Perkuat Implementasi Klaster Ketenagakerjaan, Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja Jaring Aspirasi Serikat Buruh dan Pekerja di Balikpapan

 
bagikan berita ke :

Jumat, 07 Oktober 2022
Di baca 1061 kali

Jaring aspirasi kepada serikat buruh dan pekerja yang dilakukan oleh Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja (Satgas UU Cipta Kerja) merupakan salah satu agenda strategis Satgas guna mengakselerasi percepatan sosialisasi dalam rangka penyempurnaan UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya sekaligus memperkuat monitoring implementasi UU Cipta Kerja khususnya pada klaster ketenagakkerjaan.

Kegiatan jaring aspirasi klaster ketenagakerjaan merupakan kesempatan bersama antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, untuk bertemu dan berdialog dalam menemukan masalah dan mencari solusi yang tepat dan cepat atas permasalahan yang disampaikan. Hal tersebut disampaikan Arif Budimanta, Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja saat membuka kegiatan jaring aspirasi di Balikpapan, Kalimantan Timur {7/10}, yang sebelumnya juga telah dilakukan di beberapa kota seperti Surabaya, Batam dan Medan.

“Beberapa hal dengan aspirasi yang berkembang dari buruh dan pekerja sudah ditangkap tapi kita juga perlu melihat dan mendiskusikan ini dari aspek lokalitas kedaerahan, inilah yang menjadi penting kenapa kita mengadakan kegiatan jaring aspirasi di Balikpapan sebagai proses kita bersama untuk menyempurnakan dan memperkuat monitoring implementasi UU Cipta Kerja.” tutur Arif yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi.

Arif pun menyampaikan lebih lanjut bahwa kita harapkan dalam kegiatan ini berkembang isu-isu selain pengupahan, namun juga terkait peningkatan produktifitas agar dapat berkompetisi dan bersaing dengan negara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta dalam rangka memajukan Indonesia.

Mengawali diskusi, Dimas Oky Nugroho, Ketua Kelompok Kerja Strategi Sosialisasi Satgas UU Cipta Kerja, memantik dengan menyampaikan beberapa permasalahan yang menjadi isu menonjol dalam kegiatan jaring aspirasi yang telah dilakukan sebelumnya seperti bagaimana mendorong pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para buruh dan pekerja melalui penyesuaian UMK, struktur skala upah, peningkatan keterampilan para buruh, hingga permasalahan impelementasi PP 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

“Saya mengharapkan forum ini menjadi sarana untuk kita bersama membangun dialog yang konstruktif dan memperluas pandangan kita akan adanya perbuahan-perubahan kebijakan dalam UU Cipta Kerja, sehingga hasilnya nanti akan menyatukan pehaman tentang upaya pemerintah untuk menyempurnakan UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya, yang dapat menyejahterakan bangsa Indonesia melalui penciptaan banyak lapangan kerja dengan masuknya investasi yang berkualitas, sebagaimana menjadi tujuan diterbitkannya UU Cipta Kerja,” pungkas Dimas yang kesehariannya aktif sebagai aktivis yang concern akan social movement.

Inosentius Samsul, Kepala Badan Keahlian DPR RI, yang hadir sebagai narasumber memaparkan sesuai amar Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan secara formil bahwa UU CK inkonstitusional, maka Pemerintah dan DPR harus melakukan langkah perbaikan. Hal ini telah dimulai dengan merevisi terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) yang telah diubah menjadi UU Nomor 13 Tahun 2022 sebagaimana diamanatkan dalam pertimbangan Hakim MK pada Putusan MK.

Inosentius mengatakan bahwa dalam Putusan MK ada hal yang penting yang perlu digarisbawahi, yakni berkaitan dengan meaningful participation. Artinya, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu melibatkan masyarakat. Hal ini berlaku kepada semua pembentukan peraturan perundang-undangan hingga ke level daerah.

“Dalam proses membahas itu Pemerintah dan DPR perlu mendengarkan masukan dari berbagai pihak. Baik masukan yg bersifat pro maupun kontra. Karena ada mekanisme demokrasi dalam menentukan kebijakan,” tutur Inosentius.

Narasumber selanjutnya yang berkesampatan memaparkan adalah Agatha Widianawati, Kabag Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, menggarisbawahi 3 sasaran utama diterbitkannya UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan. Bagaimana menampung teman-teman pekerja yang belum memiliki pekrjaan dan keahlian yang memadai. Oleh sebab itu, kita harus membuka lapangan pekerjaan, kemudian bagaimana mempertahankan pekerja yang telah bekerja untuk tetap bekerja. Hal ini dilakukan dengan cara membangun hubungan industrial agar tetap harmonis, dengan mendorong peningkatan perlindungan yang terdiri dari jaminan sosial, waktu kerja dan istirahat, serta keselamatan dan kesehatan kerja.

Kemudian sasaran selanjutnya adalah membantu para pekerja yang mengalami PHK untuk tetap mendapatkan hak-haknya secara penuh, dan mendorong kembali para pekerja tersebut masuk kedalam lapangan pekerjaan.

“Kami hadir disini untuk mendengar masukkan, jika ada yang memberi masukan akan kami catat dan ditindaklanjuti. Ruang ini dibangun untuk teman-teman pekerja dapat berdialog dengan pemerintah,” sambung Agatha.

Senada dengan apa yang disampaikan oleh Agatha, I Ktut Hadi Priatna, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Koordinasi Data dan Informasi Satgas UU Cipta Kerja, mengatakan pemerintah membuka pintu yang lebar dalam melakukan konsultasi publik untuk memperbaiki UU CK yang diharapkan menjadi sebuah tonggak reformasi dan terobosan yang akan bermanfaat bagi anak cucu kita ke depannya.

“UU Cipta Kerja ini hadir untuk melakukan perubahan aturan-aturan yang tumpang tindih, terutama yang menjadi penghambat pertumbuhan sektor ekonomi, tentunya kami dengan senang hati mendengar masukan Bapak dan Ibu yang hadir di sini, sebagaimana arahan Bapak Presiden yang mengamanatkan untuk selalu mendengarkan masukan dari publik,” kata Ktut.

Kegiatan jarring aspirasi ini dihadiri oleh lebih 50 orang yang terdiri atas perwakilan dari 10 asosiasi/serikat buruh, persatuan pekerja disabilitas, dan asosiasi pengemudi online di Balikpapan. Salag satu peserta yang hadir, Agus, Ketua Federasi Serikat Pekerja Transportasi menyampaikan 3 aspirasinya yaitu mendorong pengawasan yang kuat terkait impelemntasi pemberian upah yang saat ini ,masih banyak dilakukan oleh perusahaan, permasalahan outsorcing, dan nilai pesangon yang dinilai berkurang.

 

Kemudian Rustam, Ketua Pimpinan Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Kota Balikpapan, menyampaikan agar pemerintah lebih tegas terhadap struktur skala upah, dan aturan-aturan dalam UU Cipta Kerja serta turunannya agar dilakukan perbaikan karena banyak yang merugikan para pekerja.

Implementasi PP 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja juga menjadi sorotan oleh Yuliana, Sesjen KPI Bersatu Balikpapan,yang secara nomatif merugikan para pekerja utamanya mengenai pesangon yang diterima jauh lebih berkurang disbanding dengan aturan sebelumnya.

Selain itu, isu pekerja disabilitas juga turut mengemuka dalam forum. Sugianto,  salah satu perwakilan dari pekerja disabiltas menyampaikan aspirasi seyogyanya pemerintah dalam Menyusun UU berempati kepada para disanbilitas dan perlunya pemerintah mendorong kepada para pengusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang ramah disabilitas, dan perluasan akses bagi pekerja disabilitas untuk mendapat hak pekerjaan yang sama dengan semua orang.

Berbagai aspirasi yang masuk langsung ditanggapi oleh para narasumber yang hadir dengan diskusi yang interaktif. Tim Satgas Percepatan Sosialisasi UU CK menyampaikan apresiasi terhadap aspirasi dan kontribusi yang telah diberikan oleh para peserta. Semangat partisipasi bermakna inilah yang diharapkan Pemerintah dapat menjadi penyempurnaan aturan UU CK dan turunannya dan juga memperkuat implementasi UU Cipta Kerja. (Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           2