Serba-Serbi Istana Yogyakarta

 
bagikan ke :

PENDAHULUAN

Istana Yogyakarta terletak di pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani dahulu dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogya-karta. Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kotamadya Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 meter dari permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43.585 meter persegi. Istana Yogyakarta juga dikenal dengan nama Gedung Agung. Penamaan itu berkaitan dengan salah satu fungsi gedung utamanya, yaitu sebagai tempat menerima tamu-tamu agung. Gedung Agung juga menjadi tempat terjadinya peristiwa-peristiwa bersejarah pada masa-masa awal berdiri-nya Republik Indonesia. Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI diadakan di sini, dan selama tiga tahun, 1946-1949, gedung ini adalah sebagai tempat kediaman resmi Presiden. Gedung Agung menghadap ke timur, berseberangan dengan Museum Benteng Vredeburg, bekas benteng Belanda.

 RIWAYAT

Gedung utama kompleks istana ini mulai dibangun pada Mei 1824. Pembangunannya diprakarsai oleh Antho-nie Hendriks Smissaert, Residen Yogyakarta yang ke-18 (1823-1825), yang menghendaki adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-residen Belanda. Arsiteknya ialah A Payen, yang ditunjuk oleh gubernur-jenderal Hindia-Belanda pada masa itu. Arsitektur bangunannya mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim tropis. Pembangunan gedung itu tertunda oleh pecahnya Perang Diponegoro (1825-1830), yang oleh Belanda disebut Perang Jawa. Pembangunan diteruskan setelah perang itu berakhir dan selesai pada 1832. Pada 10 Juni 1867, kediaman resmi residen Belanda itu ambruk karena gempa bumi yang menerjang Yogyakarta dua kali pada hari itu. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada 1869. Bangunan inilah yang menjadi gedung utama kompleks istana kepresidenan Yogyakarta yang sekarang, yang disebut juga Gedung Negara.

Pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi. Penguasa tertinggi Belanda bukan lagi residen, melainkan gubemur. Dengan demikian, gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 tersebut menjadi kediaman para gubemur belanda di Yogyakarta sampai masuknya Jepang. Para gubernur Belanda yang mendiami istana ini adalah: J E Jasper (1926-1927), P R W van Gesseler Verschuur (1929-1932), H M de Kock (1932-1935), J Bijleveld (1935- 1940) dan L Adam (1940-1942). Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi Koochi Zimmukyoku Tyookan, penguasa Jepang di Yogyakarta.

Arti Gedung Agung menjadi lebih penting dengan hijrahnya Pemerintah Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Pada 6 Januari 1946, Kota Gudeg ini resmi menjadi ibu kota baru Republik Indonesia yang masih muda dan istana itu berubah menjadi istana kepresidenan, tempat tinggal Presiden Soekarno, Presiden yang pertama, beserta keluarganya. (Wakil Presiden Mohammad Hatta dan keluar-ga ketika itu tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas, tidak jauh dari kompleks istana.) Sejak tanggal tersebut istana kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi peristiwa-peristiwa kenegaraan yang penting. Di antaranya, seperti yang disinggung di atas, adalah pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 serta sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947. Lima kabinet republik yang masih muda itu pun dibentuk dan dilantik di istana ini.

Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor. Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri beserta beberapa pembesar yang lain diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sejak tanggal itu istana berfungsi lagi sebagai tempat kediaman resmi Presiden. Namun, sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi tempat tinggal sehari-hari Presiden.

 FUNGSI

Fungsi utama Istana Yogyakarta atau Gedung Agung, seperti halnya fungsi istana kepresidenan yang lain, adalah sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Fungsi yang lain adalah sebagai tempat menerima atau menginap tamu-tamu negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini juga digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Mulai 17 April 1988, di tempat ini diselengga-rakan upacara parade senja setiap tanggal 17. Perkenalan taruna-taruna Akabri Udara yang baru sekaligus perpisahan para perwira muda yang baru lulus dengan Gubernur dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan pula di Gedung Agung. Sampai sekarang sudah lebih dari 65 kepala negara, kepala pemerintahan dan tamu-tamu agung telah mengun-jungi atau menginap di Gedung Agung. Di antaranya adalah: Presiden Rajendra Prasad dari India (1958), Raja Bhumibol Adulyadej dari Muangthai (1960), Presiden Ayub Khan dari Pakistan (1960), Perdana Menteri Ferhart Abbas dari Aljazair (1961), Presiden D Macapagal dari Filipina (1964), Perdana Menteri Pierre Trudeau dari Kanada (1971), Ratu Elizabeth II dari Inggris (1974), Perdana Menteri E G Whitlam dari Australia (1974), Perdana Menteri Srimavo Bandaranaike dari Sri-Lanka (1976), Perdana Menteri Lee Kuan Yew dari Singapura (1980), Yang Dipertuan Sultan Bolkiah dari Negara Brunei Darussalam (1984), Presiden F Mitterand dari Perancis (1986), Perdana Menteri Mahathir Mohammad dari Malaysia (1988), Kepala Gereja Katolik Sri Paus Paulus Johannes II (1989), Yang Dipertuan Agung Sultan Azlan Shah dari Malaysia (1990), Kaisar Akihito dari Jepang (1991).

Tamu-tamu penting Iain yang pemah beristirahat di Gedung Agung antara lain Putri Sirindhom dari Muangthai (1984), Pangeran Charles bersama Putri Diana dari Inggris (1989), Ny. Marilyn Quayle, isteri Wakil Presiden Amerika Serikat (1984) dan Putri Basma dari Yordania (1996).

 BAGIAN-BAGIAN

Istana Yogyakarta terdiri atas enam bangunan utama, yaitu Gedung Agung (gedung utama), Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu dan Wisma Saptapratala. Nama empat wisma terakhir itu masing-masing diambil dari epik Mahabarata. Di samping wisma-wisma itu sejak 20 September 1995 kompleks Seni Sono seluas 5.600 meter persegi, yang terletak di sebelah selatan, yang semula milik Departemen Penerangan, menjadi bagian istana kepresidenan ini. Gedung utama atau bangunan induk kompleks istana ini berbentuk sama seperti ketika selesai dibangun pada 1869. Ruangan utamanya disebut Ruang Garuda dan berfungsi sebagai ruangan resmi untuk menyambut tamu negara atau tamu agung yang lain. Di ruangan ini pulalah kabinet Republik Indonesia dilantik, ketika ibu kota negara berpindah ke Yogyakarta. Di dinding ruangan yang berseja-rah ini tergantung gambar-gambar pahlawan nasional. Di antaranya adalah gambar Pangeran Diponegoro, R.A. Kartini dan Tengku Cik Di Tiro. Di sisi selatan gedung utama terletak kamar tidur Presiden beserta keluarga, sedangkan di sisi utara terletak kamar tidur yang disediakan bagi Wakil Presiden beserta keluarga dan bagi tamu negara atau tamu agung yang lain beserta keluarga.

 Di bagian depan kanan gedung utama terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Soedirman untuk menge-nang perjuangan Panglima Besar Soedirman dalam memim-pin gerilya melawan Belanda. Di ruangan inilah dulu Panglima Besar Soedirman mohon diri kepada Presiden Soekamo, untuk meninggalkan kota dalam rangka memim-pin perang gerilya melawan Belanda. Di bagian depan kiri gedung utama terdapat ruangan yang diberi nama Ruang Diponegoro, untuk mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Dari Ruang Garuda ke arah belakang terdapat ruangan besar yang lain, yaitu tempat jamuan makan bagi tamu negara atau tamu agung yang lain. Di belakang ruang jamuan makan terdapat ruangan luas, yang berfungsi sebagai ruangan pertunjukan kesenian. Bangunan lain di kompleks Istana Yogyakarta ialah Wisma Negara, yang dibangun pada 1980. Wisma ini dimaksudkan untuk para menteri dan rombongan tamu negara. Bangunan ini bertingkat dua dan mempunyai 16 kamar.

 Bangunan yang lain adalah Wisma Indraphrasta, yang merupakan bangunan lama dan yang dahulu adalah kantor Asisten Residen. Bangunan ini sekarang disediakan untuk para pejabat yang menginap. Di kiri dan kanan belakang bangunan utama, di dekat Ruang Kesenian, masing-masing adalah Wisma Sawojajar dan Wisma Bumiretawu. Wisma Sawojajar, di sebelah utara, disediakan bagi petugas atau rombongan staf Presiden atau tamu negara. Wisma Bumi-retawu, di sebelah selatan, disediakan bagi para ajudan serta dokter pribadi Presiden atau ajudan dan dokter pribadi tamu negara. Wisma Saptapratala terletak di sebelah selatan, berseberangan dengan Wisma Bumiretawu. Wisma ini disediakan bagi petugas-petugas dan para anggota rombong-an Presiden atau tamu negara. Kompleks Seni Sorio mulai dipugar pada 1995 dan terdiri atas gedung auditorium, gedung tempat penyimpanan koleksi benda-benda seni, gedung pameran dan perkantoran. Auditorium ini semula adalah gedung Seni Sono yang dibangun pada 1915 dan diperuntukkan sebagai tempat pertunjukan kesenian terpilih yang berkaitan dengan acara kenegaraan. Gedung yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan koleksi benda-benda seni semula adalah bangunan kuno yang dibangun Belanda pada 1911 dan terakhir digunakan sebagai kantor PWI/Antara. Bangunan yang diperuntukkan untuk gedung pameran dan perkantoran semula adalah bangunan Kantor Departemen Penerangan.

Pintu gerbang utama kompleks Istana Yogyakarta "dijaga" oleh dua buah patung besar Dwarapala yang juga disebut Gupala, masing-masing setinggi 2 meter. Kedua patung ini berasal dari salah satu tempat di sebelah selatan Candi Kalasan. Di depan gedung utama, di halaman istana, berdiri sebuah monumen batu andesit setinggi 3,5 meter yang disebut Dagoba, yang berasal dari Desa Cupuwatu, di dekat Candi Prambanan. Monumen ini melambangkan kerukunan beragama, yaitu agama Hindu Ciwa dan agama Budha. Agama Hindu Ciwa dilambangkan dengan lingga, yang menopang stupa sebagai lambang agama Budha.