hendak kita terus kembangkan dan mekarkan di negeri ini, termasuk di Sumatera Utara, kota, dan kabupaten yang ada di wilayah ini.

 

Yang keempat, yang sekarang menjadi tema besar di dunia, lingkungan hidup yang baik, good environment. Dunia cemas, akibat kesalahan umat manusia sejak revolusi industri abad ke-18, terjadi pencemaran udara, pemanasan global, terjadi perubahan iklim yang merubah struktur dan tatanan-tatanan keikliman sejagat. Banyak sekali bencana alam di berbagai negara, di berbagai belahan bumi. Korban jiwa, harta benda yang juga luar biasa. Ini tidak boleh dibiarkan, kita ingin bersatu bersama-sama untuk mengatasi masalah ini, lingkungan yang baik dan sehat, anak cucu kita memiliki masa depan, hutan-hutan terpelihara, sungai, air, sumber daya alam, dan sebagainya.

 

Saudara-saudara,

 

Kalau tanpa teori yang muluk-muluk kita semua bisa mencapai masyarakat yang baik, ekonomi yang baik, politik dan demokrasi yang baik, dan lingkungan yang baik, saya kira hidup makin bermakna, masa depan kita akan makin baik, Allah akan menyayangi umatnya karena kita pandai merawat apa yang dianugerahkan kepada kita. Mari kita kembali kepada hakekat dasar mengapa kita membangun, jangan kita larut oleh hingar-bingar, oleh hiruk-pikuk, entah politik, entah globalisasi, entah bisnis, dan lain-lain yang kadang-kadang melupakan diri kita pada hakekat. Apa yang mesti kita bangun, kita pertahankan di dalam kehidupan masyarakat di Sumatera Utara dan di seluruh tanah air kita, bahkan di seluruh dunia.

 

Saudara-saudara,

 

Untuk mencapai semuanya itu, sebutlah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan, tentu tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah di negara manapun tidak akan mampu. Seorang SBY, seratus SBY pun, satu orang Syamsul Arifin, seratus Syamsul Arifin pun, tidak akan mampu. Kami punya batas kemampuan. Pemimpin itu manusia biasa. Saya punya kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, mencapai tugas yang maha besar itu memerlukan kebersamaan semua abdi negara, semua yang mengemban tugas di negeri ini, termasuk masyarakat luas, sama-sama bertanggung jawab, sama-sama harus berikhtiar, sama-sama bekerja keras untuk mencapai tujuan itu.

 

Semua penyelenggara negara harus menjalankan kewajibannya sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar, dalam Undang-Undang dan berbagai peraturan yang berlaku. Ini tanggung jawab moral. Tidak boleh ketika negara sedang mengalami masalah seperti sekarang meroketnya harga minyak, harga pangan melonjak, iklim berubah, yang juga dialami oleh semua negara di dunia. Ada sebagian di negeri ini yang kerja keras, kurang tidur, terus berikhtiar mencari solusi, ada yang lebih memilih menonton sambil mencaci maki, sambil menuding sana, menuding sini, itu tidak indah, secara moral tidak baik. Tetapi, meskipun pemerintah berdiri di depan, pemerintah menjalankan amanatnya, jelas, yang lain juga berkontribusi, berpartisipasi menjalankan kewajibannya masing-masing. Nah, kalau itu dilakukan Indonesia akan memiliki kekuatan yang dahsyat, kekuatan bangsa. Yang tentunya dengan kekuatan yang dahsyat ini, persoalan-persoalan itu lebih cepat, lebih berhasil kita atasi.

 

Saudara-saudara,

 

Sekarang tahun 2008. Sepuluh tahun yang lalu negara kita dihantam oleh krisis. Saya tidak ingin menceritakan kembali apa saja yang terjadi sepuluh tahun yang lalu itu dan tahun-tahun seterusnya karena kita semua mengalami, kita semua merasakan pahit getirnya, penderitaan, persoalan, semua yang menimpa bangsa kita. Yang jelas, setelah kita terkena krisi yang dahsyat, yang dalam, yang besar waktu itu, maka kita tidak menyerah, kita bangkit untuk satu, membangun negeri kita dari krisis, membangun ekonomi kita kembali dari krisis. Sadar bahwa banyak bangunan-bangunan yang retak, banyak fundamental-fundamental yang tidak kokoh, yang menyimpang, kita luruskan, kita tata kembali, kita perbaiki kalau tidak baik. Itulah yang kita namakan reformasi yang masih terus kita jalankan sampai tatanan di negeri ini betul-betul tepat, baik, dan adil. Kita merasakan konon karena situasi jaman di waktu yang lalu, kebebasan dianggap terpasung, hak asasi manusia tidak diberikan penghormatan, demokrasi kurang mekar, dan lain-lain, kita ingin ada perkembangan dalam segi-segi itu: demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia. Itulah sepuluh tahun negeri kita mengalami proses transformasi termasuk demokratisasi.

 

Tujuannya benar, arahnya benar, agendanya tidak salah. Tapi, sebagaimana pengalaman semua bangsa, pengalaman bangsa-bangsa yang lebih dahulu melakukan reformasi, dalam perjalanannya selalu ada ekses, ada penyimpangan, ada hal-hal yang kebablasan, dan lain-lain. Terhadap semuanya itu, sikap kita adalah jangan sampai niat baik ini tidak terwujud, jangan sampai reformasi yang kita lakukan ini terus kita batalkan begitu saja karena kita gamang terhadap hal-hal yang tidak baik. Tetapi jangan pula hal-hal yang jelas salah, yang menyimpang, tidak sesuai dengan nilai jati diri dan konsensus dasar kita, dengan kepribadian bangsa kita, kita biarkan atas nama reformasi, demokrasi, dan kebebasan. Mari kita lakukan self corection. Hal-hal yang menyimpang dan bukan begitu karakter bangsa kita, bukan seperti itu yang diharapkan oleh para pendiri Republik ini, para founding fathers. Kejernihan berpikir kita, kesediaan dan kesadaran untuk itu sangat penting untuk menyelamatkan reformasi, demokratisasi, dan pembangunan kembali ekonomi kita.

 

Bangsa ini adalah bangsa kita sendiri. Negara ini negara kita sendiri bukan milik bangsa asing manapun. Bukan mereka yang mendikte kita harus bagaimana, harus menuju ke mana, harus mengoreksi apa, tapi kita sendiri. Nah, di sinilah diperlukan pertemuan hati, jernih, penuh persaudaraan, jangan saling curiga-mencurigai, saling musuh-memusuhi, berjarak. Kalau itu yang terjadi, kita bisa menuju ke arah yang salah, kita bisa menjadi bangsa yang salah, dan keluar dari apa yang kita cita-citakan bersama. Proses ini harus terus-menerus kita kelola, kita selamatkan. Tujuan reformasi, pembangunan kembali ekonomi, demokratisasi berjalan, tetapi kita tercegah dan terhindar dari ekses penyimpangan nilai perilaku dan budaya-budaya yang tidak benar. Ini penting saya sampaikan. Kita semua bertanggung jawab demi masa depan kita, demi anak cucu kita.

 

Saudara-saudara,

 

Sepuluh tahun kita berjuang, berbulan bekerja keras. Kalau kita pandai bersyukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, mestilah kita mengatakan alhamdullilah ada sejumlah capaian. Sambil dengan jujur dan terbuka mengakui masih banyak pula yang belum dapat kita capai. Mengatakan tidak ada kemajuan sama sekali, semuanya gagal, bahkan mundur, tentu tidak jujur dalam dirinya. Allah SWT tidak senang pada umat-Nya yang tidak punya kejujuran dan kesediaan untuk mengakui yang baik itu baik, yang tidak baik, tidak baik, yang benar itu benar, yang salah itu yang salah. Sebaliknya mengatakan semuanya baik-baik saja, tidak ada masalah lagi, sombong dan berbohong. Masih banyak masalah di kabupaten, di kota, di negeri ini, bahkan di dunia sebenarnya, yang harus sama-sama kita carikan jalan keluarnya, kita atasi.

 

Ekonomi sebelum krisis dulu dipuji oleh dunia. Indonesia salah satu, istilah mereka new Asian tiger, macan itu dianggap simbol kemajuan. Ekonomi kita tumbuh 7-8%. Krisis drop, -13%, konstraksi 21%, collaps, hancur, jatuh, ditambah dengan kekerasan, gangguan keamanan, konflik komunal, kebebasan yang tanpa batas, dan sebagainya yang merupakan bagian sejarah masa lalu kita. Kita berjuang. Tidakkah kita bersyukur meskipun ada bencana tsunami dan rangkaian bencana alam di negeri kita sebagian karena kehendak Allah, sebagian karena kesalahan umat manusia. Meskipun harga minyak meroket seperti ini, keuangan global bergejolak, pangan tiba-tiba melejit harganya, ekonomi kita bisa tumbuh 6% lebih tahun lalu dan insya Allah tahun ini ada titik cerah, alhamdullilah bergerak, meskipun harus kita tingkatkan lebih tinggi lagi. Kalau ekonomi tumbuh lebih tinggi, asalkan adil pertumbuhan itu, insya Allah kemiskinan terus-menerus akan susut, pengangguran akan berkurang, kesejahteraan akan naik, pertumbuhan. Kita juga sadar, sebelum merdeka, awal merdeka, sebelum krisis pun kemiskinan masih menjadi masalah kita dan masalah seluruh negara berkembang. Apalagi kena krisis, kemiskinan meningkat, pengangguran meningkat, hutang luar negeri membengkak. Tahun demi tahun kita perbaiki, alhamdullilah kemiskinan makin susut dengan kerja nyata bukan dengan berteori dan berwacana. Tapi, kemiskinan tahun ini, hasil survei Maret tahun 2008 adalah yang terendah dalam 10 tahun, 15, sekian %. Apakah sudah cukup? Belum. Masih harus keras bekerja, mulai dari Kepala Desa, Camat, Bupati,Walikota, Gubernur, Menteri, DPRD, DPR, saya, semua, harus lebih keras lagi, untuk lebih turun lagi.

 

Dunia ini penduduknya 6,4 milyar yang miskin separuh, sering saya katakan, tiap malam, di dunia ini ada 800 juta orang yang tidurnya kurang nyenyak karena menahan lapar. Dari 800 juta itu, 200 juta anak-anak menangis, kurus, lapar. Mari kita jujur di ruangan ini, adakah yang malam hari tidak bisa tidur karena lapar? Kalau tidak, bersyukurlah pada Allah, berterimakasihlah kepada semua kita. Tetapi ingat, masih ada saudara kita, mungkin di negara lain, mungkin di tanah air kita yang belum sesejahtera yang Saudara alami. Berpikir positif apa yang mesti kita lakukan untuk mengurangi kemiskinan itu.

 

Kalau sekarang pemerintah menjalankan berbagai program nyata, riil. Sebagai contoh, ada cluster, perlindungan dan bantuan sosial, dikeluarkan uang belasan triliun untuk itu tiap tahun. Beras untuk rakyat miskin, pendidikan gratis, BOS bagi yang miskin, berobat gratis bagi yang miskin, bantuan lanjut usia, bantuan yang kena musibah, bantuan langsung tunai bersyarat, itu adalah kewajiban negara membantu fakir miskin karena mereka belum berdaya. Salah satu cara mengurangi kemiskinan tadi konkret, nyata, PNPM Mandiri (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Kecamatan, desa, kita bantu Rp 2-3 M. Tahun depan, insya Allah, seluruh kecamatan kita bantu rata-rata Rp 3 M. Untuk apa? Menggerakkan, membangun sumber daya lokal dengan kreatifitas, dengan kemauan, keinginan dari masyarakat lokal itu. Kita berdayakan. Kalau cluster pertama, paket pertama itu ibaratnya ikan, ini kita berikan kail, belum cukup. Kita tahu banyak saudara kita yang ingin berusaha, usaha mikro, usaha kecil, menengah, sulit mendapatkan modal, persyaratannya macem-macem. Sejak November yang lalu kita keluarkan kebijakan yang namanya Kredit Usaha Rakyat dengan pola penjaminan pemerintah. Sampai sekarang ini sudah mengalir Rp 7 triliun lebih.

 

Sasaran kita akhir tahun ini mencapai Rp 14 triliun. Tahun depan, insya Allah, bisa kita tambah Rp 10 triliun. Kalau Rp 24-25 triliun mengalir ke seluruh Indonesia, usaha mikro, kecil, mereka bisa bekerja, tukang bakso, tukang ikan, tukang pecel, warung kecil, dan sebagainya. Itu mulia, dia bisa membebaskan dirinya dari kemiskinan absolut, penghasilannya meningkat. Saya ajak pimpinan bank-bank milik negara bersama-sama saya dengan harapan seluruh jajaran perbankannya, BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, Bukopin, Bank Syariah Mandiri, memberikan pinjaman untuk modal itu supaya bergerak ekonomi kerakyatan. Itu perahu yang kita lakukan. Ketika bahan bakar harganya naik dan ingat yang naik bukan hanya negeri kita. Sekarang pun di Asia, di Asia Tenggara, harga BBM kita ini yang paling rendah, kecuali Brunei. Meskipun itu juga berlaku di negara lain, kita bantu dengan bantuan langsung tunai bagi mereka yang sungguh memerlukan, dalam waktu tertentu meringankan bebannya. Semua itu mengeluarkan dana puluhan triliun, tidak apa-apa. Kalau kapitalisme, neo-liberalisme masih nggak setuju, ngapain itu negara mengeluarkan subsidi ini, subsidi itu, membantu rakyat miskin, membantu petani. Maunya, ya biarkan saja karena ekonomi pasar itu tidak begitu. Bukan itu pilihan kita, bukan itu yang kita tempuh.

 

Saya berharap karena setiap tahun kita naikkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kita. Tahun 2004 kita keluarkan Rp 19 triliun untuk program pengurangan kemiskinan terpadu. Tahun 2005 kita naikkan Rp 24 triliun. Tahun 2006 kita naikkan Rp 41 triliun hampir dua kali lipat. Tahun 2007 kita naikkan Rp 51 triliun. Tahun ini hampir Rp 60 triliun. Harapan saya, agar ini mengalir ke seluruh Indonesia, ke desa-desa, kecamatan-kecamatan, kabupaten, dan kota. Untuk siapa? Untuk rakyat. Untuk apa? Mengurangi kemiskinan. Ini amanah, ini kepemimpinan, ini kepedulian. Saya ingin semua pemimpin mulai saya, para Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, semua, mari kita sukseskan program pro rakyat ini. Para pimpinan media massa yang hadir di ruangan ini, beritakan, supaya rakyat tahu jika ada harapan, saya tidak ada di Sumatera ini, pemimpin yang tidak serius, yang lalai, yang apatis terhadap program-program itu. Sebaliknya, angkat pula mereka-mereka yang baik, yang peduli, yang aktif, yang sungguh turun ke lapangan untuk menyukseskan program pro rakyat ini agar semua bisa berbuat untuk rakyatnya. Jangan ada dusta di antara kita.

 

Kalau ada persoalan di kecamatan, kecamatan yang lain baik, di situ nggak baik-baik, setahun, dua tahun, lima tahun, ya tanyakan ada apa Pak Camat? Paling atas, ya Pak Bupati, ada apa, perbaiki. Jangan urusan kecamatan unjuk rasa di Istana. Mari kita berbagi tanggung jawab, berbagi peran, berbagi kewajiban. Saya baru memberi contoh bagaimana cara mengurangi kemiskinan yang konkret, yang riil. Teorinya banyak, wacananya nggak abis-abis. Dua hari dua malam, sambil minum kopi, sambil merokok, yang merokok nggak abis-abisnya merumuskan pengurangan kemiskinan, bisa pasang iklan, dan lain-lain. Tetapi yang diperlukan program nyata, kegiatan nyata di seluruh Indonesia. Mari kita jalankan program nyata itu, dengan demikian hasilnya juga konkret.

 

Hutang, Saudara-saudara, kita bercita-cita janganlah membebani anak cucu kita. Karena krisis hutang kita dulu besar sekali. Kalau negara itu punya penerimaan negara x, sekian ribu triliun. Dulu, rasio hutang terhadap penerimaan negara itu, GDP, itu lebih 100%, untuk bayar hutang pun nggak cukup. Bayangkan. Tahun 2004 susut. Setelah itu kita perbaiki makin susut. Tahun 2004, rasio hutang itu menjadi 53,4%. Separuh lebih harus kita cadangkan untuk bayar hutang. Kita bekerja keras bersama-sama. Sekarang rasio hutang kita dibandingkan Malaysia, Thailand, Filipina, yang terbaik, dengan angka di bawah 35%. Hutang IMF sudah kita lunasi 2 tahun lebih cepat dengan jumlah Rp 72 triliun sebab kita tidak tergantung pada IMF dan pihak manapun juga. Ini kita syukuri. Terima kasih saya kepada semua. Saya hanya salah satu bagian dari yang bekerja itu. Sambil kita pelihara, ke depan, jangan kita terlalu mudah untuk meminjam-minjam dan justru semangat kita makin memperkecil hutang itu, meskipun negara manapun sekarang ini biasa saja meminjam, tetapi kita ingin yang mulia itu menggunakan kemampuan sendiri dan makin kecil jumlah pinjaman negara kita.

 

Saudara-saudara,

 

Persoalan di negeri kita karena krisis, karena macam-macam, seperti keamanan di Aceh, komunal konflik di Poso, di Maluku, Maluku Utara, dan lain-lain, kita berjuang bersama-sama. Alhamdullilah, Aceh, (inaudible) suasananya agar NKRI tetap tegak, merah putih tetap berkibar, Aceh maju, sebagaimana kemajuan negara-negara yang lain dan menjadi bagian utuh dari bangsa Indonesia. Itu harapan kita. Ada persoalan dengan Timor Leste. Kita mau diangkat ke dunia, pengadilan HAM internasional, bukan itu yang kita harapkan. Kita bergerak dengan cepat, bisa mengatakan tidak pada dunia. Saya katakan tidak pada PBB waktu itu. Begitu saja, misalkan, ingin mengadili orang Indonesia. Mari kita carikan penyelesaian secara bijak. Kita berbicara dengan pimpinan Timor Timur, Timor Leste. Alhamdullillah, dua hari yang lalu, dengan niat yang baik, melihat masa lalu untuk mengambil hikmah dan pelajarannya, merajut hubungan baik dan persaudaraan, menuju ke depan, kemarin bisa kita akhiri persoalan masa lalu itu dengan harapan kita sama-sama mau mengambil hikmah dan pelajarannya. Tentu masih harus kita lanjutkan untuk menjelaskan kepada dunia, biarkan Indonesia dengan Timor Leste menyelesaikan masalahnya. Jangan terlalu diintervensi, dicampuri oleh pihak manapun juga. Ini cara-cara yang terbaik.

 

Menyelesaikan masalah, mari kita kedepankan kesejahteraan, kita kedepankan keadilan, bukan terlalu cepat mengedepankan solusi militer. Saya dari dulu, meskipun saya pensiunan Jenderal, tidak suka kalau sedikit-sedikit penyelesaiannya pendekatan keamanan, sedikit-sedikit pendekatannya militer. Perang itu jalan terakhir kalau untuk mempertahankan kedaulatan kita, merah putih kita, tanah air kita. Tapi kalau masih ada cara lain yang lebih damai, diplomasi, negosiasi, musyawarah, mengapa tidak itu yang kita pilih. Korbannya tidak banyak, tidak menghabiskan biaya, tidak menimbulkan dampak yang tidak kita perlukan. Cara pandang, wisdom, kebijakan, cara-cara kita menyelesaikan masalah ini, harus betul-betul civilized, beradab, mengedepankan persuasi, pendekatan, kesejahteraan, dan keadilan, sehingga akhirnya bisa kita selesaikan dengan baik. Saya hanya menggambarkan sebagian dari apa yang kita lakukan bersama di negeri ini dengan segala pasang surutnya, dengan segala tantangan dan dinamikanya. Saya ingin pengalaman yang baik di waktu yang lalu kalau kita serius betul, kita bersatu betul, tekad kita bulat betul, masalah-masalah itu bisa kita atasi, maka masalah yang kita hadapi sekarang dan ke depan pada prinsipnya dengan ridho Tuhan dan kebersamaan kita, akan dapat kita atasi pula. Saya ingin menjadi tekad kita, keyakinan kita, pedoman moral kita.


Saudara-saudara,

 

Minggu lalu saya menghadiri pertemuan puncak yang disebut G8+8. Saya bersyukur. Dan kemarin waktu di Jepang, para Menteri sebagian mendampingi saya, saya tidak kuasa menitikkan air mata karena Indonesia 10 tahun terakhir ini dilihat oleh dunia itu dari kacamata yang tidak baik, kerusuhan, korupsi, macam-macam, seolah-olah tidak ada baiknya Indonesia itu, padahal tidak seperti itu. Persepsi sering tidak sama dengan realitas maka bertekad kita, mari kita bangun, introspeksi, perbaiki diri sendiri sampai suatu saat dunia itu, masyarakat internasional, melihat Indonesia dengan penuh apresiasi.

 

Kemarin itu, Saudara-saudara, Bapak, Ibu sekalian yang saya muliakan, itu berkumpulnya para pemimpin dunia, negara-negara yang maju, negara kuat, negara kaya. G8 itu kan ada Amerika, ada Jepang, ekonomi pertama, kedua terbesar, ada Kanada, ada Inggris, ada Prancis, ada Jerman, ada Italia, ada Rusia, mengundang 8 negara yang lain. Dari 8 ini, China jelas penduduknya paling besar, ekonominya juga besar sekali, India sama, setelah itu Brasil, negara yang paling maju di Amerika Latin, Afrika Selatan yang paling maju di Afrika, Korea Selatan yang juga menjadi macan Asia, kemudian Australia, alhamdullilah kita diundang.

 

Yang ingin saya ceritakan adalah kemarin 16 pemimpin dunia, ditambah dengan lembaga-lembaga penting memikirkan bagaimana perubahan iklim ini, bagaimana persoalan meroketnya harga minyak ini, bagaiman menyangkut kenaikan harga pangan ini tidak menghancurkan ekonomi dunia, terutama tidak menghancurkan ekonomi negara-negara berkembang, tidak menambah jumlah orang yang miskin, tidak menambah jutaan orang yang tidak bisa tidur malam hari karena lapar tadi. Saya bersyukur karena Indonesia satu-satunya negara ASEAN yang ikut hadir, menyuarakan kepentingan negara berkembang dan kebetulan saya satu-satunya muslim yang kemarin ada dalam summit itu sehingga semua pemimpin dari agama manapun, dari etnis manapun, dari suku manapun, ada kemarin di sana. Yang ingin saya sampaikan adalah meskipun ada tanggung jawab global, ingin memecahkan masalah bersama-sama, tapi semuanya terpulang pada negara-negara itu sendiri.

 

Tiap malam saya melihat televisi internasional, saya ingin tahu negara lain seperti apa menghadapi kenaikan BBM, menghadapi persoalan listrik, menghadapi persoalan pangan. Apa mereka juga hanya marah-marah saja, dari satu unjuk rasa ke unjuk rasa yang lain, tidak mau menghemat dan tidak ikut menanggung bersama-sama menyelesaikan masalah itu. Saya akhirnya belajar banyak dari bangsa-bangsa itu, negara-negara itu. Contoh, tahu kalau BBM mahal sekali, minyak mahal sekali, mereka melaksanakan tindakan penghematan yang luar biasa pada negara kaya, negara maju. Kita harus lebih menghemat sebenarnya, bagi yang harus menghemat. Ada rakyat kita yang memang tidak mengkonsumsi BBM, yang tidak menggunakan listrik yang berlebihan. Sudah berterima kasih mereka bisa sabar dengan kondisi itu. Tapi kan sudah banyak di negeri kita ini yang menurut saya sangat bisa melakukan penghematan energi sehingga secara nasional tidak kekurangan listrik, sehingga secara nasional kita bisa mengatasi masalah BBM, tidak harus setiap saat menaikkan harga BBM. Saya belajar, akhirnya bangsa yang bersangkutanlah yang harus mengubah. Tuhan tidak akan mengubah nasib sebuah kaum kecuali kaum itu yang mengubahnya, demikian juga Sumatera Utara, demikian juga Indonesia. Kita sendiri yang harus mengubah nasib dan masa depan kita.

 

Saudara-saudara,

 

Saya tetap optimis, saya memiliki keyakinan yang tinggi. Seberat apapun yang dihadapi oleh bangsa kita seperti kondisi sekarang ini, di samping memang juga dihadapi oleh bangsa lain dan bukan hanya kita. Kita punya tradisi, punya sejarah, punya masa lalu yang bisa mengatasi tantangan-tantangan yang seolah-olah tidak bisa kita atasi, tapi akhirnya bisa kita atasi. Kali inipun, insya Allah bisa kita atasi. Dengan syarat, bersatu kita, melangkah bersama kita, bekerja keras kita sambil memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa.

 

Dan yang terakhir, akhirnya, adalah tahun ini tahun politik, tahun depan tahun Pemilu. Ini regularitas demokrasi, tiap 5 tahun rakyat memilih pemimpin-pemimpinnya. Apakah yang akan ada di DPRD, DPR, DPD, apakah yang akan memimpin negara Presiden dan Wakil Presiden yang kemudian nanti Presiden dan Wakil Presiden memilih Menteri-Menteri, dan seterusnya. Ini dalam demokrasi diniscayakan. Menghadapi itu semua, mari kita persiapkan baik-baik. Mari kita jalankan demokrasi dan politik yang baik. Kompetisi bisa keras nanti, wajar. Tetapi, harus tetap teduh tanpa kekerasan dengan politik-politik yang baik, bukan politik fitnah, kampanye negatif, apalagi kekerasan-kekerasan. Jangan rusak persaudaraan dan silaturahmi, jangan. Sekeras apapun kompetisi, setelah itu selesai, bersatu kembali, membangun Sumatera Utara lagi, membangun Indonesia lagi. Pemimpin itu datang dan pergi, politisi itu juga datang dan pergi. Rakyat tetap, negara tetap, cita-cita tetap untuk memperbaiki semuanya itu. Kalau itu dihayati, dijalankan, maka indah demokrasi itu.

 

Pemilu itu tidak perlu dicemaskan. Oleh karena itu, saya mengajak, mari kita jalankan Pemilihan Umum yang kampanyenya saya dengar sudah mulai sekarang ini. Partai-partai politik, Undang-Undang mengatakan demikian, saya persilakan dilaksanakan dengan baik, meskipun saya berharap pejabat pemerintah yang di bawah kepemimpinan saya lebih mengutamakan menjalankan roda pemerintahan, lebih mengutamakan melayani dan memajukan kehidupan masyarakat. Boleh ikut berjuang secara politik kalau pejabat itu menjadi bagian dari partai-partai politik yang ikut dalam Pemilu, boleh. Tetapi, saya harapkan, jangan lalai menjalankan tugas sebagai abdi negara, sebagai pejabat pemerintahan. Meskipun politik bisa panas, sosial bisa bergetar nanti, tapi saya ingin semua kebijakan dan program pemerintah tetap dapat dijalankan karena semuanya itu adalah untuk rakyat kita. Saya yakin, saya percaya dan saya mengajak semua yang ada di Sumatera Utara ini, mari kita sukseskan Pemilu 2009 dalam artian yang tadi dan segalanya tetaplah kita abadikan untuk rakyat kita.

 

Demikian Saudara-saudara, yang saya sampaikan. Setelah ini saya akan menerima pertanyaan atau komentar atau pendapat dari floor, saya persilakan, dan besok saya akan melanjutkan perjalanan. Dan kemudian, kembali ke Medan lagi, dan setelah itu marilah terus kita pelihara silaturahim dan hubungan baik kita. Demikian, Saudara-saudara.

 

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

 


Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI